Tidak lama setelah anak pertamaku, Mbak Dea menikah dengan
Mas Sandy, aku dan istriku pergi ke kota Malang untuk mengunjungi besan kami.
Pada bulan Februri 2018,
kami naik KA
Malabar dari Stasiun Kiaracondong, Bandung, pada suatu petang. KA bergerak ke
timur melewati Rancaekek, Cicalengka, Nagreg hingga Cibatu. Karena hari masih
terang kami masih bisa menikmati pemandangan di luar. Kereta bergerak cepat
melewati pemukiman, pesawahan, perkebunan, perbukitan dan sungai. Kadang kereta
berada di ketinggian, dan di kejauhan nampak lembah yang permai dengan padi
yang menguning, hijau pepohonan dan gunung-gunung di kejauhan. Setelah malam
datang menyelimuti, kami pun menikmaticahaya terang di dalam gerbong sambil
mendengar deru mesin dan gerak kereta yang berirama.
Kereta terus bergerak menembus malam. Ciamis, Tasikmalaya,
Banjar, Sidareja, Kroya, Kebuman, Kutoardjo, Wates, Yogyakarta, Klaten, Solo,
Sragen, Walikukun, Paron, Madiun dan Nganjuk. Saat waktu subuh tiba kereta
masih melaju melalui Kertasana, Kediri, Tulungagung, dan Blitar. Saat kereta meninggalkan stasiun Tulungagung,
dunia mulai nampak cerlang cemerlang. Mentari nampak bergerak dari kanan ke
kiri, menghilang di kerimbunan dedaunan lalu muncul di atas pesawahan dengan
sinarnya yang keperakan menyilaukan. Sungguh pemandangan yang sangat indah.
Akhirnya kereta tiba
di Wlingi, Kepanjen dan tidak lama kemudia sampailah kami di stasiun Malang. Di
sana mbak Dea dan mas Sandy menjemput kami . Ini adalah kunjunganku ke kota
Malang yang kedua. Kunjunganku ke kota Malang seingatku adalah di tahun 1995.
Sedang bagi istriku, ini adalah kunjungannya yang pertama.
Pagi itu udara kota Malang terasa sejuk. Dari stasiun KA
kami melewati stadion olah raga Gajayana yang merupakan home base dari klub
sepakbola Persema yang bisa disebut Laskar Ken Arok, menuju kampus Universitas Brawijaya.
Bulevar di depan kampus sangat bagus
mengingatkan pada bulevar di kampus Universitas Diponegoro di Jalan Imam Bardjo.
Kami berkeliling kampus dan mengunjungi fakultas tempat mbak Putri mengajar. Di
beberapa spot kami berhenti untuk mengambil gambar.
Dari Unibraw kami
mengunjungi depot pecel Ibu Djarot untuk sarapan pagi bersama besan kami
yang perempuan, Dr. Hj. Budi Prihatminingtyas, M.AB . Makan pecel di pagi hari
dengan dilengkapi peyek kacang serta segelas air jahe panas sungguh amat
nikmat.
Seusai sarapan kami menuju kampus Untri (Universitas
Tribuana Tungga Dewi) tempat besan kami mengajar di mana kami dikenalkan dengan
seorang Dekan di kampus tersebut. Dari sana kami menuju guest house di Jalan
Coklat untuk mandi dan beristirahat. di guest house kami hanya berdua saja.
Guest house milik besan kami ini
bangunannya cukup besar dan terletak di tengah kota Malang yang sibuk.
Malam harinya pak Drs. H. Rachmad Yusuf Susanto, M.AB dan keluarga datang berkunjung ke guest house.
Dari guest house kami berjalan kaki ke sebuah rumah makan untuk makan malam.
Pak Rachmad dan nyonya menjamu kami makan malam yang spesial dengan menu sea food. kami pun mengobrol secara leluasa.
Pak Rachmad dan nyona bersama anak mereka
yang masih lajang mas Tony dan mbak Putri. Aku berdua bersama istriku.
Mbak Dea dan mas Sandy. usai makan malam mereka mengantar kami ke guest house
untuk beristirahat.
Batu
Keesokan paginya, kami dijemput mas Sandy dan mbak Dea.
Setelah sarapan nasi krawy khas Gresik, kami meluncur ke luar kota, melewati
Kampung Pelangi di tepian Sungai Brantas menuju kota Batu. Batu adalah sebuah
kota yang relatif baru, sebelumnya Batu merupakan bagian dari Kabupaten Malang.
Jadi kini ada kota Malang, kabupaten Malang dan kota Batu. Perjalanan ke Batu
cukup mengasyikkan, maklum kota Batu merupakan daerah tujuan wisata. Jalan ke
Batu terus menanjak sejak ke luar dari kota Malang, seperti perjalanan dari
Bandung ke Lembang. Banyak obyek wisata di kota itu yang bertebaran di
sepanjang jalan. Tujuan kami kali ini adalah sebuah agrowisata, kebun apel.
Menjelang tengah hari kami sudah sampai di sana. Pengunjung cukup ramai sejak
di tempar parkir dan pintu masuk. Di dalamnya ada bermacam-macam obyek wisata
yang bisa dinikmati. Panggung hiburan, kolam renang, resto, wisata kebun apel,
pasar rakyat yang menjual tanaman dan cindera mata dan tempat outbond.
Pemandangan di sekitar agro wisata ini sangat indah mengingatkan kami pada
Lembang, Pangalengan dan Ciwidey. Gunung
di kejauhan, hutan yang hijau, padang rumput, dan kebun apel. Kamipun
berkeliling ke semua obyek wisata di
dalamnya sambil berfoto ria. Saat hujan turun kami singgah di warung desa yang
ada di dalaml. Kami menikmati makan siang dengan menu makanan khas Malang serta
menikmati kopi panas dan kudapan.
Selepas waktu dzuhur kami meninggalkan lokasi aggrowisata
apel dan kembali menuju Malang. Kali ini jalan terus menurun dan lalu lintas
sudah mulai padat. Sebelum ke guest house kami menuju rumah Pak Haji Rachmad,
besanku di Lowokwaru, tepatnya di jalan Nes. Itu pertama kami kami berkunjung
ke rumah beliau. Kami banyak berbincang soal politik baik nasional, Jawa Barat
maupun lokal khususnya di kota Malang. Menjelang
sore hari kami pun kembali ke guest house. Kali ini mbak Dea tinggal dan tidur
bersama kami.
Sendang Biru.
Hari berikutnya aku sudah mulai mencari sarapan sendiri.
Yang kucari masih tetap nasi krawu. Nasi krawu itu nasi putih yang dibungkus
daun pisang disertai lauk seperti daging
dan serundeng dan sedikit sambel. Penjual nasi krawu kebetulan tidak jauh dari
guest house. Boleh dikatakan tetangga rumah saja. Saat pagi kios penjual nasi
krawu selalu didatangi pelanggan. Tidak sampai pukul sepuluh, barang
dagangannya sudah ludes dibeli orang.
Setelah sarapan pagi bertiga dengan nyonya dan mbak Dea, mas Sandy
menjemput kami dan kami pun keluar dari guest house, berbelok ke kiri lalu
menuju arah Kepanjen. Kepanjen adalah
ibukota kabupaten Malang. Dari Kepanjen kami terus mengarah ke selatan melewati
kota kota kecamatan dan desa. Setelah beberapa jam kami tiba di wilayah pantai
selatan. Seingatku kami pantai pertama yang kami kunjungi adalah pantai Bajul
Mati. Pantainya relatif masih sepi dan bersih dengan banyak tanaman cemara
udang. Kami pun berjalan-jalan sepanjang pantai. Anggap saja mbak Dea berbulan
madu dengan dengan mas Sandy, dan aku dengan istriku. Setelah puas menikmati
pasir putih, laut dan langit biru, deburan ombak, panas sinar mentari serta
desir angin kami pun meninggalkan pantai.
Kami berkendara menyusuri pantai ke arah timur. Banyak
sekali spot wisata sepanjang selatan Malang ini. Jalan yang bagus dan lengang
membuat perjalanan sangat nyaman. Kami pun tidak lupa singgah di sebuah rumah
makan di tepi pantai yang menjajikan makanan ikan segar dari laut. Maka sempurnalah
traveling kami ini.
Senyampang ada waktu kami bergerak ke arah timur dan setelah
beberapa kilometer berbelok ke kanan, lalu menaiki dan menuruni punggung bukit yang
dipenuhi pepohonan rimbun. Di depan mata pemandangan yang menakjubkan, pantai
yang dipenuhi kapal nelayan. Lautnya nampak biru permai. Pantai Sendang Biru.
Aku seperti bermimpi melihatnya . Ini pantai yang fotonya banyak menghias
kalender dan menerbangkan imajinasi. Seakan tidak percaya, akupun langsung
menghambur ke pantai yang dipenuhi kapal-kapan nelayan.
Kami berjalan jalan dari ujung pantai yang satu ke ujung
pantai yang lain. Kadang mengendap di balik kapal yang bersandar. Jika lelah
kami pun duduk di dermaga memandang laut yang tenang dan memandang ke Pulau
Sempu di sebrang tidak jauh dari pantai. Hanya sepelemparan batu saja. Pulau
Sempu nampak anggun seperti gundukan batu zamrud hijau. Satu dua perahu perahu
nelayan hilir mudik dari pantai ke pulau dan sebaliknya. Pulau Sempu seperti
baru diciptakan Tuhan. Begitu baru dan sempurna. Masya Allah.
Sepulang dari pantai kami tidak lupa singgah ke pasar ikan
modern, masih sehamparan dan tidak jauh dari dermaga. Setelah itu kami
meninggalkan pantai melewati
perkampungan nelayan yang ramai. Perkampungan nelayan nampaknya sudah
cukup lama dan seperti tersembunyi di balik hutan dan perbukitan. Sementara itu
nampaknya pemerintah sudah membuat sebuah apartemen nelayan yang megah di tepi
jalan raya.
Dari pantai Sendangbiru ke Malang jaraknya sekitar 80 km.
Mas Sandy membawa mobil tidak melalui jalan utama melainkan melalui jalan
alternatif seperti saat pergi. Jadi kami melewati jalan yang berbeda saat pergi
dan pulang. Namun suasana pedesaan masih kental terasa baik pada perjalanan
pergi maupun pulang. Menjelang isya kami
sampai di kota Kepanjen. Kami pun melewati stadion Kanjuruhan, home base dari
klub sepakbola Arema. Dari sini lalu
lintas nampak padat hingga ke kota Malang. Saat tiba di guest house kami segera
mandi, salat, makan dan beranjak tidur.
Keesokan harinya kami, aku dan istriku, mas Sandy dan mbak
Dea, meninggalkan kota Malang menuju Yogyakarta. Mbak Putri mengantar kami
sampai stasiun KA. Kami menggunakan kereta api menuju Yogyakarta. Aku lupa nama keretanya, Kertanegara Gajayana
atau Malioboro Ekspres. Sepanjang
perjalanan kami berbincang-bincang mengenai budaya dan sejarah Sunda maupun
Jawa. Antara lain membahas kisah Dyah Pitaloka, putri kerajaan Sunda yang tewas
dalam insiden di Bubat bersama ayahnya dan juga para hulubalang raja.
Menjelang malam kami tiba di stasiun Tugu. Setelah membeli
tiket KA ke Bandung, kami masih sempat mengobrol dan mengambil foto sebelum
berpisah. Mbak Dea dan mas Sandy kembali ke rumah, sedangkan aku dan istriku menunggu
kereta api dari Surabaya. Saat menunggu datangnya kereta api, ternyata kami bertemu
dengan tetangga yang sama-sama hendak
pulang ke Bandung. Pengumuman datang dari pengeras suara, bahwa kereta api
Lodaya segera masuk ke jalur. Saat kereta berhenti kami pun segera masuk. Tidak
lama kemudian kereta api pun berangkat menujup Bandung meninggalkan Yogyakarta.