Senin, 14 Maret 2011

Tulakan



















Tulakan adalah nama desa darimana keluarga bapak berasal. Kata Tulakan berkaitan dengan sistem pertanian yang memerlukan pasokan air. Tulakan berarti bagian muka dari sebidang sawah yang langsung berhubungan dengan saluran air baik itu sungai maupun parit, dan menjadi pintu bagi masuknya air ke dalam sawah. Sawah adalah kehidupan sehari-hari bagi masyarakat di desa Tulakan, paling tidak enam jam dalam sehari masyarakat berada di sawah khususnya ketika musim tanam padi yang jatuh pada musim penghujan. Pada musim kemarau atau ketiga yang biasanya dinamakan musim paceklik (musim kesulitan pangan), para petani biasanya menanam tanamah palawiji seperti umbi-umbian, kacang-kacangan dan sayur-sayuran.

Di desa Tulakan inilah terletak rumah dari mbah Kakung dan mbah Putri yang berarti juga rumah bapak. Rumah mbah Putri demikian aku menyebut rumah itu karena mbah Kakung sudah tiada sejak aku masih kanak-kanak, adalah sebuah rumah berbentuk limas an terbuat dari kayu jati tua berkualitas tinggi yang sambungan antar bagian dalam konstruksinya tidak menggunakan paku melainkan menggukan pasak dari bamboo. Dengan demikian rumah mbah putri bisa dibongkar pasang (knock down), jika ingin dipindahkan cukup di lepas bagian demi bagian atau digotong beramai-ramai.

Rumah Jawa adalah arsitektur tradisional Jawa yang berkembang sejak abad ke-13 terdiri atas 5 tipe dasar (pokok) yaitu :

1.Joglo (atap joglo)
2.Limasan (atap limas)
3.Kampung (atap pelana)
4.Panggang Pe
5.Mesjidan/Tajugan

Rumah Limasan :
. Limasan Lawakan · Limasan Gajah Ngombe · Limasan Gajah Njerum · Limasan Apitan · Limasan Pacul Gowang · Limasan Cere Gancet · Limasan Trajumas · Limasan Gajah Mungkur · Limasan Klabang Nyander · Limasan Lambang Teplok · Limasan Semar Tinandu · Limasan Lambang Sari · Limasan Semar Pinondhong (http://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_Jawa)

Rumah merupakan bentukan benda tetap yang tidak dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya. Pernyataan ini bisa dikatakan sebagai kebenaran dan kesalahan yang saling berkesinambungan. Jika menilik dari sejarah bangsa sendiri, yaitu sejarah dari tanah pulau Jawa, Rumah merupakan wadah hidup yang diartikulasikan mempunyai nyawa untuk menopang manusia dalam berumah tangga dan menjalani kehidupan pada kesehariannya. Orang Jawa membuat rumah dengan kesadaran penuh terhadap guna masing-masing pembentuk rumah tersebut, mulai dari pondasi hingga struktural penutup rumahnya. Mereka memberikan arti berdasarkan fungsi kegunaan benda-benda tersebut sebagai bagian dari Rumah. Mulai dari pemilihan bahan hingga nama-nama setiap materialnya mempunyai arti yang sakral dan sangat jujur terhadap fungsi-fungsi kebaikan untuk kehidupan manusia.(http://www.gebyok.com/sistim-knockdown-pada-rumah-limasan.html)

Kesadaran akan hal tersebut membuat mereka menggunakan hitungan-hitungan hari dan tanggal sebagai sarana kecocokan terhadap penghuni rumahnya. Karena hal tersebut dan akibat dari pembelajaran sejarah terdahulunya, maka mereka membuat Rumah seakan-akan memiliki nyawa, sehingga mereka membuat keseluruhan Rumah menggunakan sistim knockdown dan hal ini menjadikan rumah dapat dipindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Hal tersebut dimungkinkan, karena material kayu pada dahulu kala sangat banyak dan sangat bagus sebagai rumah tinggal. Keseluruhan sambungan konstruksinya dapat dilepas dan disatukan kembali tanpa merusak bentuk dan keindahan rumahnya. Hal itu terbukti, bahwa sampai saat ini banyak peninggalan rumah-rumah Jawa seperti Rumah Limasan dan Rumah Joglo masih berdiri tegak dan masih diperbaharui pembuatannya.

Rumah Limasan memiliki sistim struktur knockdown yang sangat simple, sehingga sistim struktur ini masih dipakai sampai saat ini. Sambungan-sambungan kayu di perkuat dengan sistim sundhuk, sehingga kelenturan daya elastisitas material kayu dapat memberikan gerakan-gerakan tertentu yang dapat meredam getaran atau goncangan akibat dari pergeseran tanah atau gempa bumi. Hal ini dimungkinkan karena mereka belajar dari nenek moyang terdahulu yang sudah merasakan bahaya gempa bumi terhadap bangunan. Pembelajaran sistim sederhana ini harus dilestarikan sebagai nilai sejarah dan nilai estetika struktur yang harus dikembangkan sebagai sistim-sistim yang lebih modern.


Rumah mbah putri sangat mengesankanku karena bentuk bangunannya yang anggun, luas dan tinggi serta terbuka dengan pintu-pintu dan jendela-jendela yang banyak dan lebar, hampir tanpa sekat kecuali tiga ruangan tradisional yang dinamakan sentong kiri tengah dan kanan. Ruangan itu dibiarkan agak gelap dan jarang dibuka pintunya, di dalamnya disimpan hasil bumi yang menjadi barang dagangan mbah putri. Padi disimpan di lumbung, semacam bangunan panggung kecil tersendiri. Menurut budaya Jawa di ruang gelap yang dinamakan sentong itulah Dewi Sri lambang kesuburan dan kemakmuran bersemayam.

Secara keseluruhan rumah mbah putri terdiri dari tiga bagian bangunan yang terpisah fungsinya namun disatukan oleh saluran air hujan dari atap yang dinamakan talang. Bagian depan dinamakan pendopo adalah tempat menerima tamu dan tempat mengadakan keramaian seperti mementaskan wayang kulit sehingga ada bagian yang dinamakan pringgitan (tempat wayang). Rumah utama berada di belakang pendopo dan berfungsi sebagai tempat tinggal dengan balai-balai dipan dan tempat tidur berkelambu mbah putri. Soko guru dari rumah utama dihiasai kepala menjangan terbuat dari kayu. Tepat ditengahnya tergantung lampu antic dari perunggu berukir dengan tudung putih yang menghasilkan warna teduh pada saat dinyalakan di malam hari. Di meja besar di bawah lampu itulah biasanya kami berkumpul . Bagian terakhir adalah rumah samping kanan yang berfungsi sebagai dapur, lumbung padi dan tempat menumbuk padi jika ingin menanak nasi. Lumbung mbah putri selalu terisi padi setiap waktu. Lumbung itu seringkali kujadikan tempat sembunyi jika ingin menyendiri atau tak mau diganggu.

Setiap aku berlibur ke desa, maka rumah mbah putri adalah tujuanku. Rumah itu seperti sebuah lambang kemakmuran karena rumah itu selalu menjadi tujuan orang yang memerlukan bantuan mbah putri. Di rumah itu boleh dikatakan tidak pernah kekurangan mungkin karena mbah putri pandai mengatur ekonomi keluarga. Ada dua orang cucu mbah putri yang tinggal di sana menemani mbah putri, keduanya perempuan dan hingga sekarang menjadi pedagang yang relative sukses di perantauan.

Di halaman rumah mbah putri ada sumur gali yang dalam dan berair jernih, yang tak pernah kering meski di musim kemarau panjang sekalipun. Sumur itu dibuat ketika bapak menikah dengan ibu dan hingga sekarang menjadi sumber air bagi rumah-rumah di sekitarnya. Dulu setiap pagi dan sore hari orang-orang datang menimba air di situ untuk mandi cuci atau dibawa ke rumah untuk persedian air minum mereka. Sekarang tetangga sekitar membuat saluran air dengan pipa plastik dan menyedot air sumur itu dengan pompa bertenaga listrik.

Di malam hari, apabila cuaca cerah dan bulan bersinar, mbah putri, kemenakan dan cucu-cucu berkumpul di halaman beralas tikar pandan, mereka semua bernyanyi dan bermain hingga larut malam.

Kini mbah putri telah tiada. Aku menyesal tidak melihatnya di antar ke pemakaman. Rumah limas an mbah putri sudah dijual dan sekarang berpindah ke jalan desa utama, nampak masi kokoh dan indah. Di lahan tempat rumah putri tinggal kini tegak berdiri rumah batu milik mas Karno, masih terbilang keluarga kami, yang sekarang menjadi lurah atau kepala desa untuk periode yang kedua. Meski demikian sumur itu masih ada di sana karena memang tidak mungkin dijual atau dipindahkan. Di dekat sumur kini berdiri sebuah surau atau musholla yang dibangun mas Karno memang seorang alim yang merupakan guru agama di sekolah.

Sekarang jika aku sesekali berkunjung ke Tulakan aku menyempatkan mengunjungi rumah mas Karno itu. Pohon sawo putih masih ada di halaman, juga pohon jengkol di dekat sumur.
Di tempat itulah dulu mbah putri bermukim, kini menjadi kediaman mas Karno yang menjadi lurah. Bulik Narni (kemenakan mbah Putri) mengatakan bahwa tempat itu memang ditakdirkan jadi kediaman lurah. Dulu mbah kakung menjadi bayan di tempat itu, kemudian bapak menjadi calon lurah yang hanya memperoleh urutan suara kedua, sekarang mas Karno menjadi lurah untuk yang masa baktinya yang kedua. Orang-orang di desa Tulakan percaya pulung ada di tempat itu.

2 komentar: