Rabu, 21 September 2011

Ke Tanah Suci










Jamaah Haji (Koleksi Topenmuseum, Belanda)






Keinginanku untuk melaksanakan ibadah haji sudah muncul sejak lama. Pada tahun 1995 aku pernah ditawari mengikuti ibadah haji dari instansi tempatku berkhidmat pada masyarakat. Namun karena ketika itu ada teman yang lebih senior ingin pula berangkat maka aku pun mengalah. Hal ini terulang untuk tahun berikutnya. Maka akupun melupakan keinginan itu karena situasi di era menjelang reformasi memaksaku berkonsentrasi pada urusan-urusan politik. Allah telah memanggilku tapi belum mengizinkanku menginjakkan kaki di tanah suci.

Jalan menuju tanah suci terbuka kembali di tahun 2002. Ketika itu panitia musyawarah DPRD Provinsi Jawa Barat memutuskan memberi izin bagi beberapa anggota DPRD untuk melaksanakan ibadah haji. Kuota untuk setiap fraksi berbeda-beda berkorelasi positif dengan jumlah anggotanya. Fraksi PDI Perjuangan sebagai fraksi terbesar memperoleh kuota lima orang, yaitu Rahadi, Sutardi, Tarmudji, Iwan Fauzi, Pupu Danglar dan Dedi Hermansyah. Namun menjelang batas akhir pendaftaran ke Kandepag, Dedi Hermansyah mengundurkan diri karena tidak punya biaya untuk mengajak istrinya. Rudiharsa sebagai ketua fraksi menawarkan padaku untuk mengganti posisi Dedi tersebut, dan aku spontan menerimanya karena ketika itu aku punya uang di tabungan sejumlah Rp 50 juta, cukup untuk biaya ONH berdua dengan istriku. Maka akupun memperoleh izin dari lembaga untuk meninggalkan tugas selama kurang lebih satu setengah bulan.

Langkah pertama adalah mendaftarkan diri yang berjalan lancar karena dibantu Erna staf bagian umum. Proses ini antara lain adalah membayar ONH, menyiapkan paspor, cek kesehatan dan vaksinasi meningitis ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung serta mendaftarkan diri ke KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji).
Langkah kedua adalah mengikuti manasik haji bersama seluruh anggota dari fraksi-fraksi lain. Yang masih kuingat adalah Iswara, Tatang(FPG), Rahmat (FPPP), Dardiri (FPAN), …. (FAPBRI). Latihan manasik haji dilaksanakan di pondok pesantren Al Falah, Nagrek. Pembimbingnya KH Ahmad Syahid yang merupakan anggota DPRD dari FPG. Latihan manasik setiap hari sabtu dan berlangsung kurang lebih satu bulan bersama-sama jamaah haji lainnya yang berasal dari Bandung dan Garut. Dalam latihan itu kami melakukan simulasi manasik haji seperti thowaf, sai, dan melempar jumrah sambil membaca doa-doa yang bukunya disiapkan Depag dan kami gantungkan di leher dengan seutas tali terbuat dari benang yang dipintal.
Langkah ketiga adalah menyiapkan keberangkatan. Pimpinan DPRD membuat sebuah acara pelepasan di lobby gedung DPRD dengan mengundang seratus anggota DPRD. Seorang ustadz memberikan tausiyah (ceramah) berkenaan dengan hikmah ibadah haji kemudian kami para jamaah haji berjajar di depan untuk memperoleh salam, doa restu dan ciuman dari para anggota Dewan. Usai acara pelepasan di Dewan, kami bersiap-siap untuk diberangkatkan dari ponpes Al Falah. Kami masing-masing memperoleh pelbagai macam perlengkapan seperti koper, tas tangan, kain ihram, jaket, paspor, gelang pengenal, jas, dll.
Sebelum hari H, kami mengadakan pengajian yang diikuti ibu-ibu majlis ta’lim masjid An Nuur Rancaekek di mana kami berdomisili sambil memohon maaf dan memohon doa restu dari para tentangga.
Godaan muncul ketika kami hendak meninggalkan rumah menuju ponpes Al Falah. Anak kami yang bungsu, Praja tiba-tiba jatuh sakit dan badannya panas. Kami menjadi gamang dan nyaris membatalkan kepergian istriku. Dengan memohon kemurahan Allah SWT dan meminta dukungan dari sanak keluarga, kami pun berketetapan hati berangkat berdua. Alhamdulillah Praja mau ditinggalkan.

Dari rumah kami menuju ponpes Al Falah. Keluarga dan tetangga seperti pak Nana, pak Said, pak Mulyono dan pak Indri ikut mengantar. Di Al Falah dilakukan zikir dan doa bersama. Kami para jamaah haji berangkat ke Jakarta dengan menggunakan bus malam itu. Keluarga pun kami tinggalkan dengan menyerahkan semuanya kepada Allah SWT. Saudara-saudara dan para tetangga berbaik hati menjaga ketiga anakku.
Malam itu juga kami tiba di asrama haji Jawa Barat di Bekasi untuk bermalam. Di sana dilakukan pula pelepasan oleh Gubernur Jawa Barat, Nuriana, yang didampingi para bupati dan walikota. Yani, adik perempuanku sempat berkunjung ke sana sebelum kami dan rombongan berangkat ke Asrama Haji Pondok Gede di Jakarta. Dari sana kami ke bandara Halim Perdanakusumah untuk selanjutnya diterbangkan ke Saudi Arabia dengan menggunakan Saudi Arabian Airlines.

Kami lepas landas malam hari. Penerbangan pun dimulai. Kami bersyukur memperoleh kenyamanan dan pelayanan yang baik selama dalam perjalanan. Pesawat yang kami tumpangi cukup mewah dan berteknologi tinggi. Kami bisa mengetahui posisi kami selama perjalanan dan bisa melihat pemandangan lautan maupun daratan yang ada di bawah kami. Pramugari yang melayani kami adalah wanita-wanita cantik Indonesia. Makanan dan minuman yang disajikan membuat kami merasa seperti melakukan liburan saja layaknya. Ibadah di era modern ini memang sangat nyaman, dengan tingkat kesulitan yang nyaris nol.

Menjelang pagi hari pesawat sudah memasuki jazirah Arabia seperti nampak pada layar monitor. Sepanjang perjalanan hanya padang pasir gersang berwarna coklat tua, hitam dan kemerahan. Subhanallah. Tak terbayangkan bagaimana manusia bisa hidup di tanah gersang dang tandus itu. Tapi maha besar Allah, dari jazirah kering itu lahir para nabi dan rasul yang membuat sejarah dan peradaban.

Sekitar jam tujuh atau delapan pagi kami mendarat di bandara King Abdul Azis (?) di Madinah yang terletak di tengah-tengah gurun pasir. Udara panas pun menyergap, menggantikan udara sejuk ber AC di dalam pesawat. Perjuangan pun dimulai. Kamipun berbaris mengantri di depan petugas imigrasi dan custom (bea cukai). Paspor dan barang bawaan diperiksa. Metal detector pun harus kami lewati. Sampai di halaman parkir hiruk pikuk pun mulai. Kami masuk ke dalam bus-bus tua yang telah disediakan. Koper-koper kami ditumpuk di atas atap bus. Perjalanan ke kota Madinatul Nabi dimulai dengan tujuan pertama adalah hotel tempat menginap selama beberapa hari. Menjelang siang kami tiba di tempat penginapan. Aku memperoleh satu kamar bersama lima orang jamaah lainnya. Ada fasilitas ac, teve, bath up dengan pemanas air, kulkas serta kompor listrik.

Setelah beristirahat sebentar dan membersihkan diri kami langsung ke Masjid Nabawi . ternyata Hotel tempat kami menginap hanya sepelemparan batu jaraknya dari masjid nabawi jadi kami cukup berjalan kaki saja untuk mencapainya. Alhamdulillah kami telah sampai di masjid nabi.

Madinah berudara dingin dan kering ketika kami tiba di sana. Di malam hari udara membuat kami menggigil. Di siang haripun demikian. Kendati matahari bersinar terik, udara tetap dingin, sehingga banyak jamaah shalat di pelataran masjid sambil menghangatkan diri. Kombinasi udara dingin dan tiupan angin yang keras membuat kulit mongering dan bibir pecah-pecah. Kami harus menggunakan lotion untuk kulit dan lip glos untuk bibir. Di luar masalah udara, Madinah adalah kota yang menyenangkan.
Sepulang dari shalat Zuhur biasanya kami berjalan-jalan ke pusat kota yang dipenuhi jamaah dari seluruh dunia, yang menonjol adalah jamaah dari Turki karena menggunakan seragam warna kakhi dan selalu berjalan dalam rombongan besar. Kulit mereka bersih, campuran asia dan eropa, dengan tinggi badan s eperti layaknya orang Indonesia.

Madinah atau Madinah Al Munawwarah: مدينة رسول الله atau المدينه, (juga Madinat Rasul Allah, Madīnah an-Nabī) adalah kota utama di Arab Saudi. Merupakan kota yang ramai diziarahi atau dikunjungi oleh kaum Muslimin. Di sana terdapat Masjid Nabawi yang memiliki pahala dan keutamaan bagi kaum Muslimin. Dewasa ini, penduduknya sekitar 600.000 jiwa. Bagi umat Muslim kota ini dianggap sebagai kota suci kedua. Pada zaman Nabi Muhammad SAW, kota ini menjadi pusat dakwah, pengajaran dan pemerintahan Islam. Dari kota ini Islam menyebar ke seluruh jazirah Arabia lalu ke seluruh dunia.

Wikipedia menyebutkan bahwa : Pada masa sebelum Islam berkembang, kota Madinah bernama Yatsrib, dikenal sebagai pusat perdagangan. Kemudian ketika Nabi Muhammad SAW hijrah dariMekkah, kota ini diganti namanya menjadi Madinah sebagai pusat perkembangan Islam sampai beliau wafat dan dimakamkan di sana. Selanjutnya kota ini menjadi pusat kekhalifahan sebagai penerus Nabi Muhammad. Terdapat tiga khalifah yang memerintah dari kota ini yakni Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan. Pada masa Ali bin Abi Thalib pemerintahan dipindahkan ke Kufah di Irak karena terjadi gejolak politik akibat terbunuhnya khalifah Utsman oleh kaum pemberontak. Selanjutnya ketika kekuasaan beralih kepada bani Umayyah, maka pemerintahan dipindahkan ke Damaskus dan ketika pemerintahan berpindah kepada bani Abassiyah, pemerintahan dipindahkan ke kota Baghdad. Pada masa Nabi Muhammad SAW, penduduk kota Madinah adalah orang yang beragama Islam dan orang Yahudi yang dilindungi keberadaannya. Namun karena pengkhianatan yang dilakukan terhadap penduduk Madinah ketika perang Ahzab, maka kaum Yahudi diusir ke luar Madinah.Kini Madinah bersama kota suci Mekkah berada di bawah pelayanan pemerintah kerajaan Arab Saudi.

Kami memperoleh living cost yang diambil dari ONH yang kami bayarkan ke pemerintah selaku penyelenggara haji. Living cost tersebut cukup untuk membeli makan minum serta perlengakapan mandi seperti sabun, pasta gigi dan samphoo. Karena itu aku dan istriku biasanya makan berpindah-pindah dari satu restoran ke restoran yang lain dari satu menu ke menu yang lain. Ini adalah seperti wisata kuliner jadinya. Kami makan makanan Pakistan, Arab, Turki dll yang intinya terdiri dari roti atau nasi serta daging entah itu daging ayam kambing atau sapi. Meski sedikit, Adapula restoran Indonesia dan ada pula yang menyediakan bakso.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar