Rabu, 27 April 2011

Berziarah Ke Blitar


Ir Sukarno



Logo Kota Blitar










BLITAR adalah sebuah tempat yang istimewa bagi bangsa Indonesia, terlebih bagi para pengagum dan pengikut Bung Karno, karena di kota inilah terletak makam Bung Karno. Pada bulan Juni dan Juli kota ini menjadi ramai oleh para peziarah. kota ini juga disebut sebagai Kota PETA (Pembela Tanah Air) karena di bawah kepimpinanan Suprijadi, Laskar PETA melakukan perlawanan terhadap Jepang untuk pertama kalinya pada tanggal 14 Februari 1945 yang menginspirasi timbulnya perlawanan di daerah lain. Wakil Presiden Republik Indonesia, Boediono; Panglima TNI, Laksamana Agus Suhartono; dan Wakil Ketua KPK, Mochammad Jasin, lahir dan dibesarkan di kota ini. Ketiganya merupakan alumni SMP Negeri 1 Blitar dan SMA Negeri 1 Blitar. Puteri Indonesia 2007, Putri Raemawasti, lahir dan dibesarkan di kota ini. Produsen pesawat berkebangsaan Belanda-Amerika Serikat, Anthony Fokker, lahir di Blitar.



Supriyadi









Pada tahun 1997-an aku bersama-sama kawan-kawan seperjuangan berangkat dari Bandung menuju Blitar dengan menggunaan bus sewaan. Biaya sewa kami peroleh secaran patungan. Bus yang kami gunakan adalah Primajasa, tarif sewanya lebih murah karena aku memperoleh potongan harga melalui haji Eman tetangga belakangan rumahku. (Almarhum adalah seorang pengagum Bung Karno yang kemudian bergiat di PAN meskipun belakangan menjadi anggota PDI Perjuangan).

Boediono




Putri Raemaswati













M Jasin











Agus Suhartono


















Rombongan kami sekitar 50 orang terdiri dari para pengurus partai tingkat kabupaten, kecamatan, desa juga para anggota dan simpatisan. Kami berangkat dari Solokan Jeruk (Bandung) malam hari melalui Yogyakarta, Solo, Madiun, Kediri dan tiba di Blitar kurang lebih pukul 10 siang keesokan harinya. Di sana kami bertemu dengan teman-teman dari Jawa
Barat, Jakarta dan provinsi-provinsi lain.



Istana Gebang (Kediaman Keluarga Sukarno)






Siang itu kota Blitar ramai oleh para pendatang dari seluruh penjuru Indonesia. Pengamanan kota pun tidak seperti biasanya. Tentara dan polisi berjaga-jaga di mana-mana dengan senjata lengkap. Panser disiapkan di tengan-tengah kota. Pusat dari keramaian adalah sebuah rumah di kota Blitar, rumah keluarga Sukarno. Rumah itu dikenal dengan Istana Gebang atau lebih dikenal dengan sebutan Ndalem Gebang, merupakan rumah tempat tinggal orang tua Bung Karno. Istana ini bertempat di Jl. Sultan Agung 69. Rumah itu besar dengan arsitektur yang menarik. Halamannya adalah padang rumput luas. Gambar Bung Karno dalam ukuran besar sudah di pasang di halaman tersebut. Orang-orang lalu lalang. Mereka penasaran untuk memasuki rumah Sukarno yang berfungsi seperti museum meskipun masih dihuni oleh Ibu Wardoyo, kakak perempuan Bung Karno. Kami pun berkunjung ke rumah itu, berkeliling mulai dari ruang depan, melihat kamar-kamar dan peninggalan-peninggalan Bung Karno. Tidak lupa berfoto-foto tentunya. Di rumah itulah Bung Karno dibesarkan oleh kedua orang tuanya Sukemi dan I Gusti Nyoman Rai yang keturunan bangsawan dari Puri Singaraja Bali.

Pada malam harinya haul untuk Bung Karno digelar di halaman. Haul adalah acara memperingati wafatnya Bung Karno yang diisi dengan pengajian, tahlilan dan doa. Manusia tumpah ruah memenuhi tempat tersebut. Kiai-kiai NU (Nahdhatul Ulama) memberikan tausiyah (orasi) mengenang jasa-jasa Bung Karno dan sekaligus berdoa untuk sang proklamator. Seingatku yang memberikan tausiyah adalah Ketua NU Jawa Timur. Keluarga Sukarno memberikan sambutan dimulai dari Rachmawati dan kemudian Megawati. Ketika Megawati berpidato, suasana menjadi riun rendah, maklum ketika itu Megawati sudah menjadi symbol perlawanan terhadap Orde Baru sekaligus pemimpin wong cilik.



Makam Bung Karno





Keesokan harinya kami berziarah ke makam Bung Karno di Bendo Gerit. Dengan dispensasi khusus kami bisa memasuki joglo yang berdinding kaca. Kami berdoa untuk Bung Karno agar arwahnya diberi tempat yang mulia di sisi Allah SWT sesuai dengan pengorbanan yang telah beliau berikan untuk nusa dan bangsa.

Bung Karno dimakamkan di Bendo Gerit atas keinginan Suharto, Bung Karno sendiri nampaknya lebih ingin dimakamkan di tanah Pasundan seperti wasiatnya yang bisa kita ketahui di dalam autobiografi Bung Karno “Penyambung Lidah Rakyat” yang ditulis Cindy Adam. Ratna Sari Dewi berpendapat bahwa Bung Karno ingin dimakamkan di Batutulis Bogor, tapi ada pula yang berpendapat Bung Karno ingin dimakamkan di Taman Pahlawan Cikutra Bandung. Di sana sudah disediakan lahan untuk makam Bung Karno ditandai dengan pohon beringin yang rindang. Belakangan memang muncul wacana dari Guruh Sukarnoputra yang ingin memindahkan makam Bung Karno dari Blitar ke Bogor atau Jakarta, tetapi warga Blitar dengan keras menolak keinginan keluarga Bung Karno tersebut.

Warga Blitar memang bangga kotanya menjadi tempat tinggal dan sekaligus makam Bung Karno. Kota yang sepi itu pun mendapat berkah dari nama besar Bung Karno. Banyak orang mendapatkan rejeki dari keberadaan sang proklamator, terutama para pedagang kecil pedagang cindera mata, losmen dan warung-warung.

Setelah berziarah kami menyempatkan diri melihat Candi Penataran, sebuah candi peninggalan Majapahit, di luar kota Blitar. Setelah puas berkeliling melihat-lihat kemegahan dan keindahan candi kamipun meninggalkan Blitar melalui Kediri, Tulungagung, Trenggalek, Ponorogo, Wonogiri dan akhirnya tiba di Solo sekitar pukul tujuh malam. kami beristirahat sejenak di kota itu. Aku menyempatkan diri berkeliling keraton Mangkunegaran dengan menggunakan becak.



Malioboro



Parang Tritis


Pukul 21.00 kami tiba di Yogyakarta. Rombongan sempat berjalan-jalan di Malioboro menikmati keramaian Yogya di waktu malam. dari Malioboro kami ke Parangtritis. Teman-teman sempat bermain sepakbola di tepi pantai dalam kegelapan. Kami semua tertawa-tawa bahagia melepaskan diri dari segala beban kehidupan, sebelum akhirnya meningalkan tempat itu menuju Bandung.
Alhamdulillah kami tiba dengan selamat di Bandung keesokan harinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar