Jumat, 24 April 2020

Twente University

Setelah lulus dari program studi biologi F-MIPA Unpad, putriku -Idea, biasa kami panggil mbak atau neng Dea bekerja di Rumah Zakat sebagai manajer PR (public relation) dan ditugaskan di Jakarta. Karena ada kesempatan mendapatkan bea siswa di almamaternya ia meninggalkan pekerjaannya dan mendaftar kuliah S2 manajemen lingkungan hidup di PPSDAL (Pusat Penelitian Sumber Daya Air dan Lingkungan   ) Unpad Bandung. Ia diterima bersama sekitar 20 orang sarjana dari berbagai jurusan dan universitas. Kampusnya di Jl. Sekeloa, Bandung. Tidak jauh dari kampus utama. Sekitar dua kilometer ke arah utara.

Saat itu  Program S2 PPSDAL Unpad bekerjasama dengan  Twente University Belanda membuka program double degree. Putriku termasuk yang lolos mengikuti program itu, dengan demikian ia bersama tiga kawannya berangkat ke Belanda pada tahun kedua. Kami sekeluarga mengantarnya ke Bandara Sukarno-Hatta.

Aku di rumah tinggal berdua. Anak pertama ke Belanda, anak kedua, Sidiq, di Semarang dan anak ketiga, Praja, tinggal di apartemen Buahbatu karena harus mengikuti program asrama selama setahun dari Tel-U. Seminggu sekali aku menjemputnya. Biasanya sepulang aku mengajar.

Sebelum Dea ke Belanda, Andre kemenakanku dari Bogor datang bersama kedua orangtuanya, mas Ignas dan mbak Tuti. Ia pun tinggal bersama kami selama kuliah di Fakultas Perikanan dan Kelautan Unpad di Jatinangor, Sumedang.

Selama di Belanda, Dea kost di sebuah rumah di kota Leeuwarden. Dari rumah ia menggunakan sepeda pergi pulang ke kampus. Untuk hidup sehari hari ia mengandalkan bea siswa dari negara.

Setelah setahun kuliah di Belanda, Dea pulang ke Indonesia. Untuk tesisnya ia melakukan penelitian lapangan di Waduk Cirata dengan dibantu kawan kawannya dan dik Ahmad Firdaus. Selain itu ia juga melakukan wawancara ke Cianjur, Bogor serta Purwakarta.

 Dea membuat dua buah tesis untuk Twente University dalam bahasa Inggris dan untuk Unpad dalam bahasa Indonesia. Uniknya ia lebih dulu lulus di Twente University dengan mendapat gelar MSc., baru kemudian lulus di Unpad dengan mendapat gelar MIL. Saat wisuda ia mendapat predikat cum laude dan langsung diminta mendaftar ke S3 dengan memperoleh bea siswa.

Putriku sempat beberapa kali mengikuti kuliah di S3 Unpad tapi karena berbagai alasan ia mengundurkan diri dan memilih bekerja di kantor konsultan. Ia pun kost di Jl. Tubagus Ismail. Tidak berapa lama bekerja sebagai karyawan di situ ia memilih menjadi konsultan lepas dan pindah kantor ke Jl Sukarno Hatta. Di situ ia seringkali berpergian ke berbagai kota. Selain menjadi konsultan ia juga mengajar di Universitas Bakti Kencana.

Setahun kemudian ia diterima menjadi pengajar di Fakultas Geografi UGM Yogyakarta. Seangkatannya ada empat orang : putriku (S2 Unpad/Twente University), Rara (S2 Australia), Sandi (S3 dari Sorbonne University dan seorang lagi dari S2 ITB.

Selasa, 14 April 2020

Akhir Tahun Di Pulau Sumatra

Pagi hari di tanggal 31 Desember kami bangun untuk salat subuh mandi dan berganti pakaian. Mas Yono dan nyonya sedang sudah berangkat ke pasar. Saat kami menikmati minum kopi dan teh yang disajikan, mas Yono kembali. Kami pun terlibat dalam pembicaraan yang seru mengenai pengalaman perjalanan antara Lampung dan Bengkulu.

Tidak lama kemudian nyonya Yono menyiapkan sajian sarapan pagi. Ada bermacam macam masakan tersaji di meja. Kebanyakan adalah makanan laut seperti udang dan ikan. Kami makan pagi bersama.

Kawan  kuliah dik Yus di STKS yang menjadi pejabat di Bengkulu datang bersama istrinya. Mereka pun kami ajak sarapan. Lalu kami berbincang-bincang mengenai banyak hal. Kami juga tidak lupa berfoto bersama di rumah mas Yono yang merangkap sebagai tempat usaha konveksi dan sablon. Nama resmi perusahaannya adalah Adiguna Bordir. Di Bengkulu mas Yono tergolong pengusaha yang sukses. Adik serta anaknya pun memiliki usaha.

Setelah kawan dik Yus pamit, kamipun berpamitan senyampang masih pagi. Saat hendak berangkat mbak Katmi datang bersama suami dan anaknya. Kamipun berfoto bersama. Lalu dengan beriringan dalam dua kendaraan kami meninggalkan rumah mas Yono.

Sebelum meninggalkan kota Bengkulu mas Yono mengajak berkeliling kota. Kami pun singgah di Rumah Bung Karno. Karena hari itu hari terakhir di tahun 2017, banyaklah orang yang datang berwisata. Kami melihat lihat satu persatu ruangan di rumah itu dan melihat barang-barang peninggalan Bung Karno seperti kursi tamu, tempat tidur, meja makan, sepeda dan buku-buku sambil membaca keterangannya. Setelah puas melihat lihat di dalam, kamipun berjalan jalan di halaman depan yang luas lalu berfoto selfi maupun berfoto bersama.

Dari rumah Bung Karno kami mengarah ke pantai. Setelah berjalan sekitar tiga kilometer kami sampai di Pantai Panjang. Ratusan pohon cemara berjajar meneduhkan pantai.  Mobil mobil dari berbagai kota menuhi tempat parkir di sepanjang jalan. Wisatawan dari berbagai kota provinsi dan pulau sudah mulai memenuhi pantai. Di sinilah puncak perayaan pergantian tahun akan dilaksanakan nanti malam.

Dari Pantai Panjang kami menuju luar kota. Di batas kota kami berpamitan dengan keluarga mas Yono. Kamipun melanjutkan perjalanan ke Lampung. Di perjalanan kami beristirahat untuk makan siang. Bekal makanan dari nyonya Yono sangat banyak  sehingga kami tidak perlu makan di restoran.

Sepanjang perjalanan banyak orang menjual duren. Kami berhenti untuk beristirahat sambil menikmati duren Bengkulu yang lezat. Setelah puas menikmati duren kamipun melanjutkan perjalanan.

Perjalanan melalui Jalan Lintas Barat Sumatra sungguh menyenangkan. Kami kembali menyusuri pantai pesisir barat Sumatra. Kota kota yang tidak terlihat jelas saat berjalan malam kini terlihat jelas. Pemandangan pantai  sepanjang ratusan kilometer bisa kami nikmati. Beberapa pantai benar benar berada di tepi jalan sehingga kami memandanginya dengan leluasa seolah sedang berwisata pantai.

Alhamdulillah, lepas waktu waktu ashar kami sudah memasuki hutan. Jalan jalan benar sepi. Hanya ada satu atau dua mobil yang kami lihat. Hutan lebat dan jalan yang menanjak membuat perjalanan terasa seperti sebuah petualangan. Dari balik pepohonan muncul puluhan primata berukuran besar dengan bulu hitam atau pirang. Mereka dengan santai berloncatan di jalan dan pepohonan. Sungguh pemandandangan yang tidak terlupakan.

Setelah melewati hutan  Taman Nasional Bukit Barisan Selatan malam pun datang. Aku terkantuk kantuk dan tertidur. Setelah jalan panjang mendaki dan berliku kami memasuki Kabupaten Tanggamus. Sekitar pukul 20.00 kami salat dan beristirahat di sebuah masjid yang indah bersih luas dan nyaman. Kami ngopi sambil menikmati udara malam yang segar. Sekitar satu jam kemudian kami melanjutkan perjalanan ke Wonosobo.

Menjelang tengah malam kami telah tiba di rumah ibu dik Somadin. Keluarga tak henti henti bertanya mengenai perjalanan kami. Kami pun dengan bersemangat bercerita mengenai pengalaman ke Bengkulu pp.

Saat waktu menunjukkan waktu pukul 00.00, terdengar peluit dari kapal yang berlabuh di pantai.

Kamis, 09 April 2020

Menyusuri Perjalanan Di Tepi Samudra Indonesia.

Setelah menginap semalam di Tanggamus, paginya saya menyampaikan niat saya pada dik Somad ingin naik bus ke Bengkulu menengok mas Yono di . Ia pun mencari informasi ke kakak kakaknya  mengenai kondisi jalan dan rute bus yang menuju Bengkulu. Setelah bertanya ke sana sini, dik Somad menyarankan agar kami berangkat bersama saja dengan mobil carteran yang kami bawa dari Bandung. Maka kami putuskan berangkat keesokan harinya.

Sekitar pukul 10.00 tanggal 30 Desember 2017 kami berangkat dari Wonosobo meninggalkan Tanggamus. Kebetulan hari itu hari Jumat. Di perjalanan kami berhenti di sebuah masjid untuk salat Jumat. Setelah salat kami makan siang berupa bekal nasi dan lauk pauk dari rumah di serambi. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan. Perjalanan terus menanjak dan meninggalkan pemukiman. Lalu kami pun memasuki hutan pegunungan Bukit Barisan. Turun dari punggung hutan Bukit Barisan kami sudah meninggalkan kabupaten Tanggamus.

Kini kami memasuki wilayah pantai sepanjang puluhan kilometer. Di sebelah kiri nampak pantai yang tiada putusnya. Suasananya mirip pulau Bali dengan rumah rumah penduduk bergaya Bali lengkap dengan puranya. Sapi sapi dilepas begitu saja. Ini adalah pemukiman para transmigran dari Bali.

Meninggalkan pemukiman orang orang Bali kami memasuki pemukiman transmigran dari Jawa dan penduduk asli Lampung. Lalu kami masuki kota Krui ibukota Kabupaten Pesisir Barat. Kotanya terletak di tepi pantai yang indah. Rumah rumah penduduk berbentuk panggung berjajar dengan rapi dan anggun di sepanjang jalan. Di daerah ini ada satu dari empat kerajaan Lampung.

Setelah meninggalkan kota kami kembali menyusuri pantai di kiri jalan serta hutan dan perbukitan di sebelah kanan. Pemandangan sangat indah. Dari dalam mobil kami melihat deburan ombak menghantam pantai berkarang terjal. Beberapa tegakan batu karang bediri dengan tegar seperti candi di tepian pantai menghadapi gelombang yang terus menerus menghempas ke pantai tiada henti-hentinya. Sungguh pemandangan yang mempesona mata dan perasaan.

Kami pun tak bisa mampu melawan godaan untuk sejenak meluangkan waktu bertamasya. Kami singgah di sebuah warung makan di tepi pantai untuk menikmati kopi panas dan sejenak berjalan-jalan di tepi pantai serta bermain main bersama tiga kemenakan ketika matahari mulai tergelincir ke arah barat. Lalu kami pun melanjutkan perjalanan.

Jalan ke kota Bengkulu masih panjang. Pemandangan indah menyertai kami sepanjang perjalanan. Kadang kami tepat berada di bibir pantai, kadang kami berada di ketinggian dan melihat perkampungan jauh di bawah kami, dengan deretan rumah rumah penduduk yang bagus dan teratur dan latar belajang lautan nan amat luas.

