Sungai Musi di Malam Hari |
Jawa Barat merupakan daerah tujuan wisata dalam negri yang menonjol di Indonesia. Peringkatnya
hanya terpaut satu tingkat di bawah Yogyakarta yang menduduki peringkat
utama. Meskipun begitu kami di Komisi B
selalu mendorong eksekutif, dunia usaha
serta masyarakat sebagai
pemangku kepentingan untuk bersatu secara sinergis memajukan pariwisata
Jawa Barat. Ketika itu dikenal istilah gurilaps : gunung rimba laut pantai dan sungai sebagai obyek wisata alam andalan
di samping wisata budaya. Belakangan Bandung
dikenal sebagai tempat wisata belanja dengan factory outlet (FO) sebagai icon
nya. Kaum muda urban Bandung bahkan menjadikan industri kreatif sebagai icon
baru, maka Bandung kemudian terkenal dengan wisata kreatifnya. Belakangan Bandung
dijadikan ibukota industri kreatif Asia Pasifik.
Pariwisata merupakan salah satu aspek dari bidang
perekonomian yang kami tangani di samping perdagangan, industri, pertanian,
kehutanan, perkebunan dan kelautan. dalam
kerangka mengembangkan pariwisata itu kami bersama dinas pariwisata melihat
geliat pariwisata di kota Palembang yang sedang berbenah menghadapi PON.
Kota Palembang sedang berdandan ketika kami datang. Bandara
Sultan Badaruddin diperluas dan ditambah
dengan anjungan yang baru di sebrang bangunan yang lama. Konon pembangunan perluasan
bandara dimungkinkan atas jasa Taufik Kiemas , suami Megawati Sukarnoputri,
Presiden Indonesia.
Obyek utama yang kami kunjun gi di Palembang adalah wisata
sungai Musi. Kami datang malam hari dengan
terlebih dulu melihat-lihat istana Palembang yang menghadap sungai. Dari sana
kami ke dermaga dan sebuah kapal pesiar milik Pemerintah Kota Palembang telah
bersiap mengantar kami menyaksikan pesona sungai di malam hari. Walikota tidak
bisa mendampingi. Beberapa pejabat eksekutif dan legislatif kota Palembang
menemani kami berlayar sambil menjelaskan pelbagai program yang telah
dijalankan untuk menjadikan Musi sebagai
tujuan wisata dalam negri dan mancanegara.
Sambil berbincang dan beramah tamah, tuan rumah menyajikan musik dan
makan malam sajian jurumasak kapal
pesiar yang profesional. Kami sungguh
menikmati pelayaran menyusuri sungai yang membelah kota Palembang dengan latar
belakang jembatan Ampera yang dibangun Bung Karno tahun 60-an dengan biaya dari
pampasan perang Jepang. Jembatan tersebut
dipenuhi lampu warna-warni di sekujur bangunannya. Sayang bagian tengah jembatan
tidak bisa dinaik-turunkan lagi karena rusak, sehingga kapal-kapal besar tidak
bisa berlalu lalang di bawahnya. Namun demikian
pemerintah kota menjadikan puncak pilar jembatan sebagai rumah makan di mana
para pengunjung bisa melihat kota dari ketinggian. Harus kuakui bahwa sungai
Musi di malam hari memang sangat indah.
Keesokan harinya kami meninggalkan Palembang ibukota Sumatra Selatan menuju Pangkal Pinang ibukota Bangka Belitung. Provinsi Babel,
begitu orang menyebutnya, merupakan provinsi baru yang melepaskan diri dari Sumatra Selatan. Dari udara terlihat bahwa bentang alam pulau Bangka rusak berat oleh pertambangan timah tanpa ada
upaya serius untuk memperbaikinya kembali. K.erusakan makin paraha setelah PT Timah
menutup usahanya. Pertambangan swasta mrajalela tanpa kendali. Lingkungan hidup
pun menjadi korban.
Di pangkalpinang kami sempat berdiskusi dengan Sekda
Provinsi Babel di pusat pemerintahan yang baru dibangun di ibukota. Setelah itu
kami masih sempat melihat pantai, mengunjungi industri kerajinan timah milik
pemerintah, melihat industri rumahan tenun Bangka yang mulai menghilang,
mendatangi pasar tradisional yang menjual rempah-rempah seperti lada putih dan
teripang. Humas pemerintah provinsi tidak lupa mengajak jalan-jalan mengunjungi
pemakaman Cina yang menjadi obyek wisata di Pangkalpinang. Dia seolah ingin
menunjukkan bahwa antara pribumi dan
warga keturunan di Babel telah hidup beranakpinak melintasi pelbagai generasi
dengan damai dan melahirkan budaya yang khas di sana, termasuk dalam
hubungannya dengan perbedaan keyakinan masing-masing. Menarik sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar