Masjid M. Ali |
Akhir tahun 2006
Setelah mengunjungi piramida Giza dan menikmati
keindahan sungai Nil, aku berkesempatan mengunjungi beberapa masjid-masjid yang
indah di Kairo. Salah satu masjid yang kukunjungi tidaklah terlalu indah dan
megah tetapi merupakan salah satu masjid yang tertua, yaitu masjid Al Azhar.
Masjid ini dibangun sekitar tahun 1200an, pada era Majapahit masih
berkuasa di Nusantara. Aku merasa beruntung dapat mengunjungi masjid ini,
apalagi pada saat shalat Jumat tiba. Siang itu aku bersama tiga orang teman
diantar seorang pemandu dari Mesir dan pemandu dari Indonesia yang sedang
mengambil gelar magister di Universitas Al Azhar Kairo. Di
luar masjid suasana yang tidak biasa sudah terasa. Mobil-mobil baracuda
dan panser kepolisian Mesir sudah berjajar di sekitar masjid. Polisi berseragam
hitam menenteng senapan dalam posisi siap siaga. Memasuki pintu gerbang masjid
polisi berpakaian preman berjajar di kiri kanan pintu masuk sambil mengawasi
para jamaah yang datang.
Setelah melewati halaman masjid yang terbuka
kamipun duduk di dalam bagian masjid yang beratap. Tiang-tiang dan
kolom-kolom masjid terbuat dari kayu yang berukir seperti bangunan masjid Demak
atau masjid Sang Ciptarasa Cirebon. Cahaya di dalamnya agak remang
mungkin dipengaruhi oleh warna masjid yang kebanyakan berwarna hitam.
Satu-satu jamaah memenuhi masjid. Pakaian mereka kebanyakan seperti pakaian
orang-orang di Indonesia, bercelana panjang dan berkemeja atau polo shirt
bahkan t-shirt. Postur tubuh mereka tidak terlalu tinggi, kebanyakan
berkulit putih dengan wajah Arab, yang nampak dominan adalah hidung mereka yang
mancung dan rambut mereka yang keriting halus.
Setelah adzan berkumandang, seorang imam dengan
jubah dan sorban menaiki mimbar yang bertangga. Dia berdiri di tengah
tangga dan berkhutbah dalam bahasa Arab. Beberapa kamera dari pelbagai
stasiun televisi nampak di antara deretan jamaah. Selebihnya tidak ada
bedanya dengan shalat jumat yang diselenggarakan di Indonesia.
Saat imam dan jamaah mengucapkan salam, yang artinya
shalat telah berakhir , saat itulah terjadi keramaian di dalam masjid. Beberapa
orang membuka spanduk dan berteriak mengucapkan yel-yel. Rupanya ada
demonstrasi. Para awak televisi bergegas mengabadikan momen tersebut. Seorang
demonstran digendong pada bahu demonstran lain sehingga nampak menonjol
kemudian mengepal-ngepalkan tangannya sambil berteriak dalam bahasa Arab : demi
jiwa, demi darah. Rupanya mereka berdemonstrasi mendukung tentara
Hezbollah Lebanon yang dihujani rudal Israel bahkan beberapa diantaranya tewas.
Dari dalam ruangan demonstran bergerak ke halaman
masjid yang terbuka dan kemudian berakhir di sana. Rupanya pihak kepolisian
mesir hanya memberi toleransi pada mereka berdemonstransi di dalam
masjid. Pemanduku mengatakan bahwa begitu mereka bergerak untuk berdemonstrasi
ke luar halaman masjid maka pihak kepolisian segera menangkap mereka.
Dengan berakhirnya demonstrasi, para polisi yang bertugas segera berbaris
dan memasuki kendaraan kemudian meninggalkan masjid.