Setelah berjalan ratusan kilometer kami memasuki provinsi Bengkulu ditandai dengan transisi bentuk rumah ke dalam bentuk limasan meski pun sama sama berbentuk rumah panggung dari kayu yang kokoh. Sama sama megah dan indah di pandang mata. Semua itu membuktikan bahwa Sumatra adalah pulau yang kaya. Tidak salah jika disebut Swarnadwipa. Swarna emas. Dwipa pulau. Pulau emas. Baik secara harfiah maupun majas.

Malampun tiba dan hanya lampu mobil yang menerangi jalan. Hanya ada satu dua  kendaraan yang lewat dan berpapasan. Lebih banyak kami berpapasan dengan kawasan ternak di tengah jalan. Ada puluhan domba atau sapi. Begitu saja mereka berjalan dalam kawanannya dengan merdeka seperti tiada yang ditakuti. Kadang kami harus berhenti untuk membiarkan mereka berlalu atau kami harus membunyikan klakson agar mereka mau berbagi jalan. Luar biasa bukan ?

Setelah makan malam di kedai di sebuah kota kecamatan kami pun sampai di salah satu ibu kabupaten. Saya mengirim  pesan kepada kakak. Mas Yono berkata agar kami bersabar. "Masih 250 km lagi," katanya. Ternyata kami baru menyelesaikan separuh perjalanan. Kami pun mekanjutkan perjalanan.

Kini jalan yang kami tempuh lebih lebar meski berselang seling antara jalan yang mulus dan yang rusak. Dalam kegelapan kami melihat kebun kebun karet dan kelapa sawit. Kami pun melewati beberapa ibukota kabupaten. Saat ingin mengisi bensin ternyata SPBU sudah tutup. Namun di depan SPBU banyak kios pedagang bensin. Di situlah kami mengisi bahan bakar, dengan harga yang lebih mahal.

Lewat tengah malam, hari pun berganti. Kami telah memasuki kota Bengkulu dengan jalan protokol yang luas. Jalan di sepanjang bandara Fatmawati nampak lengang. Namun memasuki pusat kota masih nampak banyak keramaian di kafe kafe yang dipenuhi anak anak muda. Mobil mobil aneka bentuk dan merk berjajar sepanjang jalan seperti di kota kota besar di Jawa.

Akhirnya kami pun sampai di Jl. Kalimantan. Kakak dan istrinya masih menunggu kami yang terlantuk kantuk. Setelah melepas kangen kami pun bersiap untuk istirahat. Waktu menunjukkan pukul 02.00. Kami telah menempah perjalanan sepanjang 520 kilometer.


Rabu, 08 April 2020

Berkunjung Ke Daerah Transmigrasi

Libur semesteran sekolah di pertengahan bulan Desember 2016.  Adik bungsuku, Wiwin mengajakku menengok keluarga suaminya di Tanggamus, Lampung. Akupun mengiyakan. Maka  setelah libur hari Natal kami berkemas. Malam itu kami berangkat dari Bandung. Dik Wiwin dan suaminya, dik Somadin dengan tiga anaknya : Hajid, Azkia, Shafa. Dik Titik, adikku yang keempat dan suaminya, dik Yus. Aku. Dik Wiwin menyewa mobil daring.  Supirnya adalah tetangga di komplek Riung Bandung yang sudah sering berkendara di pulau Sumatra karena pernah bekerja di kontraktor yang membangun infrastruktur jalan dan jembatan di pulau itu.

Tengah malam kami tiba di pelabuhan Merak dan masuk ke kapal roro. Dalam gelap kapal berlayar mengarungi laut Selat Sunda yang tenang. Saat fajar tiba kapal sudah merapat ke pantai. Pulau Sumatra kelihatan dari jauh. Makin lama makin jelas. Kami berfoto-foto di geladak kapal sambil menikmati udara laut di pagi hari serta matahari yang mulai bersinar di ufuk timur. Pelahan tapi pasti kapal menuju pelabuhan Bakauheni, menurunkan jangkar dan akhirnya bersandar di dermaga. Kami memasuki mobil dan keluar dari kapal  lalu mendarat di tanah pulau Sumatra kemudian meninggalkan pelabuhan.

