Jumat, 28 Januari 2022

Pernikahan Kemenakan


Sejak memasuki tahun 2000-an, banyak sekali pernikahan  kemenakanku. Banyak yang bisa kuhadiri baik sendirian maupun bersama nyonya dan kadang bersama keluarga, namun ada juga yang tidak bisa kuhadiri karena alasan kesibukanku maupun belakangan karena alasan adanya pandemi. Kemenakanku setidaknya berasal dari  beberapa asal usul. Pertama berasal adik adikku (Keluarga Harso), kedua berasal dari keluarga ayah (Keluarga Rono),  ketiga berasal  dari keluarga ibu (Keluarga Puluhwatu), dan keempat berasal dari keluarga istriku (Keluarga Banjaran).

A.      Kemenakan dari Keluarga Harso.

1.       Pernikahan  kemenakan pertama yang kuhadiri adalah pernikahan Mohammad Iman Damara, anak laki-laki pertama adikku, jeng Yani , yang tinggal di Cibinong, Bogor. Iman lulusan IPB dan bekerja di Baznas. Mempelai perempuan berprofesi sebagai guru, berasal dari Bogor juga. Pernikahan berlangsung di ballroom Vila Billabong. Dalam pernikahan ini aku mendampingi  jeng Yani di sisi pelaminan, karena suami jeng Yani-dik Karmawan- sudah lama meninggal dunia. Pernikahan ini dilaksanakan dengan menggabungkan adat Palembang dan Jawa. Ketua Baznas, Dr. Didin, hadir memberi kutbah nikah.

Istriku lebih dulu ke Cibinong, sedang aku berangkat pada Hari-H. Dari  Jalan Tol Padaleunyi kami memasuki jalan tol Jakarta Bogor. Sampai di Bogor kami mengambil jalan nasional ke arah Jakarta. Resepsi selesai pada pukul 14.00.  Seusai resepsi, aku beristirahat sejenak di sebuah rumah singgah di dekat rumah jeng Yani. Menjelang malam kami kembali ke Bandung. 


 

2.       Pernikahan berikut  yang bisa kuhadiri adalah pernikahan Aulia Rachmat Wibowo, anak laki-laki kedua jeng Yani (Budi Wajiati) di Jakarta. Rachmat seorang jurnalis teve menikah dengan Yuvienda sesama jurnalis di stasiun televisi yang sama. Mereka menikah di sebuah gedung pertemuan di komplek Lanud Halim Perdanakusuma di Jakarta. Kali ini saya pun menjadi saksi dan sekaligus mendampingi jeng Yani . Pernikahan menggunakan adat Jawa dan Palembang, karena ayah nak Rachmat berasal dari Padamaran, OKI. Karena lokasi akad nikah dan resepsinya di Halim yang dekat dengan jalan tol Jakarta-Cikampek, maka aku tidak perlu menginap di Jakarta. Pagi itu aku, istri dan anak-anak berangkat dari Bandung bersama-sama dan pulang pada hari itu juga.


 

3.       Pernikahan selanjutnya adalah pernikahan Haniefah, putri pertama dari jeng Haryani dan dik Achmad Firdaus. Haniefah menikah dengan Evan, anak seorang pasangan dokter dari Cirebon. Akad nikah pernikahan  dilaksanakan di masjid Al Irsyad di kota baru Parahyangan, Padalarang, dan resepsinya diselenggarakan secara outdoor (garden party) di halaman samping masjid. Dalam pernikahan ini aku pun bertindak mewakili keluarga jeng Haryani dan juga menjadi saksi pernikahan. Mbak Dea dan mas Sandy juga hadir dari Yogyakarta. Ibu dan adik-adikku juga bisa berkumpul secara lengkap. 


 

4.       Pernikahan berikutnya adalah pernikahan Maryam Qaramatullah  yang biasa dipanggil Lulu dengan Irfan. Mereka sama sama kuliah dan bekerja di UPI (Universitas Pendidikan Indonesia).  Lulu anak dik Yus dan jeng Titik. Sedangkan Irfan anak seorang pejabat di Depag. Mereka tinggal di Sukabumi.

Akad nikah dan resepsi pernikahan Lulu dan Irfan diselenggarakan di gedung pertemuan Ahmad Sanusi UPI yang terletak di samping Sekolah Pascasarjana dan dibelakang masjid kampus. Antara masjid dan gedung pertemuan dihalangi sungai kecil. Adik-adik dan keluarganya datang dari berbagai kota, demikian juga anak-anakku. Mbak Dea dan mas Sandy  dan Kanaya datang dari Yogyakarta dengan menggunakan pesawat. mereka menginap di sebuah hotel di Jalan Cihampelas. Mas Sidiq dan Shasmaka datang dari Jakarta dengan menggunakan kereta api.

Pada pernikahan Lulu aku mendapat tugas menjadi saksi. Usai akad nikah aku segera meninggalkan tempat dan dengan menggunakan taksi daring segera menuju sekretariat DPD PDI Perjuangan Jawa Barat untuk mengikuti fit dan proper test calon bupati Bandung. Dari PDI Perjuangan ada empat bakal calon : Kang Dimyati, Teh Yena, Kang Irman dan saya. 


 

5.       Pernikahan berikutnya adalah  pernikahan Maulida Kartika Azzahara (Tika) dengan Dony. Tika anak bungsu jeng Yani  yang tinggal di Cibinong dan Dony berasal dari Ponorogo. Tika dan Dony saling bertemu di program Indonesia Mengajar. Pernikahan diselenggarakan di sebuah gedung pertemuan di daerah Cibinong dan diselenggarakan dengan adat Palembang dan Jawa. Aku mewakili tuan rumah menerima rombongan pengantin pria, menjadi saksi pernikahan dan mendampingi jeng Yani selama rerepsi berlangsung.

Pada pernikahan Tika dan Dony ini, keluarga mas Sidiq hadir bersama besanku, Ibu Sri Andini, hakim tinggi DKI Jakarta. Keluarga nyonya juga hadir dari Bandung. Demikian juga keluarga mas Ignas dan mbak Tutik dari Bogor. Kami masih sempat saling bertemu di akhir acara. Setelah itu kami kembali ke tempat masing-masing.

Ini adalah pernikahan di keluarga Harso yang bisa dihadiri ibu.

6.       Pernikahan berikutnya adalah pernikahan Aisyah dan Encep. Aisyah anak jeng Titik dan dik Yus. Sementara orang tua Encep orang Bandung. Kali ini akad nikah dan resepsi pernikahan diselenggarakan di sebuah kolam renang di Cipatat, dekat rumah jeng Titik. Pada pernikahan Aisyah-Encep ini pun  aku menjadi saksi pernikahan.

Usai resepsi pernikahan , aku mengantar mas Yono dan keluarga berjalan-jalan ke Waduk Saguling. Mas Yono dan nyonya menyempatkan  datang dari Bengkulu untuk  menghadiri  pernikahan ini, sementara Ipang, anak mereka, datang bersama kawan-kawannya dari Jakarta. Rute yang  kami lalui adalah mengeliling Waduk Saguling melalui  Cipatat, Saguling, Cipongkor, Cililin, Batujajar, Cimaremeh, Padalarang dan Cileunyi. Dari Padalarang kami melewati jalan tol Padaleunyi. Ipang dan kawan-kawannya pulang malam itu, sedangkan mas Yono dan nyonya pulang keesokan harinya. Aku mengantar mereka sampai ke komplek Batununggal. Mereka kemudian menggunakan shutle bus ke Bandara Sukarno-Hatta.

 

 

B.      Kemenakan dari Keluarga Rono 

 


 

 

1.        Pernikahan Maryono ( anak jeng Sumini dan dik Salekan) dengan Nonon  diadakan di Batujajar, dekat dengan Waduk Saguling. Jeng Sumini adalah anak sulung bulik Giyem (adik ayahku yang bungsu). Jeng Sumini satu-satunya anak bulik yang tinggal di Ngawi.  Akad nikah dan resepsi diadakan di kediaman mempelai perempuan.

 Pernikahan Siswanto (anak jeng Suminem dan dik Untung) dengan Wati. Akad nikah diadakan di sebuah masjid di Subang dan resepsi diadakan di rumah mempelai perempuan. Aku dan  nyonya berangkat dari Bandung melalui jalan tol Padaleunyi dan ke luar di pintu tol Sadang. Pulangnya aku keluar di pintu tol Kopo dan singgah di Perumnas Bumi Parahyangan Kencana mengantar Ibuku. Ikut bersama kami, beberapa saudara yang datang dari Ngawi.

3.      Pernikahan kemenakan berikutnya  yang kuhadiri adalah pernikahan Aulia Rohayati  (biasa dipanggil Uli), anak perempuan Mas Nurul Supardi di Bandung. Uli yang lulusan UII Yogyakarta menikah di rumahnya di Gedebage dengan orang Jakarta, Herwandi. Mas Nurul adalah anak dari bupuhku, kakak perempuan bapak. Sehingga mas Nurul adalah kakak sepupu. Dia juga teman sekolahku di SMEA Panti Pamardi Sisi, Ngrambe, Ngawi. Dalam pernikahan ini aku juga menjadi saksi nikah

4.       Pernikahan Wulandari.  Wulan adalah anak jeng Suminah dan kang Ece yang kedua. Wulan, lulusan sastra Jepang UPI dan bekerja di perusahaan Jepang menikah dengan Ismail, seorang pemuda dari  Kebumen, yang pernah aktif menjadi Satgas PDI Perjuangan. Akad nikah dan resepsi diselenggarakan di sebuah GOR di Cicalengka, Bandung. Keluarga dari berbagai kota hadir, juga yang dari Sumatra. Keluarga jeng Suminah banyak tinggal di Sumatra, karena orang tua mereka bertransmigrasi ke sana sejak tahun 70-an. Ibu mereka, bulik Giyem adalah adik bungsu ayah. Bulik dan suaminya meninggal di Lampung, Sumatra dan dimakamkan di sana.  Sehari setelah pernikahan, keluarga besar  jeng Suminah dari Ngawi dan Lampung datang berkunjung ke rumahku.

5.       Pernikahan Eva. Eva adalah putri sulung mbak Kasmiyati dan mas Gunari. Mbak Kasmiyati anak perempuan bupuh Sinem, kakak perempuan ayah yang tertua. Ketika itu Eva bekerja di Tangerang, di mana ia bertemu dengan laki-laki yang menjadi jodohnya.  Akad nikah dan resepsi pernikahan diselenggarakan di rumah mbak Kasmiyati di Ujung Berung, Bandung. Ada hiburan dangdutan dari penyayi dan grup musik setempat.

6.      Pernikahan Ujang Suherman. Ujang anak ketiga jeng Suminah dengan dik Cece. Ujang bekerja di sebuah BPR (Bank Perkreditan Rakyat) di Cileunyi, Bandung dan melanjutkan kuliah di sebuah PTS di Bandung. Ujang menikah dengan seorang pegawai bank juga. Akad nikah dan resepsi pernikahan mereka diadakan di sebuah komplek perumahan di Parakan Muncang, Kabupaten Sumedang.

7.       Pernikahan berikutnya  adalah pernikahan Bagus Rengga di Surabaya.  Rengga anak laki-laki mas H. Samidi. Rengga, sarjana teknik lulusan ITS  menikah dengan seorang dokter gigi. Pernikahan berlangsung pagi hari dan resepsinya diselenggarakan malam hari di gedung pertemuan Universitas Bhayangkara. Saat itu aku dan rombongan menggunakan kereta api dari stasiun KA Kiaracondong seusai waktu subuh dan tiba di Stasiun KA Wonokromo pada malam hari. Kami dijemput para kemenakan. Di rumah mas Samidi sudah ada mas Suyono dari Bengkulu. Kamipun menginap di masjid dekat rumah. Mas Yono bertugas menjadi saksi dan saya memberikan sambutan mewakili keluarga mempelai pria. Pernikahan berlangsung dalam adat Jawa. Sehari setelah pernikahan, kami kembali ke Bandung dengan kereta api siang dan tiba di Stasiun Kiaracondong pada malam hari.

8.       Pernikahan berikutnya adalah pernikahan Dony Setya,  putranya mbak Mar dan mas Dwi di Nganjuk. Dony lulusan S2 dari Universitas Negri Surabaya. Nah kali kami berangkat dari Yogyakarta bersama-sama dengan anak perempuanku, mbak Idea dan menantu, mas Sandy. Kami berangkat pada waktu subuh dengan membawa kendaraan pribadi melalui kota Klaten dan Solo lalu masuk ke jalan tol Trans Jawa menuju kota Nganjuk. Menjelang waktu dzuhur kami tiba di tempat hajat. Dony mendapat istri warga setempat. Pernikahan diselenggarakan di rumah. Di tempat hajat kami bisa bertemu dengan keluarga besar dari Ngawi dan kota-kota lain baik di Jawa dan luar Jawa. Sekitar pukul 14.00 kami kembali ke Yogyakarta. Mas Sandy melanjutkan perjalanan ke Malang dengan menggunakan bus dari terminal bus Nganjuk untuk menengok orang tuanya. Aku mengemudi mobil pulang ke Yogyakarta. Setelah beberapa hari di Yogyakarta,  kami pulang ke Bandung dengan menggunakan kereta api ekspres malam.

9.      Pernikahan selanjutnya yang bisa kuhadiri adalah pernikahan Bagus Anton  di Surabaya. Anton lulusan ITS dan saat itu sudah bekerja di luar Jawa. Ini anak laki-laki kedua mas H. Samidi.  Bagus menikah dengan anak seorang haji yang merupakan  pengusaha tambak ikan dari Sidoharjo, Jawa Timur. Kali ini aku berangkat dari Bandung bersama istri. Kami menuju Yogyakarta dan menginap semalam. Malamnya kami naik bus dari depan bandara Adisucipto dan sampai di Stasiun Sidoarjo pada pagi hari. Dari sana kami naik taksi ke Universitas Bhayangkara, Surabaya. Pernikahan berlangsung pagi hari dan resepsinya juga diselenggarakan pada pagi dan siang hari di gedung pertemuan Universitas Bhayangkara. Acara berlangsung hingga pukul 14.00. Mas Yono bertugas menjadi saksi dan saya memberikan sambutan mewakili keluarga mempelai pria. Pernikahan berlangsung dalam adat Jawa. Sore harinya kami kembali ke Yogyakarta dengan menggunakan bus.Tiba di Yogyakarta pada tengah malam dan menginap di rumah anak kami.

10.  Pernikahan Selly Ulfiyani. Selly adalah anak perempuan dari jeng Sri Wahyuni dengan dik Mukarom. Jeng Sri adalah adalah anak ke sepuluh (bungsu) Oom Wiro dan bulik Giyem. Pernikahan diselenggarakan di kediaman mereka di Desa Gandasoli, kecamatan Katapang, Kabupaten Bandung. Kebetulan pada hari yang sama ada acara partai, menanam pohon di Pangalengan. Jadi dari sana aku dan istriku langsung ke tempat pernikahan.

 

C.      Kemenakan dari keluarga  Puluhwatu.

1.       Pernikahan drg. Siska, anak perempuan dari mbak Ninik dan mas Wasis Kusni. Dokter Gigi Siska menikah dengan Reza,  orang Kalimantan yang berdarah Madura—anak seorang anggota DPRD di Pangkalan Bun—yang  merupakan kemenakan bupati Sleman saat itu, Idham Samawi, dari pihak istri. Pernikahan diselenggarakan dengan megah dalam budaya Jawa yang agung di sebuah gedung pertemuan di depan komplek UGM di Yogyakarta.  Ada ensamble musik gamelan selama acara resepsi berlangsung. Aku datang ke Yogyakarta bersama mbak Tatik dan mas Tarno. Kamipun menginap di sebuah wisma milik keluarga Dian Sastrowardojo. Di sana aku bertemua anakku Sidiq yang datang dari Semarang dan Praja yang lebih dulu berangkat dari Bandung bersama Ibu dan jeng Wiwin. Ibu dan rombongan bahkan sempat mengunjungi keluarga besar kami di Ngawi terlebih dahulu. Saat pulang ke Bandung kami melalui jalur pantai selatan sampai Cilacap dan berkunjung ke keluarga besar mas Tarno di Jatilawang. Menjelang tengah malam aku sampai di rumah. Mas Tarno dan keluarga melanjutkan perjalanan ke Cimahi.

2.       Pernikahan  Bertha Widiantari, anak perempuan kedua mbak Tatik Ariyani dan mas Alexius Sutarno. Pernikahan Bertha dengan Panji diselenggarakan di katedral Cimahi dan pesta pernikahan diselenggarakan di aula Gereja di pusat kota. Bertha menikah dengan seorang pemuda berdarah Menado dan Jawa. Keluarga  bupuh Arisman dan bupuh Mulyono juga hadir dari berbagai kota dan mereka menginap di sebuah mess TNI AD di dekat katedral.

Keesokan harinya keluarga mbak Ninik berkunjung ke rumah  diantar mas Bowo, sebelum pulang ke Yogyarta. 



 

3.       Pernikahan  Citra,  anak perempuan kedua mbak Ninik dan mas Wasis. Citra lulusan sebuah universitas di Singapura menikah  dengan seorang pemuda  Melayu dari Singapura. Akad nikah di Singapura, tetapi pesta pernikahan diselenggarakan di tiga tempat, Singapura, Medan dan Pekanbaru. Nah  aku menghadiri acara di Pekanbaru ini. Berangkat sendirian dari bandara Husen Sastranegara di Bandung, aku sampai di bandara internasional Sultan Syarif Kasim II menjelang ashar dan menggunakan bus kota menuju kediaman mas Wasis. Saat turun dari halte bus dan menyebrang jalan dengan menarik koper,  ada seorang mahasiswa berbaik hati mengantarku dengan menggunakan motornya hingga ke halaman rumah mas Wasis. Tiba di sana sudah ada bupuh Aris, Mas Yanto dan Rendi. Malam itu Prof Caska dari Unri datang mengunjungiku. Mas Wasis menjamu kami dengan gulai kepala kambing yang lezat. Kambing yang disembelih merupakan kambing yang diternakkan mas Wasis di perkebunan sawitnya. Mas Caska kemudian mengajakku jalan jalan menikmati pemandangan malam hari kota Pekanbaru sambil berkeliling kampus dan bercerita mengenai beberapa bangunan eks PON yang mangkrak.

4.       Pernikahan  dr. Fahmi  anak laki-laki pertama mas Haji Bowo Restiyono dan mbak Hj. Nunung. Fahmi dokter lulusan Universitas Sultan Agung, Semarang, mendapatkan jodoh orang Tegal, anak seorang PNS yang berbisnis busana dengan mendirikan butik. 


 

Sehari sebelum pernikahan aku dan nyonya berangkat dengan mobil melalui Sumedang, Jatiwangi, Palimanan, Cirebon, Losari dan Brebes melalui jalan nasional. Saat salat Jumat tiba aku menyempatkan diri salat di sebuah masjid di kota Cirebon. Usai salat kami melanjutkan perjalanan dan tiba di Tegal saat waktu ashar. Kami langsung menuju hotel Premiere di dekat pantai untuk check ini dan beristirahat. Malam harinya kami dijemput menuju kediaman mempelai pengantin perempuan untuk acara lamaran. Keluarga besar Arisman dari berbagai kota hadir. Selain bupuh Aris, ada Mas Har, mbak Wiwik, mbak Tatik, mas Yanto, mas Didik, mas Hari dan mbak Ninik beserta keluarganya. Acara selesai tengah malam dan kami diantar kembali ke hotel.

Keesokan harinya kami hadir kembali ke rumah mempelai perempuan untuk acara akad nikah. Dari rumah mempelai perempuan kami berjalan mengiringi pengantin dengan diiringi tetabuhan rebana. Demikian juga saat pulang kembali ke rumah. Usai akad nikah di masjid ada acara selamatan di rumah mempelai perempuan, dan itu menjadi waktu bagi kami bertemu keluarga Arisman secara lebih leluasa dan santai. Malam harinya kami bertemu lagi di sebuah rumah makan yang terletak di jalan utama menuju Slawi. Setelah itu aku dan istriku kembali ke hotel.

