Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu pusat pertumbuhan
ekonomi di Indonesia. investasi baik berupa PMA (penanaman modal asing) dan
PMDN (penanaman modal dalam negri) masuk setiap tahunnya. Sentra-sentra
industri dan perdagangan baru muncul di mana-mana. Sayangnya infrastruktur
selalu tertinggal di belakang. Baik legislatif maupun eksekutif selalu mencari
jalan agar ketertinggalan itu bisa diatasi antara lain dengan membuat jalan
baru. Cara mendanainya dengan pelbagai skema. Misalnya dengan road fund yaitu menyediakan dana khusus
bagi pembangunan jalan maupun pendanaan
pembangunan multi years, cara
mendanai suatu proyek dalam beberapa tahun anggaran. Persoalannya adalah, pemerintahan daerah
belum memiliki pengalaman mengenai skema pembiayaan semacam ini sehingga perlu
melihat pengalaman daerah lain, kerena itu kami ke Bengkulu--yang menurut info
dari staf—memiliki pengalaman soal itu. Pemerintah provinsi Bengkulu memang
sedang membangun jalan di sepanjang pantai barat yang berhadapan dengan Samudra
Indonesia. jalan ini memang akan sangat
bermanfaat untuk menghidupkan perekonomian sekaligus pariwisata.
Bengkulu memiliki alam yang khas
karena berbatasan langsung dengan
Samudra Indonesia dan dilewati Bukit Barisan. Bengkulu memiliki bunga sekedai
yang diberi nama Rafflesia Arnoldi, bunga khas Bengkulu yang merupakan bunga
dengan kelopak terbesar dan paling spektakuler di dunia—nama Raflesia diambil dari nama Thomas Stamford
Raffles, Gubernur Inggris yang pernah bertugas di Bengkulu tahun 1818.
Jejak Raffles di Bengkulu bukan
hanya diabadikan dalam Rafflesia Arnoldi, tapi juga nampak jelas pada
peninggalannya yaitu Benteng Fort Marlborough, benteng Inggris terbesar kedua
di Asia Pasifik, setelah benteng di India. Selain membangun benteng untuk
kepentingan pejajahan Inggris, Raffles melakukan penelitian flora dan fauna
dengan menyusuri hutan di pedalaman Sumatra. Sebagai catatan, sebelum diajajah Inggris
tahun 1685-1824, Bengkulu merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Banten.
Jejak sejarah di Bengkulu tidak
melulu berkaitan dengan Raffles, tapi juga berkaitan dengan perjuangan Pangeran
Diponegoro melawan penjajahan Belanda. Salah seorang pengikutnya bernama Sentot
Alibasya Prawirodirjo dibuang ke Bengkulu hingga wafat dan dimakamkan di sana. Bukan
hanya Kiai Sentot, belakangan Ir Sukarno
juga diasingkan Belanda ke Bengkulu pada
tahun 1938-1942 setelah sebelumnya diasingkan di Ende.
Ketika berada dalam pembuangan di
Bengkulu Ir Sukarno yang lebih dikenal dengan Bung Karno melakukan pelbagai
kegiatan yang masih bisa ditelusuri hingga kini. Di rumah pengasingan Bung
Karno masih tersimpan banyak buku naskah drama yang ditulisnya untuk bahan
pentas kelompok sandiwara yang disutradarainya, di mana Bung Karno sendiri juga
berperan sebagai aktor. Selain itu Bung Karno juga merancang sebuah masjid yang
hingga kini masih berdiri megah di pusat kota Bengkulu. Bung Karno juga
tercatat sebagai salah seorang ketua Muhammadiyah Bengkulu. Di Bengkulu pula
Bung Karno menikah dengan Fatmawati, setelah sebelumnya menikah dengan Utari
anak Cokroaminoto dan Inggit Garnasih. Rumah Bung Karno dan Rumah Fatmawati
kini dijadikan museum