Sekitar pukul 09.00 kami tiba di Kalianda namun tidak singgah. Kami melanjutkan perjalanan dan tidak lama kemudian  kami keluar dari jalan raya berbelok ke kanan beberapa kilometer memasuki kota kecamatan dan desa, melewati pesawahan dan kami pun tiba di pemukiman transmigrasi. Kami singgah di keluarga dik Somad hingga dzuhur. Setelah bersilaturahmi, makan minum dan salat kami melanjutkan perjalanan.

Tujuan kami berikutnya adalah kota Bandar Lampung. Dari sini kami menuju ke Pringsewu. Sesekali kami melihat lautan Indonesia di sebelah kiri berselang seling dengan rumah rumah penduduk. Menjelang ashar kami tiba di kota Pringsewu, singgah di pasar dan singgah di rumah kakak perempuan dik Somadin. Setelah mandi makan dan salat kami betangkat menuju Tanggamus.

Saat senja tiba kami memasuki Kota Agung, ibu kota kabupaten Tanggamus. Kota yang indah. Di punggung kota berdiri gunung Tanggamus yang agung. Di bagian bawah kota ada alun alun kota. Turun dari alun alun beberapa kilometer sampailah kami di pantai. Kami pun berhambur menuju pantai. Berjalan ke dermaga. Melihat lautan luas dan matahari yang mulai turun di ufuk barat. Sungguh pemandangan yang menakjubkan. Sayang tidak berapa lama berwisata di situ, hujan pun turun. Kami segera memasuki mobil dan melanjutkan perjalanan.

Mobil bergerak meninggalkan Kota Agung. Di sebelah kanan Gunung Tanggamus dan di sebelah kiri samudra Indonesia. Rumah-rumah  penduduk di pinggir jalan sangat bagus. Rumah panggung adat Lampung berbentuk limasan  terbuat dari kayu dengan atap genting dengan arsitektur yang berselera tinggi, berjajar di sepanjang jalan. Aku tak jemu memandangi dari balik kaca mobil.

Menjelang maghrib kami tiba di distrik Wonosobo dan mengambil jalan ke kiri memasuki perkampungan para transmigran dari Jawa yang telah berpuluh puluh tahun bermukim di sana. Seperti di Kota Agung, di pemukiman ini ada juga gereja.  Setelah melewati gereja,  kami pun berbelok ke kiri melewati pesawahan dan akhirnya  sampai di tempat yang kami tuju. Rumah ibu dik Somadin.

Setelah mandi, salat dan makan kami mengobrol di atas tikar di halaman rumah yang berlapis rerumputan tebal.

Pemilu Serentak 2019

Saat saya berkunjung di sekretariat Dewan Pimpinan Daerah PDI Perjuangan Jawa Barat di Jl. Pelajar Pejuang 45 No. 1 Bandung, bung Mathius bertanya, "sudah dapat formulir ?". "Belum," kataku. Lalu ia mengajakku bertemu Netha di ruangannya dan akupun mendapat 1 set formulir pencalonan. Akupun memilih  mencalonkan diri ke DPR RI saat ditanya mau mencalonkan diri ke mana.

Kang Tb. Hasanuddin menelpon ku dan menanyakan pencalonanku. Beliaupun memberi pandangan kalau mencalonkan diri Cirebon maka aku akan bertemu dengan kang Ono dan kang Yosef. Kalau mencalonkan diri di Kabupaten Bandung ada kang Yadi dan pak Kiyai. Yang dimaksud pak Kiyai adalah K.H. Jalaluddin Rahmat.  Dengan alasan pernah dua periode di DPRD Provinsi Jawa Barat maka kukatakan kalau aku akan mencalonkan untuk DPR RI.

Akupun menyelesaikan segala sesuatu yang diperlukan lalu memdaftar ke Jakarta dan alhamdulillah semua persyaratan administratif terpenuhi seperti keterangan dari PPS, desa, kecamatan, PAC, Pengadilan Tinggi Negeri Balebandung, Polres dan RS Hasan Sadikin. Kemudian aku mengikuti psikotes di kantor DPP PDI Perjuangan di Jl. Diponegoro, Jakarta. Di sana aku bertemu kang Yayat T. Sumitra ( Bupati Bandung Barat) dan kang Ayi Vivananda (Wakil Walikota Bandung). Kami bersama sama mengikuti tes secara online bersama puluhan peserta lain dari seluruh Indonesia.

Ternyata namaku dan nama kang Ayi tidak muncul dalam daftar nama calon yang diajukan ke KPU (Komisi Pemilihan Umum). Info itu kudapat dari kang Ayi. Karena penasaran aku bertanya ke staf sekretariat DPP dan jawabannya "itu kewenangan Ibu Ketua Umum." Akupun bertanya pada kawanku yang menjadi pejabat di KPU dan dia mengatakan tidak menemukan namaku dalam pengajuan dari DPP ke KPU. Lalu kawanku mengirim daftar yang disampaikan oleh partai. Aku pun mencari namaku di seluruh dapil yang ada bukan hanya di Jawa Barat tapi bahkan seluruh Indonesia. Benar, namaku memang tidak ada.

Perasaanku bercampur antara tidak percaya, hampa, merasa tidak dihargai dan senang. Tidak percaya, karena semua proses yang kulalui berjalan sangat lancar. Hampa, karena tidak berkata apa. Merasa tidak dihargai, karena aku merasa sudah lama berada di Partai. Senang karena aku tidak memiliki kewajiban untuk menyediakan dana yang memang sulit untuk bagiku menyediakannya.

Meski demikian tak urung kawan kawan separtai maupun kenalan  banyak yang bertanya mengenai nasib pencalonanku dan akupun membuat semacam penjelasan yang kukirim lewat whatApp. Kang Dani Ramang menceritakan soal ini ke kang Memo dan kang Memo menyatakan bersedia menerimaku untuk mencalonkan diri dari Garut. Tapi aku menolak dan mengucapkan terima kasih. Teh Poppy bertanya apakah "surat edaran" yang kubuat sudah diketahui DPP (Dewan Pimpinan Pusat) PDI Perjuangan. Kukatakan, "sudah,"  karena aku tahu memang sudah dikirim oleh kang Dani ke salah seorang Ketua di DPP.

Karena aku tidak dicalonkan aku hanya membantu mempromosikan kawan kawan yang maju baik untuk DPRD Kabupaten Bandung, DPRD Propinsi Jawa Barat maupun DPR RI.  Demikian juga dengan kawan kawan yang maju ke DPD (Dewan Perwakilan Dawrah). Untuk Pilpres aku tetap mendukung Jokowi.

Dalam Pemilu serentak 2019, PDI Perjuangan kalah di Jawa Barat dan kursinya turun baik di Jawa Barat maupun Kabupaten Bandung. Dari dua 9 kursi di DPRD Kabupaten Bandung menjadi 7 kursi. Dari dua kursi di DPRD Jawa Barat menjadi satu kursi. Untuk DPR RI juga turun dari dua kursi menjadi satu kursi. Kang Jalal tidak harus kehilangan kursinya di DPR RI.

Untuk Pilpres, suara Jokowi berada di bawah Prabowo baik di Kabupaten Bandung maupun Jawa Barat.

Sabtu, 04 April 2020

Hasanah

Dalam  pemilihan gubernur Jawa Barat tahun 2020,  kang Tb. Hasanuddin selaku Ketua DPD PDI Perjuangan  maju menjadi calon gubernur bersama kang Anton Charliyan sebagai calon wakil gubernurnya. Keduanya ditunjuk oleh Ketua Umum DPP PDI Perjuangan. Misi utama yang diberikan oleh Ketua Umum adalah menyelamatkan DAS Sungai Citarum yang rusak parah. Pada saat itu PDI Perjuangan Jawa Barat sebagai partai pemenang  di tingkat regional dengan 20 kursi bisa mengajukan pasangan calonnya sendiri. Pasangan itu kemudian mendeklarasikan diri dengan panggilan Hasanah, singkatan dari Tb. Hasanuddin dan Anton Charliyan Amanah. Anton adalah mantan Kapolda Jabar.

Saya diajak bergabung dalam sebuah tim yang dipimpin bang Mathius untuk memberikan dukungan bagi Hasanah. Dari internal  ada fungsionaris DPD seperti bang Mathius, kang Yunandar, kang Budiana, kang Abdi, kang Bedi. Ada juga kang Iwan, kang Dony, Deby dan saya. Dari eksternal ada kang Yusef  serta beberapa akademisi. Kami memberikan masukan mengenai visi misi tujuan dan program Hasanah. Biasanya kami hadir jika diperlukan dalam mempertajam program kerja maupun dimintai pandangan mengenai hal hal yang terkait dengan kampanye. Kadangkala kami berdiskusi dengan beberapa pakar dan tokoh. Menjelang masa kampanye lewat media ada tim konsultan komunikasi dari Jakarta yang ikut memberi nasihat mengenai teknik teknik komunikasi yang perlu dilakukan oleh pasangan calon.

Deklarasi dan pemilihan nomor pasangan dilakukan oleh KPU Jawa Barat di Arcamanik Sport Center.  Semuanya ada empat pasangan calon yaitu Ridwan Kamil - Uu Ruzhanul Ulum, Tubagus Hasanuddin- Anton Charliyan, Sudrajat-Ahmad Saikhu, Dedy Mizwar-Dedi Mulyadi. Hasanah mendapat nomor urut 2.

Kampanye pertama dilakukan di Sasana Budaya Ganesha ITB dengan moderator Rosiana Silalahi dari Kompas,  kemudian di Cirebon dan terakhir di UI Depok. Saat kampanye di Depok inilah pasangan Sudrajat-Ahmad Saikhu yang diusung oleh PKS, Gerindra, dan PAN tersebut memamerkan sebuah kaos bertuliskan 2018 Asyik Menang, 2019 GantiPresiden. “Kalau 2018 Asyik menang, 2019 ganti presiden,” ujar Sudrajat di Balairung Universitas Indonesia, Depok, Senin malam, 14 Mei 2018.

Pernyataan tersebut membuat pendukung pasangan TB Hasanuddin- Anton Charliyan (Hasanah) protes kepada panitia. Mereka yang sebagian besar kader PDI Perjuangan langsung berteriak. “Provokasi itu, suruh minta maaf,” ujar salah pendukung pasangan nomor urut dua tersebut.

Beberapa panitia mencoba menenangkan mereka. Namun mereka terus mendesak ke panggung mendekati pasangan calon nomor urut tiga yang berkampanye Pilpres. “Ini debat pilkada, belum ajang pilpres," teriak para pendukung Hasanah.

Tanggal 27 Juni 2018. Ini hari  pemilihan gubernur dan wakil gubernur. Aku memberikan suara dengan mencoblos di TPS Lapang Adu Domba di dekat rumah.
Hari itu juga sejumlah lembaga survei merilis hasil akhir hitung cepat ( quick count) Pilkada Serentak 2018.

Untuk Pilkada Jawa Barat, sebanyak 5 lembaga survei telah merilis hasil akhir perhitungan cepatnya.

Kelima lembaga itu adalah Litbang Kompas, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Charta Politika, Lingkaran Survei Indonesia (LSI), dan Populi Center.

Berdasarkan hasil akhir hitung cepat 5 lembaga survei ini, pasangan Ridwan Kamil-UU Ruzhanul Ulum unggul di kisaran 32-33 persen.

Di posisi kedua, pasangan Sudrajat-Ahmad Syaikhu dengan perolehan suara 27-30 persen.
Sementara, menurut hitung cepat lima lembaga itu, posisi tiga ditempati pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi dengan perolehan suara pada kisaran 25-26 persen.

Dan, di posisi terakhir, pasangan Tubagus Hasanuddin-Anton Charliyan dengan perolehan suara antara 11-12 persen.

Berdasar hasil hitung cepat tersebut kang Tb. Hasanuddin memberikan ucapan selamat kepada pasangan Ridwan Kamil dan Uu Ruzanul Ulum.

