Saat saya berkunjung di sekretariat Dewan Pimpinan Daerah PDI Perjuangan Jawa Barat di Jl. Pelajar Pejuang 45 No. 1 Bandung, bung Mathius bertanya, "sudah dapat formulir ?". "Belum," kataku. Lalu ia mengajakku bertemu Netha di ruangannya dan akupun mendapat 1 set formulir pencalonan. Akupun memilih mencalonkan diri ke DPR RI saat ditanya mau mencalonkan diri ke mana.
Kang Tb. Hasanuddin menelpon ku dan menanyakan pencalonanku. Beliaupun memberi pandangan kalau mencalonkan diri Cirebon maka aku akan bertemu dengan kang Ono dan kang Yosef. Kalau mencalonkan diri di Kabupaten Bandung ada kang Yadi dan pak Kiyai. Yang dimaksud pak Kiyai adalah K.H. Jalaluddin Rahmat. Dengan alasan pernah dua periode di DPRD Provinsi Jawa Barat maka kukatakan kalau aku akan mencalonkan untuk DPR RI.
Akupun menyelesaikan segala sesuatu yang diperlukan lalu memdaftar ke Jakarta dan alhamdulillah semua persyaratan administratif terpenuhi seperti keterangan dari PPS, desa, kecamatan, PAC, Pengadilan Tinggi Negeri Balebandung, Polres dan RS Hasan Sadikin. Kemudian aku mengikuti psikotes di kantor DPP PDI Perjuangan di Jl. Diponegoro, Jakarta. Di sana aku bertemu kang Yayat T. Sumitra ( Bupati Bandung Barat) dan kang Ayi Vivananda (Wakil Walikota Bandung). Kami bersama sama mengikuti tes secara online bersama puluhan peserta lain dari seluruh Indonesia.
Ternyata namaku dan nama kang Ayi tidak muncul dalam daftar nama calon yang diajukan ke KPU (Komisi Pemilihan Umum). Info itu kudapat dari kang Ayi. Karena penasaran aku bertanya ke staf sekretariat DPP dan jawabannya "itu kewenangan Ibu Ketua Umum." Akupun bertanya pada kawanku yang menjadi pejabat di KPU dan dia mengatakan tidak menemukan namaku dalam pengajuan dari DPP ke KPU. Lalu kawanku mengirim daftar yang disampaikan oleh partai. Aku pun mencari namaku di seluruh dapil yang ada bukan hanya di Jawa Barat tapi bahkan seluruh Indonesia. Benar, namaku memang tidak ada.
Perasaanku bercampur antara tidak percaya, hampa, merasa tidak dihargai dan senang. Tidak percaya, karena semua proses yang kulalui berjalan sangat lancar. Hampa, karena tidak berkata apa. Merasa tidak dihargai, karena aku merasa sudah lama berada di Partai. Senang karena aku tidak memiliki kewajiban untuk menyediakan dana yang memang sulit untuk bagiku menyediakannya.
Meski demikian tak urung kawan kawan separtai maupun kenalan banyak yang bertanya mengenai nasib pencalonanku dan akupun membuat semacam penjelasan yang kukirim lewat whatApp. Kang Dani Ramang menceritakan soal ini ke kang Memo dan kang Memo menyatakan bersedia menerimaku untuk mencalonkan diri dari Garut. Tapi aku menolak dan mengucapkan terima kasih. Teh Poppy bertanya apakah "surat edaran" yang kubuat sudah diketahui DPP (Dewan Pimpinan Pusat) PDI Perjuangan. Kukatakan, "sudah," karena aku tahu memang sudah dikirim oleh kang Dani ke salah seorang Ketua di DPP.
Karena aku tidak dicalonkan aku hanya membantu mempromosikan kawan kawan yang maju baik untuk DPRD Kabupaten Bandung, DPRD Propinsi Jawa Barat maupun DPR RI. Demikian juga dengan kawan kawan yang maju ke DPD (Dewan Perwakilan Dawrah). Untuk Pilpres aku tetap mendukung Jokowi.
Dalam Pemilu serentak 2019, PDI Perjuangan kalah di Jawa Barat dan kursinya turun baik di Jawa Barat maupun Kabupaten Bandung. Dari dua 9 kursi di DPRD Kabupaten Bandung menjadi 7 kursi. Dari dua kursi di DPRD Jawa Barat menjadi satu kursi. Untuk DPR RI juga turun dari dua kursi menjadi satu kursi. Kang Jalal tidak harus kehilangan kursinya di DPR RI.
Untuk Pilpres, suara Jokowi berada di bawah Prabowo baik di Kabupaten Bandung maupun Jawa Barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar