Saat Dimas diterima kuliah di Fakultas Hukum Undip
aku menyempatkan diri ke Semarang, dan menginap di Hotel Dibya Puri. Hotel ini
milik salah satu BUMN. Bangunannya peninggalan Belanda dengan langgam
arsitektur Eropa. Sayang sekali hotel ini tidak terawat dengan baik sehingga
nampaknya sedikit yang berminat menginap di sana meski lokasinya berada di
tengah-tengah kota dekat dengan pusat perdagangan.
Usai dengan urusan Dimas di Undip aku mengajaknya
menyempatkan berjalan-jalan ke luar kota Semarang, bersama Ibu dan kang
Permadi. Tujuan pertama ke Demak. Jaraknya sekitar 30 km dari Semarang, melalui
jalan pantura atau yang dikenal sebagai Jalan Daendels. Sebelumnya aku pernah
menyusuri jalan ini sampai Gresik dan Surabaya. Saat itu aku berangkat dari
Bandung dan harus tiba di kantor wali kota Surabaya pagi hari untuk melakukan
studi soal transportasi umum di Surabaya. Yang kedua saat aku berbisnis furnitur
ke Jepara, pulangnya sempat singgah di Masjid Demak untuk shalat Isya dan makan
tongseng di kaki lima. Tongseng kambingnya memang enak. Yang ketiga saat
melakukan perjalan berdua dengan istriku ke Ngawi. Saat kembali pulang ke
Bandung melewati Cepu Blora Demak Semarang Cirebon.
Karena melihat
banyaknya peninggalan bersejarah di Demak maka aku ingin mengajak anakku untuk
melihatnya. Jadilah siang itu kami berangkat dari Semarang menuju Demak. Menjelang
waktu Dzuhur sampailah kami di Demak dan langsung menuju Masjid Agung Demak
yang tersohor itu. Setelah melaksanakan shalat mulailah kami menelusuri sejarah
Masjid Agung Demak sekaligus sejarah Kerajaan Demak dan tidak lupa menziarahi
makam para raja beserta keluarganya yang ada di lingkungan masjid.
1.
Sejarah Masjid Demak.
Menurut catatan sejarah, masjid Demak didirikan oleh
para wali sekitar tahun 1478 terkait
dengan penyebaran Islam di Pulau Jawa. Arsitekturnya bersifat Jawa, atapnya
bersusun tiga, khas atap masjid Indonesia yang mengkhiaskan tiga tingkatan
pencapaian keagamaan seseorang yaitu Iman (percaya), Islam (mengamalkan) dan Ikhsan (berbuat baik). Ada lima pintu melambangkan rukun Islam.
Jendelanya enam buah melambangkan Rukun Iman. Pada tahun 1980-an bangunan
dipugar dengan biaya Rp 688.712.000 dan diresmikan pemugarannya oleh Pak Harto
tanggal 21 Maret 1987. Tiang utama masjid (sakaguru) yang terbuat dari tatal
(serpihan kayu) diganti, tapi tiang utama masih disimpan di museum.
2.
Sejarah Kerajaan Demak.
Kerajaan Demak yang bercorak Islam berdiri sekitar
tahun 1500-1550. Raden Patah adalah raja pertamanya, dia adalah anak raja
Majapahit dari ibu Cina yang dikatakan merupakan seorang putri berasal dari
Campa. Saat hamil putri ini dihadiahkan kepada Ario Damar seorang vasal
Majapahit yang berkuasa di Palembang. Di Palembang inilah Raden Patah
dilahirkan. Saat dewasa R. Patah kembali ke Majapahit dan diberi kekuasaan di
daerah Demak. Atas dukungan dari Jepara,
Gresik, dan daerah pesisir lain R. Patah naik takhta Kerajaaan Demak dan
melepaskan dari dari kekuasaan Kerajaan Mahapahit dan memerintah sampai tahun
1518. Dari Demak inilah Islam disebarkaqn ke seluruh Pulau Jawa. Pada tahun
1511 hubungan perniagaan khususnya beras ke Malaka terganggu dengan direbutnya
Malaka oleh Portugis. Tahun 1513 R. Patah menugaskan Pati Unus menyerbu Malaka.
Raja Demak kedua bernama Pangeran Sabrang Lor yang
menurut catatan Tome Pires pada saat itu Demak memiliki angkatan laut dengan 40
kapal jung (kapal perang ukuran besar lebih besar dari kapal-kapal Portugis atau
Cina).
Kejayaan Demak terjadi di era Sultan Trenggono, raja
Demak yang ketiga. Demak diproklamasikan sebagai Kesultanan dan Masjid Demak
dijadikan lambang kekuasaan Islam. Sultan
Trenggono menggunakan gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin. Majapahit didimusnahkan
pada tahun 1527 dan semua peralatan keraton dibawa ke Demak.
Tahun 1546 secara mendadak Sultan Trenggono wafat dan
digantikan oleh Sunan Prawoto. Tidak lama kemudian Sunan Prawoto dibunuh oleh
putra Pangeran Seda Lepen. Pangeran Kalinyamat muncul sebagai raja dan kemudian
juga wafat terbunuh.
Adipati Jipang bernama Ario Penangsang yang didukung
Sunan Kudus menuntuk takhta Kesultanan Demak. Hadiwijaya atau yang lebih
dikenal dengan Joko Tingkir, Adipati Pajang, bersekutu dengan Ratu Kalinyamat
tampil dan menentang Jipang. Kemenangan diperoleh Hadiwijaya yang kemudian
mengangkat diri sebagai Sultan Demak dan kemudian memindahkan kekuasaannya ke
Pajang. Ini menandakan mulainya Dinasti
Pajang.
3.
Makam para raja dan keluarga Kerajaan Demak
Komplek makam sultan-sultan Demak dan para abdinya, yang terbagi
atas empat bagian:
Makam Kasepuhan, yang terdiri atas 18 makam, antara lain makam
Sultan Demak I (Raden Fatah) beserta istri-istri dan putra-putranya, yaitu
Sultan Demak II (Raden Pati Unus) dan Pangeran Sedo Lepen (Raden Surowiyoto),
serta makam putra Raden Fatah, Adipati Terung (Raden Husain).
Makam Kaneman, yang terdiri atas 24 makam, antara lain makam
Sultan Demak III (Raden Trenggono), makam istrinya, dan makam putranya, Sunan
Prawoto (Raden Hariyo Bagus Mukmin).
Makam di sebelah barat Kasepuhan dan Kaneman, yang terdiri atas
makam Pangeran Arya Penangsang, Pangeran Jipang, Pangeran Arya Jenar, Pangeran
Jaran Panoleh.
Selesai menjiarahi
Masjid Demak dan komplek makamnya kami berjalan-jalan sejenak mengelilingi
alun-alun yang luas. Tidak lupa kami melepas lelah di rumah makan sekitar
alun-alun yang menyajikan sajian penuh cita rasa. Menikmati pecel (semacam
gado-gado atau lotek) di tengah hari sungguh suatu kenikmatan yang pantas
disyukuri.