Minggu, 09 Desember 2012

Safari Gurun


Gurun Pasir di Dubai Tempat Bersafari


Holidays in Dubai don’t end with the sun going down and there ia an energetic and cosmopolitant feel about the many different nightspots that Dubai has to offer (Discover Dubai, November 2006).

Selama pameran di  Index 2006, banyak waktu di sela-sela tugas yang bisa dimanfaatkan untuk mengenali sisi-sisi unik di sekitar Dubai baik sendirian maupun bersama kawan-kawan.  Kesempatan pertama menemani ibu gubernur dan ibu-ibu pejabat yang lain shopping  tentu saja.  Tempat yang masih kuingat adalah gold shouk  atau toko emas.  Ini adalah sebuah pusat perdagangan emas paling besar di Dubai mungkin juga di dunia. Segala macam perhiasan terutama dari emas dari pelbagai negara  dengan anekaragam rancangan yang terindah ada di situ.  Aku dan Is sempat menyempatkan melihat satu dua toko. Tidak seperti toko  emas  di sekitar alun-alun Bandung, toko di sana ada beberapa lantai dengan bangunan serta interior megah serta nyaman. Manajer dan pramuniaganya tampan dan cantik, fashionable, profesional  dan ramah tamah. Pelayanannya tingkat tinggi, mungkin juga karena tahu yang berbelanja adalah very important person.  Kebanyakan manajer toko berasal dari India yang berbicara bahasa Inggris dengan aksen khas. Perhiasan yang dijual banyak dari negara-negara Eropa terutama Italia. Orang-orang India dikenal sebagai pekerja kelas menengah di Dubai. Setelah beberapa waktu bekerja dengan penghasilan yang lebih dari cukup, mereka kembali ke negaranya dan membuka bisnis secara mandiri. Kusebut itu Strategi India.

Kesempatan kedua adalah mengunjungi sebuah pub . Mulanya kami mengobrol di lobby hotel ketika malam mulai larut tapi kantuk belum datang, kemudian bersama bupati Cirebon dan pejabat Bank Jabar cabang Cirebon kami menaiki lift beberapa lantai ingin melihat nightlife di Dubai. Di lantai sekian hotel tempat kami menginap ada pub Rusia yang bernama Troyka. Ke situlah kami pergi. Sekitar tengah malam ketika itu. Dengan membayar beberapa dirham kami pun memperoleh meja.  Kami makan minum dengan menu Rusia dan Eropa. Alkohol juga tersedia tapi aku minum soft drink saja. Meskipun pub Rusia pengunjung bisa dari Rusia, Eropa atau negara lain seperti kami. Orang Arab banyak juga karena mudah dikenali  dari fisik dan pakaian mereka. Pengunjung larut dalam kegembiraan mendengarkan musik dan tari Rusia. Para petugas, pelayan, pemusik, penyanyi dan penari menggunakan pakaian khas Rusia.  Kami menikmati jamuan menikmati pertunjukan dan “menonton orang-orang”  sampai menjelang pub ditutup.

Kesempatan ketiga adalah mengikuti Desert Safari. Saat para eksekutif bermain golf aku dan  Is mencari acara sendiri, menikmati petualangan di gurun di luar kota Dubai.  Ada banyak perusahaan travel dan turisme yang menyelenggarakan paket Desert Safari. Rata-rata bertarif DHS 160 atau sekitar US $ 50 per orang.   Acara pertama adalah dune bashing, berkendara dilautan  gunungan pasir dengan  mobil sport khusus cruisher 4x4. Kami boleh menjajal mengemudi sendiri di   padang pasir, tapi tentu  saja memerlukan ketrampilan khusus. Menjelang  malam kami tiba di perkampungan Arab untuk dinner buffet (makan malam) ala padang pasir.  Deretan makanan ala Arab tersedia di meja saji yang panjang, penuh dengan  pelbagai jenis masakan dari daging penuh dengan rempah-rempah yang terasa aneh di mulutku. Kemudian sambil bersantai di atas permadani,  kami dipersilakan menikmati shisha (merokok ala Arab dengan mengisapnya melalui pipa panjang) dan menyaksikan belly dancing (tari perut) bersama para pelancong lain yang kebanyakan bule.  sementara bintang-bintang bertaburan di  langit. maka terbayanglah olehku kehidupan suku-suku Badewi  dan  para raja  mereka.  

Sabtu, 27 Oktober 2012

Bertemu Pak Dubes RI Untuk UEA


Kemegahan Dubai



Hari kedua di Dubai. Selasa, 7 November 2006. Pagi-pagi benar kami berangkat bersama menuju lokasi Index Dubai 2006. Sebagai pintu gerbang Timur Tengah ke Eropa dan Afrika, Dubai memiliki banyak event pameran perdagangan tingkat dunia. Index Dubai 2006 diselenggarakan di Dubai International Convention and Exhibition Centre. Pada tahun 2006 Index diikuti oleh 1700 perusahaan dan 53 paviliun negara peserta termasuk Indonesia. pameran difokuskan pada industri interior termasuk di dalamnya furniture, flooring, lighting, textiles, wall covering dan accessories.

Index Dubai 2006 digelar oleh dmg world media, sebuah event organizer papan atas yang sukses menyelenggarakan pelbagai pameran di Bahrain, India dan Dubai. Selain menyelenggarakan pameran dmg world media juga menerbitkan Gulf Interiors, sebuah majalah perdagangan interior regional yang dihormati di Timur Tengah. Dalam sebuah terbitan pameran (show news), Guy Roukaerts, editor Gulf Interior bicara tentang perubahan selera di bidang interior, gaya lokal dan apa yang belum diperhatikan di tingkat lokal. Diapun memberikan nasihat praktis bagi perusahaan interior yang ingin memasuki pasar Timur Tengah: “I’d like to say three things : research, research and research.”

Pameran dibuka oleh Sheikh Muhammad dan dihadiri oleh para duta besar dan perwakilan negara peserta. kami mengunjungi paviliun Indonesia. di paviliun itulah beberapa pengusaha dan pengrajin Jawa Barat memamerkan karya terbaik mereka. Pak Wahid, Dutabesar RI untuk Uni Emirat Arab yang berkedudukan di Qatar mengunjungi stand Jawa Barat dan cukup lama berkeliling memperhatikan produk yang ditawarkan sambil bercakap-cakap dengan para penjaga stand maupun pengusaha. Kang Bachtiar dari TVRI Jawa Barat mengabadikan momen-momen berharga tersebut, tidak lupa pula membuat wawancara dengan Dubes, disaksikan Gubernur Dany Setiawan, Ketua DPRD HAM Ruslan serta anggota Komisi B : MQ Iswara dan aku, juga bupati Cirebon Dedi Supardi, serta Kadis Indag Agustiar serta Kabiro Umum Kohar. Nampak terkesan dengan penampilan stand Jawa Barat di paviliun Indonesia serta suasana kekeluargaaan saat beramahtamah, Dubes mengundang kami untuk makan siang.Siang itu jadilah kami makan siang di sebuah rumah makan. Aku tidak ingat lagi di rumah makan apa. Pak Dubes berbicara banyak mengenai peluang usaha di Timur Tengah dan upayanya mengundang para investor ke Indonesia. di luar masalah ekonomi, masalah yang banyak dibicarakan adalah mengenai masalah tenaga kerja Indonesia di Timur Tengah.

Keesokan harinya kami bertemu lagi dengan pak Dubes. Kali ini kami menghadiri pertemuan antara Dubes dengan masyarakat Indonesia di Dubai, bertempat di sebuah hotel. Para pejabat perwakilah KBRI di Dubai hadir. Senang sekali bertemu dengan banyak saudara dari Indonesia nun jauh di sana di Dubai. Pertemuan berlangsung hingga larut malam diselingi dengan sambutan-sambutan serta musik sebagai hiburan.

Sebelum kembali ke Qatar pak Wahid masih berkesempatan mengunjungi kami di tempat kami menginap. Pada pertemuan sambil sarapan pagi ini kami sempat berbincang-bin cang lebih santai dan aku sempat bertukar kartu nama. Dia bercerita mengenai masa jabatannya yang akan berakhir dan kemungkinannya untuk menduduki sebuah posisi memimpin lembaga yang mengurusi tenaga kerja setingkat departemen. Dia pun bercerita mengenai keinginannya memiliki sebuah rumah di Bandung jika nantinya kembali ke Indonesia. (belakangalembaga yang dimaksudkannya ternyata dipimpin oleh Jumhur Hidayat, sedangkan pak Wahid kemudian menjadi staf ahli Menteri Tenaga Kerja).

Dubai Permata di Teluk Persia

Pemandangan Lepas Pantai Dubai

Hari telah pagi ketika Emirates yang membawaku dari Bandara Soekarno-Hatta mendarat di Dubai dengan mulus di paruh pertam November tahun 2006. Bersama para penumpang bergegas menuju terminal yang megah dan upacara kedatangan pun dimulai : mencari toilet untuk sekedar membersihkan dan merapikan diri, berjalan menuju ke loket petugas imigrasi yang memeriksa paspor serta visa kemudian memberi cap izin masuk, melewati gerbang metal detector, dan kemudian menuju tempat kedatangan bagasi. Sejenak tas pakaian ditemukan, dengan sigap kuambil dan kuletakkan di troley lalu menuju ke tempat parkir. Mobil jemputan sudah menunggu dengan sang pemandu. Kamipun menuju hotel. Di hotel pertama yang kami datangi, aku dan Iswara tidak memperoleh kamar, maka kamipun dipindahkan ke hotel lain di mana gubernur dan rombongan menginap.  

Acara pertama adalah mandi, berdandan dan sarapan pagi kemudian melakukan city tour mengunjungi tempat-tempat yang menarik seperti stadion olah raga, pelabuha n laut tradisional yang rapih dan bersih,pasar barang antik, selanjutnya meninjau mal Ibnu Batutah. Yang menarik perhatianku ketika memasuki gerbang mal adalah adanya serumpun pohon pisang sebagai elemen taman. Betapa berharga dan bernilainya pohon pisang itu, sementara di negriku pohon pisang biasanya ditanam di bagian belakang rumah tanpa perhatian perawatan yang cukup.
Mal Ibnu Batutah mengambil tema pelayaran. Ibnu Batutah diambil dari nama seorang pelaut ulung dan penjelajah Maroko yang tercatat dalam sejarah pernah melancong ke Nusantara di masa awal kerajaan Islam di masa Majapahit. Sebuah replika kapal yang digunakan Ibnu Batutah diletakkan di tengah-tengah mal, dilengkapi dengan segala pernak-pernik kelautan dan pelayaran sehingga sejarah kebesaran dan keagungan Ibnu Batutah terasa kehadirannya. Sehinggal mal tidak hanya berfungsi sebagai tempat belanja melainkan menjadi sarana pendidikan bagi masyarakat.

Kota Dubai sedang bergegas berdandan. Menara-menara jangkung mengejar super ketinggian, jalan-jalan lebar dan lurus, taman-taman indah, mal dengan ukuran raksasa segera menyergap pandangan. Padang pasir telah disulap oleh ilmu dan teknologi menjadi kota kosmopolitan yang tidak lagi menyisakan suasan timur tengah kecuali rambu-rambu lalu lintas dan gamis yang dikenakan orang-orang Arab.

Suasana kosmopolitan Dubai bisa dirasakan dari modernisasi yang sedang berjalan.Pembangunan infrastruktur dan property tumbuh sangat pesat dengan tingkat kecanggihan rekayasa dan rancang bangun yang berkelas dunia. Mereka membangunan bangunan tertinggi di dunia, membuat kamar-kamar hotel dibawah laut, membuat pulau-pulau hunian bak permata yang bertaburan. Orang-orang asing pun bebas beraktivitas di sana: yang menonjol adalah orang-orang Eropa, Amerika dan India. Bioskop-bioskop dipenuhi film-film India.

Dubai adalah salah satu negara yang bergabung dalam Uni Emirat Arab (UEA) bersama dengan Abu Dhabi , Sharja, Ajman, Umm al Qaiwan, Ras al Khaima dan Fujaira. Negara-negara ini memiliki kekayaan yang melimpah karena memiliki pendapatan besar dari minyak bumi. Ibukota UEA terletak di Abu Dhabi tapi bintang yang bersinar cemerlang adalah Dubai yang dipimpin oleh seorang syeikh. Dulunya wilayah ini dikenal sebagai Pantai Perompak karena menjadi tempat pertemuan para perompak.

Penduduk Dubai masih memiliki tradisi yang dipertahankan yaitu bergembira di hari Jumat setelah melaksanakan shalat Jumat. Mereka berkumpul di pacuan onta untuk menyaksikan perlombaan balap onta. Di tempat inilah suasana timur tengah benar-benar terasa.

Kamis, 20 September 2012

Emirates


Dubai 


Suatu saat Sely Andriana Gantina menelponku. Inti dari pembicaraan di telpon adalah mengenai keputusan rapat di Komisi B siang itu yang memutuskan agar aku dan MQ Iswara berangkat ke Dubai. Tentu saja aku terkejut dan setengah tidak percaya karena tidak pernah terbayangkan aku akan ke sana. Sampat saat itu perjalananku yang terjauh ke Timur Tengah adalah ke Saudi Arabia, itupun dalam rangka menjalankan ibadah haji.  Ada apa dengan Dubai ? Ternyata  Pemerintah provinsi Jawa Barat dalam hal ini Dinas Perindustrian dan Perdagangan akan mengikutsertakan beberapa pengusaha furnitur dari Ciayumajakuning (Cirebon Indramayu Majalengka dan Kuningan) dalam Index  2006, suatu pameran perdagangan internasional di Dubai.  Dalam rangka itulah aku ke sana.

Tanggal 3 November 2006 kami berangkat dari Dekranasda (Dewan Kerajinan Nasional Daerah) Jawa Barat di JalanDago menuju bandara internasional Soekarno Hatta dengan menggunakan bis carteran.  Dalam rombongan ada Agustiar (Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan ) dengan beberapa pejabat di bawahnya,  Kohar seorang Kepala Biro di Gedung Sate, Gatot Tjahjono perwakilan dari Kadin (Kamar Dagang dan Industri) Jawa Barat dan beberapa pengusaha rotan serta furnitur yang hampir semuanya baru kukenal saat itu. Hanya satu yang sudah kukenal agak lama yaitu  Sobur Koswara (aku biasa memanggilnya Kang Sobur), dia memiliki satu dua pabrik, showroom dan gudang furnitur rotan di Cirebon. Setahuku dia itu juga seorang PNS di Dinas Perindustrian Cirebon.  Produk furnitur rotannya diekspor ke Eropa, AS dan Jepang. Disainnya sangat bagus dan kontemporer, sayang produk-produk itu tidak bisa dijumpai di pasar lokal. 

Menjelang malam kami tiba di bandara.  Karena pesawat Emirates yang akan membawa kami ke Dubai baru akan berangkat menjelang tengah malam maka kami semua menunggu di lounge sambil minum secangkir kopi atau teh dan menikmati kudapan.  Pada saat itulah aku bercakap-cakap dengan para pelaku usaha furnitur, melihat brosur produk dan profil perusahaan mereka. Sungguh produk mereka yang mereka hasilkan sangat bagus. Bahan bakunya tidak terbatas pada rotan, karena ada yang terbuat dari kayu dan serat eceng gondok.  Sangat masuk akal kalau Dinas mengajak mereka berpameran di Dubai yang memang menjadi pintu gerbang perdaganan ke kawasan Timur Tengah, Eropa dan Afrika.

Setelah satu atau dua jam menunggu di lounge, ada kabar kalau Dany Setiawan (Gubernur Jawa Barat) ada di ruang VIP,  maka aku dan Iswara pun menyambanginya. Ternyata di sana sudah ada Ruslan (Ketua DPRD Jawa Barat) dan Dedi Supardi (Bupati Cirebon).  Maka ramailah suasana di ruang VIP di lounge itu, apalagi sudah menjadi kebiasaan di masyarakat Jawa Barat untuk bersendagurau (hereuy) di antara pembicaraan serius.  Rasanya baru sekali ini aku mengikuti suatu perjalanan bersama orang nomor satu di Jawa Barat.  Nampaknya perjalanan keDubai ini akan menarik.

Menjelang tengah malam kami menju ruang tunggu bandara. Berjalan dari lounge ke ruang tunggu kami melewati beberapa gerai duty free shop yang menjual barang-barang berkualitas dan berselera.  Nyaman sekali berjalan-jalan di koridor bandara saat suasana mulai sepi. Lampu-lampu yang sangat terang menegaskan kemegahan interior bandara.  Bagaimanapun aku tergoda untuk melihat-lihat produk batik di salah satu gerai. Tiba-tiba saja terasa olehku betapa bagus batik-batik itu di sana. 
Kamipun harus melewati pemeriksaan petugas imigrasi yang memeriksa paspor dan kemudian memberi cap exit permit pada salah satu lembarannya.  Di samping itu kamipun harus melalu metal detector. Masih belum cukup, petugas bandara juga memeriksa  pakaian kami. Lolos dari itu semua baru kami bisa masuk ruang tunggu.  Kegiatan selanjutnya adalah boarding dengan terlebih dulu menyerahkan boarding pass pada petugas maskapai penerbangan.  Maka kamipun memasuki pesawat berbadan lebar setelah melalui garbarata.  Sekitar setengah jam kami menunggu di dalam pesawat sebelum kru pesawat mengatakan bahwa pesawat akan lepas landas. Pramugari memeriksa sabuk pengaman kami kemudian  mengajari cara menggunakan peralatan jika terjadi situasi darurat. Pilot menyapa melalui pengeras suara dan tidak lama kemudian pesawat bergerak meninggalkan apron menuju taxi way untuk kemudian take off (lepas landas).  Menuju Dubai...

Begitu lepas landas berjalan dengan mulus, kesibukan di pesawat mulai. Pramugari dan pramugara cantik ganteng berwajah Arab-Eropa mulai mendatangi penumpang dan menawarkan makan malam.  Akupun menikmati dan mensyukuri  makan malam yang lezat itu. Tidak lama kemudian akupun tertidur. Demikian juga para penumpang yang lain.  Aku tidak ingat apakah pesawat yang kami tumpangi transit di suatu tempat tertentu sebelum melanjutkan perjalanan ke Dubai.








Sabtu, 25 Agustus 2012

Batanghari


Candi Tinggi di Tepian Sungai Batanghari


SEKITAR tahun 2005  kami mendarat di bandara Sultan Thaha di kota Jambi.  Nama Sultan Thaha berasal dari nama pahlawan yang memimpin perlawanan terhadap Belanda (1855-1907). Kota Jambi merupakan  ibukota Provinsi Jambi. Sebagai ibukota, kota Jambi tidaklah begitu besar. Penduduknya berkisar   1 juta orang. Sebagian besar merupakan  orang Melayu , yakni Melayu Muda (Deutero Melayu) yang sudah mendapat pengaruh kebudayaan luar seperti kebudayaan Hindu, Islam, Eropa,  dll. Suku Melayu konon sudah ada di Jambi 3500 tahun sebelum Masehi. 

Suku-suku asal di Provinsi  Jambi ada tujuh di antaranya suku Kubu atau Anak Dalam dan Kerinci, Penghulu, Batin, Pindah,  Bajau dan Melayu. Suku Kubu Disebut Anak Dalam karena mereka tinggal di pedalaman, berpindah-pindah dan tersebar di hutan di daerah sungai Batanghari. Suku Kerinci berasal dari ras Proto Melayu (Melayu Tua) yang bermigrasi dari Hindia Belakang, melalui Sungai Batanghari kemudian tiba di Dataran Tinggi Kerinci.  Suku Penghulu berasal dari Minagkabau. Suku Batin berasal dari pegunungan di barat daya. Suku Ameng (Pindah) berasal dari Rawas.  Suku Bajau yang termasuk Proto Melayu disebut orang Laut karena tinggal di pantai. Tidak seperti suku-suku yang lain yang hidup bertani, suku Bajau hidup sebagai nelayan. 

Meskipun tergolong kota kecil Jambi memiliki kelebihan karena memiliki sungai Batanghari yang besar sehingga  Jambi memiliki pelabuhan di samping memiliki bandara. Dari Pelabuhan tersebut ribuan kapal keluar  mengangkut karet, kayu lapis, kayu gergajian dan hasil hutan lainnya. Panjang Sungai Batanghari mencapai 637 kilometer, berasal dari Gunung Kerinci (3.805 meter) di Provinsi Sumatra Barat dan bermuara di Selat Malaka. Kehidupan masyarakat berpusat di aliran sungai Batanghari dan anak-anak sungainya. aku sempat melayari sungai itu untuk merasakan aura kebesarannya,

Sungai Batanghari terancam pendangkalan, penyempitan dan polusi yang berasal dari limbah industri , limbah perkebunan, limbah rumah tangga maupun limbah yang berasal dari penggundulan hutan. Taman Nasional Kerinci Seblat yang terletak pada rangkaian pegunungan Bukit Barisan merupakan kawasan konservasi yang luasnya mencapai 1,5 juta hektar pun terancam keberadaannya sehingga berpengaruh terhadap kelestarian sungai Batanghari. Ji ka pendangkalan terus terjadi maka akses sejauh 150 km dari kota Jambi ke selat Malaka pun terancam karena kapal-kapal besar tidak akan lagi dapat berlayar ke hulu. 

Pada aliran sungai Batanghari ini dulu terdapat kerajaan besar Melayu (abad ke-tujuh) yang meninggal jejak kebesarannya berupa pelbagai bangunan candi Budha seperti Candi Muara Jambi, Candi Astano, Candi Tinggi, Candi Gumpung, Candi Kembar Batu, Candi Gedong, Candi Kedaton, dan Candi Kota Mahligai. Peziarah Budha dari Cina bernama I’tsing pernah tinggal selama dua bulan  di kerajaan Melayu yang berada di tepian Sungai Batanghari tersebut dalam perjalanannya dari  Sriwijaya ke India. Ketika pengaruh Sriwijaya memudar, kerajaan Melayu-Jambi mengambil alih posisi kepemimpinan politik di wilayah itu. “Pengembangan kerajaan dengan perekonomian yang cemerlang di pinggir lembah Batanghari, raja Melayu-Jambi memberi contoh atas kesiapan penduduk maritim menyesuaikan diri dengan perubahan perekonomian” (Pierre-Yves Manguin, 2002:102).

Para pemangku kepentingan menyadari peran penting Batanghari dan melakukan kerjasama untuk menyelamatkannya. Memang harus ada satu manajemen terpadu aliran sungai yang bersifat lintas sektoral dan lintas spasial.