Bung Irman dari DPC PDI Perjuangan Kabupaten Subang
mengundang ku untuk menjadi pengajar pada Kaderisasi Tingkat Pertama bagi para
PAC PDI Perjuangan se-Kabupaten Subang. Hari itu, Selasa, 29 Desember 2015,
setelah salat subuh aku segera mengemudikan kendaraan meluncur meninggalkan
kota Bandung menuju Lembang. Jalan masih lengang sehingga aku masih bisa
menikmati keindahan alam pegunungan. Setelah melewati Gunung Tangkuban Perahu
aku menepikan kendaraan dan mematikan mesin mobil dan membuka jendela. Dari arah timur, matahari mulai
menyemburatkan cahayanya yang merah kekuning-kuningan, berkilauan di antara
pepohonan. Embun pada pohon-pohon teh yang hijau nampak berkilauan seperti
lapisan es. Udara amat segar dan segera memasuki pernafasanku, menyalurkan
oksigen pada pada paru-paru dan kemudian menjalar ke seluruh jalan darah di sekujur
tubuhku. Setelah mengambil foto aku
segera memasuki jalan raya menuju Ciater.
Tiba di Jalan Cagak, para pedagang nanas belum lagi membuka
kiosnya. Mobil terus meluncur menurun ke tempat wisata Ciater yang masih sepi. Tak
lama kemudian aku sudah memasuki area tempat kaderisasi. Tiba di perumahan
dengan ranch, aku membelokkan mobil ke
kiri dan berhenti di area parkir. Karena
waktu mengajarku masih lama dan peserta juga belum hadir, aku memutuskan tetap
tinggal mobil, meluruskan sandaran kursi , membuka jendela sekedarnya dan tidur
di udara yang dingin. Matapun segera terkatup dan tidur lelap. Saat bangun aku
segera memasuki gedung tempat kaderisasi dilaksanakan. Nampaknya para peserta
belum lagi siap. Aku meninggalkan tempat menuju komplek perumahan di mana para
panitia tinggal selama kaderisasi. Aku bertemu dengan kawan kawan muda pengurus
DPC PDI Perjuangan Subang sambil minum kopi.
Sekitar pukul 09.00 barulah acara dimulai. Aku menyampaikan
presentasi dengan menggunakan slide dengan judul “Memahami Marhaenisme Ajaran
Bung Karno” dengan kerangka pembahasan mengenai sejarah lahirnya Marhaenisme,
pisau analisis Marhaenisme dan relevansi Marhaenisme dalam menghadapi tantangan
zaman.
Marhaenisme.
Pada tanggan 4 Juli
1927 Bung Karno bersama Dr. Tjipto Mangunkusumo, Mr. Sartono, Mr Iskaq
Tjokrohadisuryo dan Mr Soenaryo mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia
(PNI) dengan menggunakan “Marhaenisme”
sebagai asas politiknya. Sejak
saat itu Marhaenisme menjadi salah satu ideologi perjuangan Rakyat Indonesia di
samping Islam, Sosialisme, Komunisme.
Sebagai asas
atau teori politik, ia adalah teori yang menghendaki susunan masyarakat dan
negara yang didalam segala halnya menghendaki keselamatan kaum Marhaen*. Sebagai
teori politik meliputi pengertian : Sosio Nasionalisme, Sosio Demokrasi.
Sosio Nasionalisme; adalah nasionalisme masyarakat, nasionalisme yang mencari
selamatnya seluruh masyarakat dan yang bertindak menurut wet-wet (hukum) nya
masyarakat itu.Sosio Demokrasi; adalah merupakan konsekuensi daripada Sosio
Nasionalisme. Sosio demokrasi adalah pula demokrasi yang berdiri dengan kedua kakinya
didalam masyarakat. Sosio Demokrasi tidak untuk kepentingan sekelompok kecil
masyarakat akan tetapi adalah untuk kepentingan seluruh masyarakat
Marhaen; adalah diambil dari nama seorang petani yang
ditemui oleh Bung Karno di daerah Priangan. Marhaen digunakan sebagai simbol
untuk menggambarkan kelompok masyarakat/bangsa Indonesia yang
menderita/sengsara. Ia sengsara/menderita bukan karena kemalasannya atau
kebodohannya, akan tetapi ia sengsara/menderita karena disengsarakan oleh
sesuatu sistem/stelsel kapitalisme-kolonialisme. Marhaen meliputi unsur-unsur
tani, buruh-tani, pedagang kecil yang melarat, dan semua kaum melarat lainnya
yang dimelaratkan oleh sistem/stelsel kapitalisme-kolonialisme dan feodalisme. Buruh
atau Proletar sebagai motor penggeraknya. Marhaenis, adalah penganut ajaran
Marhaenisme yang berjuang menurut petunjuk ajaran-ajaran Marhaenisme, berjuang
dengan bersama-sama/mengorganisir berjuta-juta kaum marhaen yang tersebar di
seluruh tanah air.
