A. Peringatan Hari Lahir Pancasila
Lulu Lukiyani dari kompas.com pada Selasa, 1 Juni 2021 menulis artikel berjudul
"Sejarah Hari Lahir Pancasila: Wasiat Bung Hatta untuk Putra Soekarno." Isi artikel itu secara lengkap sebagai berikut :
”Tanggal 1
Juni 1945 ditetapkan oleh pemerintah sebagai Hari Lahir Pancasila melalui
Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016
Pancasila yang memiliki arti lima dasar atau lima sendi merupakan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Mohammad
Hatta, negarawan sekaligus Wakil Presiden Indonesia pertama, mengungkap sejarah
Hari Lahir Pancasila dalam wasiatnya yang ditujukan kepada Guntur
Soekarnoputra, putra pertama Soekarno dan Fatmawati
Dalam wasiat yang ditandatangani pada 16 Juni 1978 tersebut, Bung Hatta memulai dengan cerita ketika dr. Radjiman Wedyodiningrat, Ketua Badan Penyelidikan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), mempertanyakan dasar negara Indonesia.
“Dekat pada akhir bulan Mei 1945, dr. Radjiman, ketua Panitia Penyelidikan Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia, membuka sidang Panitia itu dengan mengemukakan pertanyaan kepada rapat: “Negara Indonesia merdeka yang akan kita bangun itu, apa dasarnya?” tulis Bung Hatta dalam dokumen yang dikirim ke Guntur yang dipublikasikan di Kompas, 15 Maret 1980.
Saat itu, kebanyakan anggota rapat tidak mau menjawab pertanyaan dr. Radjiman karena takut menimbulkan persoalan filosofi yang berkepanjangan.
Namun,
Soekarno menjawab pertanyaan tersebut dengan menyampaikan pidatonya pada
tanggal 1 Juni 1945
Pidato Bung
Karno ini mengemukakan Pancasila yang memuat lima sila sebagai dasar negara
Indonesia yang merdeka
Bung Hatta
mengatakan, pidato Bung Karno menarik perhatian para anggota panitia dan
disambut dengan tepuk tangan yang riuh
“Sesudah itu sidang mengangkat suatu Panitia Kecil untuk merumuskan kembali Pancasila yang diucapkan Bung Karno,” tulis Bung Hatta.
Adapun
Panitia Kecil tersebut terdiri dari 9 orang, yakni Ir. Soekarno, Mohammad
Hatta, A.A. Maramis, Abikusno Tjokrosoejoso, Abdulkahar Muzakir, H.A. Salim,
Ahmad Soebardjo, Wahid Hasjim, dan Muhammad Yamin
Kemudian, 9
panitia ini mengubah susunan Pancasila dan menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa
sebagai sila pertama
Sila kedua, yang dalam rumusan Bung Karno disebut Internasionalisme atau perikemanusiaan diganti dengan sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Sila ketiga, sila Kebangsaan Indonesia diganti dengan Persatuan Indonesia. Sila keempat, Mufakat atau Demokrasi diganti dengan sila Kerakyatan.
Terakhir, sila kelima yang oleh rumusan Bung Karno disebut Keadilan Sosial diganti dengan sila Kesejahteraan Sosial.
Perubahan rumusan Pancasila oleh Panitia 9 ini diserahkan kepada Panitia Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 22 Juni 1945 dan diberi nama “Piagam Jakarta”.
Kemudian,
“Piagam Jakarta” dijadikan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sehingga
Pancasila dan UUD menjadi dokumen negara pokok.
“Pancasila
dan Undang-Undang Dasar yang sudah menjadi satu Dokumen Negara itu diterima
oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945
dengan sedikit perubahan”.
Sedikit perubahan yang dimaksud Bung Hatta adalah menghilangkan kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi penduduknya” pada sila pertama Pancasila.
“Sungguhpun 7 perkataan itu hanya mengenai penduduk yang beragama Islam saja. Pemimpin-pemimpin umat Kristen di Indonesia Timur berkeberatan kalau 7 kata itu dibiarkan saja, sebab tertulis dalam pokok daripada pokok dasar Negara kita sehingga menimbulkan kesan, seolah-olah dibedakan warga negara yang beragama Islam dan bukan Islam”.
Berdasarkan kesaksian Bung Hatta yang dituangkan dalam wasiat ini, tanggal 1 Juni ditetapkan sebagai Hari Lahir Pancasila karena pada tanggal tersebut Bung Karno pertama kali mencetuskan Pancasila dalam pidatonya.
Dengan
demikian, tepat 76 tahun yang lalu, dalam sebuah gedung, yang kini dikenal
sebagai Gedung Pancasila, Bung Karno melontarkan gagasannya mengenai dasar
negara Indonesia (Lulu Lukiyani, 1 Juni 2021)
Untuk memperingati peristiwa sakral dan agung sebagaimana tersurat dalam Wasiat Bung Hatta kepada Guntur Sukarnoputra tersebut, DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bandung, kemarin mengadakan resepsi kecil di Baleendah dengan memotong tumpeng sambil berdoa dan mendengarkan pidato Ketua Umum DPP PDI Perjuangan melalui video yang diproyeksikan ke layar lebar. Inti pidato Ketua Umum adalah bahwa Pancasila 1 Juni 1945, 22 Juni 1945 dan 18 Agustus 1945 adalah satu, bukan dua dan bukan ketiga.
Setelah selamatan kami secara bergiliran membaca teks Pidato Bung Karno yang berjudul Lahirnya Pancasila dari pukul 14.00 hingga pukul 15.00 dan diakhiri dengan Sarasehan hingga pukul 16.30.
Pidato Bung Karno tersebut secara lengkap dapat dibaca pada link berikut ini
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1132401736884752&id=986894694768791
B. 120 Tahun Bung Karno
120 Tahun
Bung Karno kami peringati secara hibrida pada tanggal 6 Juni 2021. Beberapa
orang pengurus DPC berada di Sekretariat dan yang lain mengikuti secara
virtual. Penanggungjawab acara Kang Nanang Parhan, pemandu Kang A. Dwi
Kuswantoro, operator peralatan Kang Samuel.
Acara
dimulai selepas ashar dan berakhir menjelang maghrib dimulai dengan sambutan
Ketua Dewan Pengarah BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila), dilanjutkan
dengan pemutaran siaran ulang talk show mengenai masa kecil Bung Karno. Talk
show dipandu host dari BKN (Badan Kebudayaan Nasional) PDI Perjuangan dengan
Nara sumber Bpk Roso Daras. Materi talk show berkisar masa kecil Bung Karno
sejak dilahirkan di Surabaya, bersekolah dasar di Tulungagung, bersekolah
menengah pertama di Mojokerto dan bersekolah menengah atas (HBS) di Surabaya.
Saat di Tulungagung Bung Karno tinggal dengan kakeknya. Di Mojokerto tinggal
dengan ayahnya dan di Surabaya kost di Rumah Pak H.O.S. Tjokroaminoto.
Usai pemutaran video talk show masa kecil Bung Karno, saya diminta memberi ulasan. Saya sedikit memberi komentar, bahwa kehidupan Bung Karno (terlahir dengan nama Kusno) yang hidup pas pasan sebagai anak seorang guru membuat nya mengembara ke dalam dunia idealisme dan pengetahuan. Bung Karno banyak membaca dan tiap malamnya di kamar kost, beliau berlatih pidato disaksikan oleh kawan kost nya. Proses ini masih berlanjut hingga beliau diasingkan di Bengkulu. Di pantai Bengkulu, Bung Karno berpidato dengan suara mengalahkan suara deburan ombak Samudra Indonesia.
Pada putaran kedua, diputarkan film pendek masa masa akhir kekuasaan Bung Karno yang tragis di bawah kekuasaan yang tidak bersahabat. Banyak cerita cerita kecil yang mengharukan yang tidak urung menyebabkan kami semua menitikkan air mata.
Menjelang maghrib acara ditutup dengan doa untuk Bung Karno dan memotong tumpeng. Potongan tumpeng pertama saya berikan ke Kang Alo Sahripudin, Ketua PAC PDI Perjuangan Kecamatan Bojongsoang, mewakili 31 PAC dan 270 PR serta Badan badan dan Sayap PDI Perjuangan se Kabupaten Bandung.
C. Haul Bung Karno
Sejak sebelum reformasi, haul Bung Karno dilakukan setiap tanggal 21 Juni. Biasanya dilaksanakan di kota Blitar, di Rumah keluarga Bung Karno. Haul yang saya ikuti di Blitar tahun 1997, penyelenggaranya adalah gabungan kaum Marhaenis dan kaum Nahdiyin JawaTimur. Saat itu kami datang ke sana dengan menyewa bus berisi 50 orang. Berangkat dari Bandung melalui Solo, Ngawi, Nganjuk dan Kediri, kembali melalui Trenggalek, Ponorogo, Solo, Yogya, Bandung. Kota Blitar sangat ramai. Para peziarah datang ke makam Bung Karno dan ada pula yang mengikuti haul di halaman rumah Bung Karno. Ibu Mega turut menyampaikan pidato atas nama keluarga.
Meski pandemi, tahun kemarin kami menyelenggarakan haul ke 50 Bung Karno di sekretariat DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bandung dengan tahlilan dan membaca Yaasin dipimpin Ustadz Nanang Parhan. Buku tahlil kami cetak dengan foto Bung Karno di sampulnya.
Tahun ini haul dipusatkan di masjid at Taufiq di depan Kantor DPP PDI Perjuangan di Jalan Lenteng Agung. Kami semua dari 34 DPD dan 540 DPC mengikuti secara daring. Haul diselenggarakan oleh DPP Bamusi (Baitul Muslimin Indonesia) dibuka oleh Prof. Dr. Hamka Haq, dilanjutkan dengan tahlilan yang dipimpin oleh salah seorang pengurus pusat NU, Dr Marsudi Syuhud.
Haul Bung Karno yang ke-51 yang dilaksanakan tanggal 21 Juni 2021 sangat istimewa karena dihadiri oleh Presiden RI ke-5 dan ada sambutan dari Ketua DPR RI, Ketua NU dan Ketua Muhammadiyah. Terakhir ada ceramah dari Ketua BPIP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar