Selasa, 11 Oktober 2011
Kembali ke Tanah Air
Jeddah Seafront
Alhamdulillah seluruh rangkaian ibadah haji di tanah suci Mekah telah terlaksana dengan baik. Maka kami para jamaah Kelompok Terbang (Kloter) I dari Kabupaten Bandung pun meninggalkan kota Mekah menuju Jedah, sebuah kota di tepi laut merah. Di Jedah kami tinggal di asrama haji Indonesia selama beberapa hari menunggu jadwal penerbangan menuju kembali ke tanah air.
Untuk mengisi waktu selama berada di Jedah kami mengadakan city tour ke beberapa tempat. Berbeda dengan Mekah yang merupakan tanah suci dengan suasana religious yang kental, Jedah adalah sebuah kota besar layaknya kota besar lain di dunia dengan symbol-simbol kehidupan industrial yang kapitalistik, tidak berbeda dengan kota modern kosmopolitan seperti Jakarta, Singapura, atau Bangkok misalnya. Orang-orang bernampilan modis, pergi ke tempat-tempat keramaian bernuansa kebarat-baratan untuk berbelanja atau ke restoran-restoran yang menjual makanan cepat saji maupun junk food. Jedah menyediakan segala yang dibutuhkan manusia modern. Kotanya indah, bersih dan rapi. Mobil-mobil mewah lalu lalang di jalan raya. tidak terasa bahwa kami baru saja menyelesaikan ibadah haji.
Kami mengunjungi tempat-tempat yang menarik seperti instalasi penyulingan air laut yang dijadikan air tawar untuk konsumsi penduduk kota, istana raja di tengah laut yang bisa dicapai dengan menggunakan jalan di dasar laut, dan tentu saja Laut Merah yang legendaris itu. Laut Merah merupakan tempat wisata yang banyak dikunjungi orang-orang dari pelbagai Negara. Warna merahnya berasal dari warna karang dan pasir di dasar laut. Di tempat ini banyak pedagang dari Indonesia yang menjajakan penganan seperti di Pantai Kuta—minuman ringan dan makanan khas Indonesia seperti pecel. Selain pecel juga ada sate ayam. Jamaah haji yang sudah sebulan lebih berada di Saudi Arabia tentu saja tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Pecel itu pun segera menjadi santapan para jamaah di siang yang terik itu. Dalam soal kuliner kami ini memang benar-benar nasi-onalis.
Sebuah masjid yang indah dibangun kerajaan di pantai Laut Merah. Dari kejauhan Masjid itu Nampak seperti mengapung di laut. Pilar-pilar yang kokoh menyangga masjid, jumlahnya bisa mencapai ratusan. Untuk sampai ke masjid itu tersedia jembatan sepanjang lebih dari seratus meter. Kami melaksanakan shalat di sana dan setelahnya berkeliling masjid mengagumi keindahannya.
Tentu saja aku dan istriku tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk berjalan-jalan sepanjang pantai sambil sesekali menceburkan diri ke dalam air laut yang menyegarkan sambil membayangkan kisah Nabi Musa memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir ke tanah yang dijanjikan agar terbebas dari penindasan Firaun. Allah menolong mereka dengan membelah Laut Merah sehingga bangsa Israel dapat menyebrang dengan selamat. Ketika Firaun dan bala tentaranya mengejar mereka, laut itupun menutup kembali. Firaun pun mati. Jasadnya dapat dilihat di museum nasional Mesir dalam bentuk mummy.
Setelah puas berwisata di Laut Merah kami pun pulang ke asrama haji Indonesia yang berupa bangunan apartemen beberapa lantai yang nampaknya sudah berusia puluhan tahun. Tidak ada lift di sana sehingga kami harus naik turun tangga.
suatu malam Dari asrama haji kami menuju bandara King Abdul Aziz . Kami harus menunggu berjam-jam di sana menunggu pesawat. Kesempatan itu kami gunakan untuk berjalan-jalan di lorong-lorong bandara yang luas dan berarsitektur indah. Bandara dibuat seperti kumpulan tenda di tengah oasis yang dikelilingi pohon-pohon kurma dan rerumputan hijau. Tenda-tenda tersebut berwarna putih disangga oleh tiang besi dan satu sama lain dihubungkan dengan tali temali dari metal. Nampak bahwa komplek bandara itu dirancang oleh arsitek yang berbakat dan bercitarasa tinggi.
Sekitar pukul 00.00 waktu Jeddah kami boarding ke pesawat Saudi Arabian Airlines. Beberapa kemudian pesawat lepas landas meninggalkan jazirah Arabia menuju Jakarta. Selamat tinggal Jeddah. Ketika pesawat mulai naik ke ketinggian, aku tertegun, setengah tidak percaya bahwa aku baru saja usai menunaikan rukun Islam yang kelima. Alhamdulillah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar