Bermula dari kejelian penduduk di
pantai timur Sumatra yang melihat peluang pasar karet alam di awal abad XX,
perkebunan karet berkembang pesat di hampir seluruh Sumatra. Berbagai cara
dilakukan penduduk membawa biji dari Malaka sepulang menunaikan ibadah haji
atau saat mereka pulang kampung setelah bekerja menjadi buruh. Penduduk
kemudian menanam biji karet sejalan dengan perladangan berpindah yang mereka
lakukan.
Provinsi Sumatra Selatan memiliki
curah hujan bervariasi dari 2000 mm sampai 3500 mm, suhu berkisar antara 200
C sampai dengan 350 C dengan rata-rata 28O C.
Kondisi tanah terdiri dari atas 11 klasifikasi tanah dan tanah uang terluas
adalah jenis tanas Podsolik. Kondisi iklim dan tanah demikian sangat sesujai
untuk pertumbuhan tanaman karet.
Di samping Dinas Perkebunan, di
Sumatra Selatan terdapat Balai Penelitian Sembawa dan beberapa lembaga seperti
Asosiasi Petani Karet, Gabungan Pengusaha Perkebunan, Gabungan Perusahaan Karet
Indonesia. Di samping itu juga telah terbentuk Forum Bersama Pengembangan
Perkebunan. Pada saat ini sedang dirintis pembangunan infrastruktur penting
untuk pengembangan ekspor yaitu Pelabuhan Samudra Tanjung Api-api yang
dilengkapi sarana jalan dan jalur kereta api. Pemerintah Daerah juga
merencanakan peremajaan karet rakyat seluas 150 ribu hektar dalam beberapa
tahun mendatang.
Senyampang berkunjung ke Palembang
sekira tahun 2005 rombongan Komisi B DPRD Jabar yang dipimpin Pak Hidayat dan
Bu Teti Kadi menyempatkan diri melihat perkembangan dan prospek perkebunan
karet di Sumatra Selatan. Singkatnya waktu membuat kami mencari informasi ke
Balai Penelitian Sembawa. Balai Penelitian Sembawa berada di bawah pengelolaan
Pusat Penelitian Karet yang berada di bawah koordinasi Lembaga Riset Perkebunan
Indonesia Bogor. Terletak di tengah-tengah perkebunan karet rakyat tepatnya di
Desa Sembawa, sejak tahun 1982 Balai Penelitian Sembawa menjalankan misinya
untuk menghasilkan teknologi di bidang perkaretan. Desa Sembawa terletak di KM
29 ruas jalan raya Palembang-Jambi.
Balai Penelitian Sembawa saat memiliki 30 peneliti handal dari berbagai
disiplin ilmu seperti agronomi, hama dan penyakit, tanah dan agroklimat, sosial
ekonomi, dan teknologi pengolahan. Setiap hari mereka bekerja secara terintegrasi dan berusaha menghasilkan
teknologi yang bermanfaat bagi pengembangan perkebunan karet.
Balai Penelitian Sembawa memiliki
berbagai laboratorium, kebun percobaan seluas 3500 hektar dan perpustakaan yang
memadai. Berbagai teknologi telah mereka hasilkan seperti klon unggul karet,
sistem sadap, pengendalian hama dan penyakit, rekomendasi pemupukan serta
teknologi perbaikan mutu karet.
Klon unggul yang dihasilkan Balai
Penelitian Sembawa adalah seri BPM dari spesies Hevea Brasiliensis. Hevea Brasiliensis merupakan spesies tanaman
karet yang berhasil dikembangkan secara komersial di seluruh dunia. Sebelumnya
terdapat spesies lain seperti Castilloa Elastica dan Funtumia Elastica, tetapi
kualitas Hevea Brasiliensis dinilai legih unggul dari spesies lainnya. Hevea Brasiliensis diyakini berasal
dari daerah Amazone, Brasilia. Di daerah asalnya Hevea Brasiliensis dikenal dengan sebutan “cahucu” yang berarti
pohon yang menangis. Kini seluruh klon-klon unggul karet yang dikembangkan di seluruh dunia
berasal dari spesies Hevea Brasiliensis.
Penyediaan klon unggul karet tentu
sangat membantu para pekebun karet khusunya yang pemilik perkebunan karet
rakyat, apalagi lebih dari 409 ribu KK di Sumatra Selatan adalah petani karet.
Tidak kurang dari 18 ribu orang menjadi karyawan perkebunan besar, sedangkan
industri pengolahan karet dan kayu karet
menyerap tenaga kerja tidak kurang dari 4000 orang, secara keseluruhan sekitar
28% penduduk Sumatra Selatan hidupnya bergantung pada perkebunan karet.
Areal perkebunan karet di Sumatra
Selatan didominasi oleh perkebunan rakyat yaitu seluas 886 ribu hektar pada
tahun 200r atau sekitar 96% dari total areal perkebunan karet. Perkebunan karet
rakyat di Sumatra Selatan menyebar pada beberapa Kabupaten. Areal terluas
terletak di Kabupaten Musi Rawas (23%), disusul oleh Musi Banyuasin (17%),
Muara Enim (19%), Ogan Komering Ilir (12%), Banyuasin (10%) dan Ogan Komering
Ulu (7%).
Produksi karet rakyat di Sumatra
Selatan selama 30 tahun terakhir meningkat pesat dari 148 ribu ton pada tahun
1974 menjadi 599 ribu ton pada tahun 2004. Sedangkan perkebunan besar hanya
meningkat 2.544 ton pada tahun 1974 menjadi 41 ribu ton pada tahun 2004.
Kenaikan ini berkat perluasasn areal dan penggunaan klon unggul karet yang
berproduktivitas tinggi.
Sumatra Selatan mempunyai 20 pabrik
pengolahan karet yaitu pabrik karet remah (crumb
rubber)17 buah, pabrik RSS (Ribbed Smoked Sheet) 1 buah dan pabrik lateks
pekat 2 buah. Berkembang sejak tahun 1969 produksi karet remah mendominasi
ekspor karet alam dari Sumatra Selatan yang mencapai 512 ribu ton pada tahun
2004. Sumatra Selatan menargetkan produksi karet alam sebesar 800 ribu ton pada
tahun 2009.
Diprediksi pada tahun 2020
produksi karet alam dunia akan mencapai 11,5 juta ton. Sekitar 70% alam dunia
diperuntukkan bagi industri ban. Indonesia ditargetkan memasok 29% atau 3,3
juta ton karet kering. Sumatra Selatan akan dengan berbagai keunggulan yang
dimiliki akan mengisi peluang pasar tersebut. Tahun 2009 luas areal perkebunan
karet menjadi 1 juta hektar dan Sumatra Selatan memasok 800 ribu
ton karet kering.
Dalam “The Golden Forest” Sumber Kehidupan (Profil Perkebunan Karet di
Sumatra Selatan) tercatat bahwa kontribusi
nilai ekspor karet alam terhadap ekspor non migas Sumatra Selatan meningkat
dari 26% pada tahun 1999 menjadi 51% pada tahun 2004. Terjadi peningkatan dari
US $ 205 juta pada tahun 1999 menjadi US $ 618 juta pada tahun 2004. Prestasi
ini menempatkan karet alam sebagai penghasil devisa terbesar dari sektor non
migas bagi Provinsi Sumatra Selatan.
Sistem pemasaran karet rakyat
belum efisien. Penyebabnya antara lain karena lokasi kebun tersebar dalam
hamparan kecil, rantai tataniaga yang panjang, mutu rendah dan beragam, serta
sistem penjualan yang berdasarkan berat basah. Peran pedagang perantara sangat
dominan, kondisi ini menyebabkan harga yang diterima petani relatif rendah.
Pada beberapa wilayah telah dimulai pemasaran yang lebih terorganisiar melalui
koperasi atau kelompok petana yang memasarkan karet secara bersama.
Pemanfaatan tanamana karet tidak
hanya sebatas pada lateks tetapi juga kayu karet. Salah satu produk yang
dihasilkan adalah panel kayu yang digunakan untuk industri furnitur dan bahan
bangunan. Kapasistas pabrik yang ada di Sumatra Selatan adalah 720 ton kayu
karet per hati atau serta dengan sekitar 12 hektar kebun karet tua. Di samping
itu terdapat beberapa industri kayu gergajian berbahan baku kayu karet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar