Jumat, 12 Juni 2020

Kaderisasi Tingkat Pertama PDI Perjuangan Subang.



Bung Irman dari DPC PDI Perjuangan Kabupaten Subang mengundang ku untuk menjadi pengajar pada Kaderisasi Tingkat Pertama bagi para PAC PDI Perjuangan se-Kabupaten Subang. Hari itu, Selasa, 29 Desember 2015, setelah salat subuh aku segera mengemudikan kendaraan meluncur meninggalkan kota Bandung menuju Lembang. Jalan masih lengang sehingga aku masih bisa menikmati keindahan alam pegunungan. Setelah melewati Gunung Tangkuban Perahu aku menepikan kendaraan dan mematikan mesin mobil dan membuka  jendela. Dari arah timur, matahari mulai menyemburatkan cahayanya yang merah kekuning-kuningan, berkilauan di antara pepohonan. Embun pada pohon-pohon teh yang hijau nampak berkilauan seperti lapisan es. Udara amat segar dan segera memasuki pernafasanku, menyalurkan oksigen pada pada paru-paru dan kemudian menjalar  ke seluruh jalan darah di sekujur tubuhku.  Setelah mengambil foto aku segera memasuki jalan raya menuju Ciater.

Tiba di Jalan Cagak, para pedagang nanas belum lagi membuka kiosnya. Mobil terus meluncur menurun ke tempat wisata Ciater yang masih sepi. Tak lama kemudian aku sudah memasuki area tempat kaderisasi. Tiba di perumahan dengan ranch, aku membelokkan mobil  ke kiri dan berhenti  di area parkir. Karena waktu mengajarku masih lama dan peserta juga belum hadir, aku memutuskan tetap tinggal mobil, meluruskan sandaran kursi , membuka jendela sekedarnya dan tidur di udara yang dingin. Matapun segera terkatup dan tidur lelap. Saat bangun aku segera memasuki gedung tempat kaderisasi dilaksanakan. Nampaknya para peserta belum lagi siap. Aku meninggalkan tempat menuju komplek perumahan di mana para panitia tinggal selama kaderisasi. Aku bertemu dengan kawan kawan muda pengurus DPC PDI Perjuangan Subang sambil minum kopi.
Sekitar pukul 09.00 barulah acara dimulai. Aku menyampaikan presentasi dengan menggunakan slide dengan judul “Memahami Marhaenisme Ajaran Bung Karno” dengan kerangka pembahasan mengenai sejarah lahirnya Marhaenisme, pisau analisis Marhaenisme dan relevansi Marhaenisme dalam menghadapi tantangan zaman.

Marhaenisme.

Pada tanggan 4 Juli 1927 Bung Karno bersama Dr. Tjipto Mangunkusumo, Mr. Sartono, Mr Iskaq Tjokrohadisuryo dan Mr Soenaryo mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia (PNI) dengan menggunakan  “Marhaenisme” sebagai asas politiknya. Sejak saat itu Marhaenisme menjadi salah satu ideologi perjuangan Rakyat Indonesia di samping Islam, Sosialisme, Komunisme.
Sebagai asas atau teori politik, ia adalah teori yang menghendaki susunan masyarakat dan negara yang didalam segala halnya menghendaki keselamatan kaum Marhaen*.  Sebagai teori politik meliputi pengertian : Sosio Nasionalisme, Sosio Demokrasi. Sosio Nasionalisme; adalah nasionalisme masyarakat, nasionalisme yang mencari selamatnya seluruh masyarakat dan yang bertindak menurut wet-wet (hukum) nya masyarakat itu.Sosio Demokrasi; adalah merupakan konsekuensi daripada Sosio Nasionalisme. Sosio demokrasi adalah pula demokrasi yang berdiri dengan kedua kakinya didalam masyarakat. Sosio Demokrasi tidak untuk kepentingan sekelompok kecil masyarakat akan tetapi adalah untuk kepentingan seluruh masyarakat

Marhaen; adalah diambil dari nama seorang petani yang ditemui oleh Bung Karno di daerah Priangan. Marhaen digunakan sebagai simbol untuk menggambarkan kelompok masyarakat/bangsa Indonesia yang menderita/sengsara. Ia sengsara/menderita bukan karena kemalasannya atau kebodohannya, akan tetapi ia sengsara/menderita karena disengsarakan oleh sesuatu sistem/stelsel kapitalisme-kolonialisme. Marhaen meliputi unsur-unsur tani, buruh-tani, pedagang kecil yang melarat, dan semua kaum melarat lainnya yang dimelaratkan oleh sistem/stelsel kapitalisme-kolonialisme dan feodalisme. Buruh atau Proletar sebagai motor penggeraknya. Marhaenis, adalah penganut ajaran Marhaenisme yang berjuang menurut petunjuk ajaran-ajaran Marhaenisme, berjuang dengan bersama-sama/mengorganisir berjuta-juta kaum marhaen yang tersebar di seluruh tanah air.

Metode Berpikir Marhaenisme.

(Bahan Metode Berpikir Marhaenisme ini kuambil dari pandangan senior Sutoro SB, Alumni GMNI Yogyakarta yang memberikan kerangka pemikirannya saat aku membuat disertasi di UPI).
Kita ketahui bahwasanya masyarakat itu berkembang, seperti yang dijelaskan dalam metode berpikir marhenisme tentang "THESA-ANTITHESA-SYNTESA". Demikianlah masyarakat berkembang terus dari suatu thesa (keadaan) kepada thesa (keadaan) berikutnya, sampai pada thesa yang terakhir. Gerak ini kita kenal sebagai "DIALEKTIKA". Dengan dialektika, selanjutnya kita dapat melihat dua elemen dalam masyarakat yang selalu berhadapan, yakni element establishment, dan elemen perubahan.

Elemen establishment adalah elemen yang menguasai thesa dan menjalankan suatu stelsel/sistem sebagai kelangsungan thesa (keadaan) tersebut. Elemen perubahan adalah elemen yang berada pada struktur antithesa. Apabila thesa pertama telah gugur karena munculnya antithesa, maka keadaan baru atau sinthesa akan dikuasai oleh elemen perubahan tersebut. Selanjutnya pada saat itu elemen perubahan menjadi elemen establishment. Demikianlah proses semacam ini berjalan terus sampai tercipta thesa terakhir yakni satu bentuk stelsel /sistem kemasyarakatan yang terakhir dan sempurna (dalam ajaran Marhaenisme, bentuk tersebut adalah Sosialisme Indonesia). 

Dari teori di atas dapat dianalisa keadaan masyarakat Indonesia. Ketika kolonialisme Belanda menguasai maka posisinya adalah sebagai establishment. Ia menguasai suatu thesa/keadaan (penjajahan) dan menjadi suatu stelsel/ sistem kapitalisme-kolonialisme.
Pada saat yang bersamaan , disitu telah terdapat pula elemen perubahan,- yakni masyarakat Indonesia yang tidak puas dengan keadaan. Semula kekuatan perubahan ini bersifat latent, setelah kekuatan ini berhasil diungkapkan - maka menjadi kekuatan riil untuk merubah keadaan. Cara pengungkapan kekuatan latent menjadi kekuatan riil itulah yang kemudian dirumuskan sebagai asa/teori perjuangan. Didalam buku MENCAPAI INDONESIA MERDEKA teori atau asas perjuangan disebutkan antara lain melipuit : self-help, self-relience, non kooperatip, machtvrming, massa aksi, revolusioner.
Setelah terjadi perubahan (kemerdekaan Indonesia) dan elemen perubahan berubah menjadi elemen establishment dan telah menguasai keadaan maka dibutuhkan teori-teori atau asas untuk menyusun sistem/stelsel kemasyarakatan. Dari hasil telaah yang mendalam ditemukan teori politik yang merupakan jawaban (antithesa) dari keadaan (thesa) yang ada.

Relevansi Marhaenisme.
Setelah kita tahu apa dan mengapa marhaenisme, maka masalahnya adalah penarikan relevansinya pada saat ini. Dengan kata lain, untuk apakah marhaenisme ?
Jawabannya adalah sangat sederhana "UNTUK BERJUANG". Namun demikian sekalipun ungkapan diatas adalah sangat sederhana, akan tetapi menerangkan masalah ini sebenarnya memerlukan uraian yang sangat panjang.

Konotasi "BERJUANG" adalah berarti memperjuangkan nasib rakyat. Lalu kita mencoba mengkaji dan menelaah masalah kekinian untuk kemudian mengambil sikap. Pertama, kita lihat bagaimana, dan bagaimana kesimpulannya. Kalau kesimpulan kita adalah "PENDERITAAN", maka masalah berikutnya adalah: mengapa mereka menderita?, apa penyebabnya?, dan sebagainya.