Peta Kemenangan Pilkada Jawa Barat 2018

Berdasarkan data KPU, untuk Pilkada Jawa Barat: Jumlah pemilih: 31,73 juta pemilihJumlah surat suara sah: 21.979.995 suaraJumlah surat suara tidak sah: 744.338 suara

Dari hasil rekapitulasi KPU, pasangan Ridwan Kamil-UU Ruzhanul Ulum dinyatakan sebagai pemenang dengan perolehan suara 7.226.254 suara (32,88 persen).

Posisi kedua ditempati pasangan Sudrajat-Ahmad Syaikhu dengan 6.317.465 (28,74 suara). Sementara, pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi di posisi ketiga dengan perolehan 5.663.198 suara (25,77 persen), dan terakhir pasangan tubagus Hasanuddin-Anton Charliyan dengan 2.773.078 suara (12,62 persen).

Dengan demikian Ridwan Kamil berhak untuk dilantik menjadi Gubernur Propinsi Jawa Barat 2018-2023 menggantikan Ahmad Heryawan yang sudah menjabat dua periode.

Rabu, 01 April 2020

Front Bela Negara

Suatu saat kang Wawan menelponku dan beberapa kemudian ia ke rumah. Aku kenal kang Wawan di partai. Ia menjadi bagian dari Sekolah Partai yang disrmelenggarakan oleh  Badiklat (Badan Pendidikan dan Latihan) partai dan aku sebagai mentor dalam kursus kader. Ada beberapa topik yang kami bicarakan saat kami bertemu di rumahku. Salah satunya soal pembentukan provinsi Cirebon. Tapi bukan itu sebenarnya yang menjadi tujuan kang Wawan datang. Ia menawariku ikut dalam organisasi Forum Bela Negara  (FBN) Jawa Barat. Akupun mengiakan.

Kang Wawan kemudian mengundangku menghadiri acara rapat pertama di salah satu ruangan di Gedung Merdeka. Lebih tepat kalau disebut acara perkenalan. Hampir semua pengurus adalah orang orang yang baru kukenal. Hanya dua atau tiga orang yang kukenal karena pernah bertemu di partai. Beberapa akademisi memberikan materi mengenai wawasan kebangsaan dalam acara itu. Aku diperkenalkan sebagai Ketua Bidang Ideologi dan kang Anan menjadi wakilku.

FBN menampung orang orang yang sudah mengikuti kegiatan bela negara. Sebut saja alumni bela negara. FBN juga mengembangkan nasionalisme dan patriotisme di kalangan masyarakat khusunya di kalangan muda.

Pertemuan  di antara sesama pengurus yang pertama  bertempat di rumah salah seorang pengurus di komplek Setrasari, tidak berapa jauh dari Nu Arts Galery milik seniman Nyoman Nuarta. Dalam pertemuan itu dibahas juga mengenai rencana membuat lembaga ekonomi seperti koperasi.

Pelantikan dewan pengurus daerah FBN Jawa Barat dilaksanakan di Jakarta. Kami berangkat dari Setrasari, Bandung pukul 07.00 pagi menggunakan bus. Tiba di Jakarta menjelang dzuhur. Acara pelantikan di Kantor Menko Polhukam di Jl. Medan Merdeka Barat. Pelantikan pengurus untuk beberapa provinsi dilakukan oleh Ketua Umum dewan pengurus nasional FBN  Laksamana Muda TNI (Purn) Prof. Dr. Setyo Harnowo drg. Sp. BM(K), FICD, FICCDE. Hadir juga Bambang Sulistomo, putra Bung Tomo dan beberapa seniman.

Kegiatan terakhir yang kuikuti adalah halal bihalal FBN bersama ormas ormas yang peduli dengan masalah kebangsaan. Aku diminta menjadi moderator untuk memandu pembicaraan dengan topik menghadapi terorisme di Indonesia.

Belakangan beberapa pengurus FBN mengundurkan diri dan ada pula yang mendirikan lembaga baru yang mirip dengan FBN.