Metode Berpikir Marhaenisme.
(Bahan Metode Berpikir Marhaenisme ini kuambil dari
pandangan senior Sutoro SB, Alumni GMNI Yogyakarta yang memberikan kerangka
pemikirannya saat aku membuat disertasi di UPI).
Kita ketahui
bahwasanya masyarakat itu berkembang, seperti yang dijelaskan dalam metode
berpikir marhenisme tentang "THESA-ANTITHESA-SYNTESA".
Demikianlah masyarakat berkembang terus dari suatu thesa (keadaan) kepada thesa
(keadaan) berikutnya, sampai pada thesa yang terakhir. Gerak ini kita kenal
sebagai "DIALEKTIKA". Dengan dialektika, selanjutnya
kita dapat melihat dua elemen dalam masyarakat yang selalu berhadapan, yakni element
establishment, dan elemen perubahan.
Elemen
establishment adalah
elemen yang menguasai thesa dan menjalankan suatu stelsel/sistem sebagai
kelangsungan thesa (keadaan) tersebut. Elemen perubahan adalah elemen
yang berada pada struktur antithesa. Apabila thesa pertama telah gugur karena
munculnya antithesa, maka keadaan baru atau sinthesa akan dikuasai oleh elemen
perubahan tersebut. Selanjutnya pada saat itu elemen perubahan menjadi
elemen establishment. Demikianlah proses semacam ini berjalan terus
sampai tercipta thesa terakhir yakni satu bentuk stelsel /sistem kemasyarakatan
yang terakhir dan sempurna (dalam ajaran Marhaenisme, bentuk tersebut adalah
Sosialisme Indonesia).
Dari teori
di atas dapat dianalisa keadaan masyarakat Indonesia. Ketika kolonialisme
Belanda menguasai maka posisinya adalah sebagai establishment. Ia menguasai
suatu thesa/keadaan (penjajahan) dan menjadi suatu stelsel/ sistem
kapitalisme-kolonialisme.
Pada saat
yang bersamaan , disitu telah terdapat pula elemen perubahan,- yakni masyarakat
Indonesia yang tidak puas dengan keadaan. Semula kekuatan perubahan ini
bersifat latent, setelah kekuatan ini berhasil diungkapkan - maka menjadi
kekuatan riil untuk merubah keadaan. Cara pengungkapan kekuatan latent menjadi
kekuatan riil itulah yang kemudian dirumuskan sebagai asa/teori perjuangan.
Didalam buku MENCAPAI INDONESIA MERDEKA teori atau asas perjuangan
disebutkan antara lain melipuit : self-help, self-relience,
non kooperatip, machtvrming, massa aksi, revolusioner.
Setelah
terjadi perubahan (kemerdekaan Indonesia) dan elemen perubahan berubah menjadi
elemen establishment dan telah menguasai keadaan maka dibutuhkan teori-teori
atau asas untuk menyusun sistem/stelsel kemasyarakatan. Dari hasil telaah yang
mendalam ditemukan teori politik yang merupakan jawaban (antithesa) dari keadaan
(thesa) yang ada.
Relevansi
Marhaenisme.
Setelah kita
tahu apa dan mengapa marhaenisme, maka masalahnya adalah penarikan relevansinya
pada saat ini. Dengan kata lain, untuk apakah marhaenisme ?
Jawabannya
adalah sangat sederhana "UNTUK BERJUANG". Namun
demikian sekalipun ungkapan diatas adalah sangat sederhana, akan tetapi
menerangkan masalah ini sebenarnya memerlukan uraian yang sangat panjang.
Konotasi
"BERJUANG" adalah berarti memperjuangkan nasib rakyat. Lalu
kita mencoba mengkaji dan menelaah masalah kekinian untuk kemudian mengambil
sikap. Pertama, kita lihat bagaimana, dan bagaimana kesimpulannya. Kalau
kesimpulan kita adalah "PENDERITAAN", maka masalah berikutnya
adalah: mengapa mereka menderita?, apa penyebabnya?, dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar