Senin, 19 Maret 2012

Dari Belawan sampai Toba









Para pemimpin di Parapat pada era revolusi




Selama di Komisi B yang dipimpin oleh Hidayat dari F-PPP, Tety Kadi dari P-PG dan Maman Abdurahman dari F-PAN (masing-masing sebagai ketua, sekretaris dan wakil ketua), aku sempat mengikuti beberapa kunjungan ke beberapa provinsi lain untuk bertemu dengan para pejabat daerah dan pemangku kepentingan lainnya untuk mendiskusikan beberapa isu maupun masalah baik itu berkaitan dengan komisi maupun panitia khusus, seperti ke Sumatra Utara, Jambi, Riau atau Sumatra Selatan. kali ini aku ingin berbagi cerita tentang Belawan dan Toba.


Di Sumatra Utara kami berdiskusi mengenai masalah perikanan dan kondisi pelabuhan ikan tangkap ataupun TPI (tempat pelelangan ikan) dengan para pengelola pelabuhan Belawan di Medan dilanjutkan dengan melihat kondisi lapangan pelabuhan yang memang lebih baik dan lebih aktif dibandingkan dengan pelabuhan Cirebon maupun Pelabuhan Ratu. Kamipun sempat mengunjungi beberapa perkebunan kelapa sawit maupun pusat penelitian karet. Inovasi terus dilakukan dengan melakukan riset terus menerus untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas mereka. Mereka masih memiliki cukup lahan untuk perkebunan sementara di Jawa Barat lahan-lahan perkebunan semakin tergusur oleh kepentingan lain seperti untuk kawasan industry, perumahan, rekreasi, infrastruktur jalan tol dll.

Kamipun sempat mengunjungi Danau Toba untuk melihat usaha peternakan ikan dengan menggunakan keramba di Parapat. Kesempatan itupun kami gunakan untuk melihat objek dan fasilitas pariwisata seperti penginapan, sarana transportasi dll. Jarak dari Medan ke Danau Toba memang cukup jauh dan memakan waktu lebih dari enam jam melalui Pematang Siantar dan kota-kota lainnya. Supir-supir angkutan umum memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi, Nampak kurang berhati-hati dan tidak mengindahkan sopan santun di jalan raya.



Meskipun demikian kelelahan dan kengerian dalam perjalanan terobati dengan melihat Danau Toba yang indah permai. Hanya ada rasa takjub melihat fenomena alam yang sungguh luar biasa. Danau raksasa yang luas dikelilingi gunung-gunung yang menghijau dengan Pulau Samosir di tengahnya nampak seperti dunia impian yang menjadi kenyataan. Kami sempat berkeliling danau sekitar kota Parapat dengan menggunakan fery. Kamipun sempat mengunjungi wisma tempat Bung Karno dan pemimpin lainnya diasingkan oleh Belanda di masa revolusi. Tempatnya terletak di tepi danau dikelilingi oleh pohon-pohon tua yang besar dan rimbun. Ada gazebo di halaman di mana kita bisa melihat danau biru dan pulau Samosir di kejauhan.

Ketika kawan-kawan kembali ke Pulau Jawa, aku masih bertahan di Medan dan berencana ke Banca Aceh keesokan harinya. Jadi malam itu aku menginap di sebuah hotel yang dekat dengan bandara Polonia. Selepas isya aku menggunakan taksi menyusuri suatu tempat permukiman menjumpai sepupuku yang tinggal di sana karena mengikuti tugas suaminya sebagai anggota TNI AD yang bertugas di Aceh.

Senin, 12 Maret 2012

Pak/Bu Tani dan Masalahnya






Sawah yang menghijau di sebuah desa









Meskipun tidak begitu lama aku ditugaskan di Komisi B namun cukup bagiku untuk mengetahui pelbagai masalah perekonomian : pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan, kehutanan, perdagangan, perbankan dan pariwisata. kali ini masalah Pak/Bu Tani yang ingin kusampaikan pada para pembaca yang budiman.

Masalah pertanian yang menonjol adalah berkaitan dengan kesulitan petani untuk meningkatkan produktivitas karena keterbatasan ketrampilan, modal maupun teknologi. Masalah tersebut semakin kompleks karena land ownership (kepemilikan tanah) yang rendah yaitu sekitar 0,2 ha per petani. Tidak heran banyak petani sebenarnya tidak memiliki lahan untuk digarap, sehingga mereka menjadi buruh tani…kadang-kadang di lahan yang dulu merekia miliki. Kompleksitas semakin bertambah karena konflik kepentingan dalam tata ruang wilayah. Lahan-lahan subur di Jawa Barat terutama adalah lahan yang beririgasi baik yang memperoleh pasokan air dari beberapa bendungan besar: Saguling, Cirata, Jatiluhur, Jatitujuh dll dan karena lokasi tersebut memiliki infrastruktur yang baik maka investasi di bidang manufaktur sewaktu-waktu dapat menggusur dan menyingkirkan para petani dari lahan mereka. Pemerintah daerah seringkali bersifat mendua dan seringkali mengorbankan petani (pertanian), di satu sisi mereka mengatakan perlunya peningkatan produktivitas pertanian namun di sisi yang lain mereka memberi izin masuknya investasi di bidang manufaktur maupun perumahan di lahan-lahan pertanian (persawahan) yang subur.

Dalam kunjungan2 komisi B maupun reses fraksi PDI Perjuangan, aku bersama teman2 sekomisi maupun sefraksi dan biasanya ditemani para birokrat mengunjungi area persawahan, berdialog dengan kelompok tani, melihat bendungan dan saluran irigasi kadangkala hingga malam tiba dan rembulan muncul di atas pesawahan. Beberapa masalah yang sering dialami petani adalah keterbatasan saprodi (sarana produksi) seperti benih yang baik, pupuk dan obat-obatan. Biasanya pada saat dibutuhkan barang-barang tersebut sulit dijumpai di pasar dan mahal harganya. Hal itu karena adanya birokrasi dalam distribusi pupuk ditambah penyimpangan dalam penjualan pupuk bersubsidi. Pupuk bersubsidi yang seharusnya diperuntukkan untuk petani jatuh ke para pengusaha manufaktur. Lebih dari itu kadangkala petani membeli pupuk palsu atau pupuk oplosan. Meskipun modus operandinya tidak berubah dari tahun ke tahun akan tetapi para penegak hukum nampaknya tidak pernah benar-benar bisa mengatasinya. Masalah lainnya yang dialami adalah kurangnya modal usaha. Karena itu pihak perbankan khususnya Bank Jabar Banten (bank bjb) sebagai bank milik masyarakat Jawa Barat harus turun tangan menjalankan fungsi intermediasinya dengana menyedian kredit usaha pertanian tanpa agunan dan harus dengan bunga yang rendah.

Hal yang menggembirakan adalah adanya upaya-upaya dari pemerintah maupun kaum tani untuk mengembangkan pertanian alamiah (organic) dengan memanfaatkan kekayaan alam yang ada khususnya dalam pemupukan dan pemberantasan hama. Dengan demikian para petani tidak lagi tergantung pada industry fertilizer dan farmasi. Di samping itu para petani dapat menyelamatkan kesuburan tanah dan membebaskan pangan dari zat-zaqt kimia yang membahayakan tubuh. Produk hasil pertanian organic semakin meluas dan pemasarannyapun cukup bagus. Sayangnya produk tersebut baru bisa dinikmati kalangan berada karena harganya mahal.

Pokok-pokok pikiranku mengenai masalah-masalah pertanian biasanya kusuarakan di rapat-rapat paripurna Dewan dihadapan Gubernur. Akupun menyampaikannya melalui media cetak. Biasanya D. Gunadi dari Galamedia sering memuat pernyataan-pernyataan ku mengenai masalah pertanian dan perekonomian. Akupun menulis kolom di Kompas, Kontan ataupun Daily Investor mengenai masalah-masalah pertanian ini. Bagaimanapun pertanian harus mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah karena menyangkut ketahanan pangan di masa depan.

Kamis, 08 Maret 2012

Siapa Mendapat Apa






Gedung Merdeka













30 Agustus 2004. 100 anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dilantik di Gedung Merdeka Jl Asia Afrika Bandung oleh Gubernur (Dany Setiawan) –yang mewakili Mendagri – untuk masa bakti 2004-2009. Aku termasuk di dalamnya. Para anggota yang berasal dari pelbagai kota di Jawa Barat menginap di hotel Panghegar di Jalan Merdeka, dan pada pagi hari dijemput oleh panitia dengan menggunakan beberapa buah bus, masing-masing didampingi poleh pasangan hidupnya, istri atau suami. Anakku yang bungsu, yang ikut bersama kami menginap, kutinggal di hotel sendirian.

Pelantikan berlangsung kurang lebih satu sampai dua jam dan berakhir menjelang ten gah hari. Acara pelantikan diisi den gan sambutan dari pemerintah dan pembacaan surat keputusan Menteri Dalam Negri Republik Indonesia, pengambilan sumpah jabatan sesuai dengan agama masing-masing. Busana yang dikenakan para anggota Dewan yang laki-laki adalah PSL (pakaian sipil lengkap) yaitu setelah jas lengkap dasi dan kopiah, sedangkan bagi yang perempuan menggunakan kebaya. Para undangan (para pejabat daerah dan vertikal, agamawan, tokoh masyarakat yang dikenal dengan sebutan nohong, orsospol, ormas, veteran, mahasiswa/pemuda, LSM, PTN/PTS dll) juga menggunakan busana dengan dress code yang sama, kecuali yang berasal dari kalangan militer, mereka menggunakan seragam militer lengkap. Busana yang digunakan anggota Dewan disediakan oleh Sekretariat DPRD dan dibuat oleh penjahit yang memenangkan lelang. Aku sendiri tidak menggunakan seragam yang telah disediakan karena teman-teman sefraksi sepakat menolak menggunakannya dengan alasan hal tersebut tidak etis.

Usai pelantikan para anggota Dewan dibawa ke Gedung Sate di Jalan Diponegoro. Gubernur didampingi istrinya yang bertindak sebagai tuan rumah menjamu undangan dengan makan siang. Ruangan resepsi yang luas diisi dengan meja makan bundar yang bertaplak putih dan tiap meja berisi sekitar enam atau delapan kursi. Seingatku para undangan mengambil sendiri makanannya karena makanan disajikan dengan cara prasmanan. Aku terkesan dengan suasana yang terbangun oleh megahnya gedung peninggalan Belanda tersebut sehingga acara makan siang memang terasa menjadi istimewa. Sebelumnya, Gubernur dalam sambutannya mengucapkan terima kasih pada anggota Dewan periode 1999-2004 dan mengucapkan selamat datang pada anggota Dewan 2004-2005. Berbeda dengan periode sebelumnya di mana PDI Perjuangan menguasai 30% kursi DPRD disusul Golkar, PPP, PAN, PKB, PBB dan PK, kini komposisi itu berubah. Partai Golkar kini menguasai lebih dari 20% diikuti PDI Perjuangan, Partai Demokrat, PKS, PPP, PAN dan PKB. Gubernur yang berasal dari Partai Golkar tentu merasa lebih nyaman dengan perubahan peta politik di Jawa Barat tersebut.

Hari-hari pertama di Dewan diisi dengan rapat-rapat inter dan antar fraksi untuk berbagi posisi di Dewan. Siapa medapat apa dan bagaimana. Posisi yang diperebutkan adalah pimpinan Dewan khususnya Ketua. Di samping itu juga pimpinan Komisi dari A sampai E serta alat kelengkapan lainnya seperti Panitia Anggaran, Panitia Legislasi dan Badan Kehormatan. Karena itu hampir tiap hari ada lobby-lobby antar anggota fraksi di lobby-lobby hotel maupun rumah makan. Di Fraksi PDI Perjuangan ditetapkan Rudi Harsa Tanaya sebagai pimpinan Dewan dan Marudin Silalahi mantan kapolda Maluku sebagai ketua Komisi A yang membidangi pemerintahan, hukum, hankam, pertanahan, dan politik. Beberapa yang lain menjadi wakil atau sekretaris komisi. Aku ditempatkan sebagai anggota komisi B yang membidangi perekonomian dan ditempatkan di panitia anggaran. Setelah melalui lobby-lobby yang panjang ditetapkan Ruslan dari Partai Golkar sebagai Ketua Dewan; Rudi Harsa Tanaya dari PDI Perjuangan, Amin Suparmin dari PPP dan Ahmad Ruhiat sebagai Wakil Ketua Dewan. Ruslan, nama lengkapnya adalah H.M. Ruslan adalah mantan Pemimpin Redaksi harian “Pikiran Rakyat”, surat kabar terbesar di Jawa Barat. Rudi Harsa Tanaya adalah Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat. Amin Suparmin, pimpinan DPW PPP Jawa Barat, aku kenal dia sejak tahun 1997 saat sama-sama menjadi anggota DPRD Kabupaten Bandung. Ahmad Ruhiyat berasal dari Partai Keadilan Sejahtera.

Semua posisi di Dewan harus memiliki dasar hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. hak, kewajiban serta tatacara menjalankan kewenangannya harus diatur dalam Tata Tertib DPRD sehingga rapat-rapat awal diisi dengan membuat Tata Tertib tersebut. Tata tertib didasarkan pada Undang-undang mengenai Pemerintahan di Daerah yang sedang dalam transisi antara No 22 Tahun 1999 menjadi No 32 Tahun 2004. Rapat2 itu kadangkala berjalan panas dan kadangkala mengalami deadlock serta diwarnai adanya anggota yang WO (walk out), meskipun pada akhirnya Tata Tertib itu usai juga dibuat dan disahkan dalam sidang paripurna.

Sidang paripurna setelah penetapan Tata Tertib adalah pemilihan dan penetapan pimpinan Dewan. Calon-calon pimpinan dibuat dalam paket dan kemudian dipilih oleh anggota. Setelah pimpinan terpilih baru kemudian dilakukan penetapan pimpinan dan anggota alat kelengkapan Dewan secara lengkap. Pimpinan alat kelengkapan dewanpun di pilih di komisi maupun panitia masing-masing, diusahakan secara musyawarah untuk mencapai mufakat atau dikenal dengan aklamasi, tetapi jika tidak maka dipilih melalui pemungutan suara (voting). Pada umumnya pemilihan berjalan cepat dengan aklamasi karena sudah ada kesepakatan inter dan antra fraksi dalam lobby-lobby yang diselenggarakan sebelumnya.