Keesokan harinya jeng Yani dan jeng Titik datang. Lalu setelah sarapan pagi kami bersama-sama mendatangi tempat resepsi pernikahan di sebutah ballroom yang terletak di belakang hotel. Acara berlangsung meriah hingga petang hari. Kami pun berpisah dengan keluarga kedua  mempelai dan kembali ke hotel untuk check out lalu meninggalkan kota Tegal. Jeng Yani ikut bersama kami sampai kota Cirebon. Kami mengantar ke terminal bus. Setelah bus yang ditumpangi jeng Yani meninggalkan terminal, kami pun melanjutkan perjalanan ke Bandung melalui daerah Trusmi yang kini nampak semakin semarak dengan banyaknya pertokoan dan pasar batik.

 

D.      Kemenakan dari keluarga Banjaran

 


 

1.      Pernikahan Yudha. Yudha, anak pertama ceu Yayah dan kang Ugih yang tinggal di Jalan Cagar Alam, Pancoran Mas, Depok setelah pindah dari Bandung. Ceu Yayah dan kang Ugih, sama-sama paramedis. Ceu Yaya, kakak tertua istriku, bekerja di RS Bhakti Yudha dan kang Ugih bekerja di Dinas Kesehatan Kota Depok.  Yudha, yang lulusan dari akuntansi UPN Veteran Depok menikah dengan Mely, orang Tionghoa. Ayah Mely punya pabrik pengolahan kopi yang  legendaris. Resepsi pernikahan Yudha dan Mely diadakan di Gedung Pertemuan yang megah di TMII (Taman Mini Indonesia Indah). Dari Bandung, kami sekeluarga ke TMII di Pondok Gede, Jakarta pada Hari-H. Hari itu pula kami kembali ke Bandung.

2.      Pernikahan Andri. Andri, anak kedua Ceu Yayah dan kang Ugih. Resepsi pernikahan diselenggarakan di kediaman mereka di Jalan Cagar Alam, Pancoran Mas, Depok. Di samping rumah Ceu Yayah ada tanda kosong yang bisa digunakan untuk resepsi. Sementara kendaraan bisa diparkir di sebidang tanah kosong yang lainnya masih di blok yang sama. Karena diselenggarakan di rumah, suasana jadi lebih familiar. Kami bisa berkumpul sampai menjelang magrib. Usai magrib kami kembali ke Bandung.

3.      Pernikahan berikutnya yang bisa kuhadiri adalah pernikahan Mohammad Ramdhan (Dadan), anak laki-laki kang Iman Kardiman dan mbak Rita. Kang Iman adalah kakak perempuan istriku. Kang Iman  tinggal di Banjaran, Bandung. Ramdhan yang bekerja di IPTN adalah anak kedua kang Iman, ia menikah dengan Warni dari Arjasari, Kabupaten Bandung. Dalam pernikahan ini, akupun menjadi saksi nikah.

4.      Pernikahan Gun-gun. Gun-gun nama panggilan dari Guna Gumbira, anak pertama dik Eni dan dik Sunsun. Gun-gun menikah dengan gadis dari Lembang, seorang sarjana teknik pertambangan lulusan Unisba. Akad nikah dan pernikahan mereka diselenggarakan di sebuah resor tidak jauh dari rumah mempelai perempuan. Tepatnya di jalan Lembang-Maribaya. Pada pernikahan Gun-gun ini, dik Nanik datang dari Swiss untuk menghadiri. Adik-adikku juga hadir, baik dari Bandung maupun Bogor.

Seusai acara resepsi kami mengadakan rapat keluarga di tempat dan kemudian langsung ke RSHS menjenguk ibu istriku yang sedang dirawat untuk kesekian kalinya, sebelum akhirnya kembali menghadap Tuhan Yang Mahas Pengasih dan Maha Penyayang.

5.      Pernikahan Riska. Riska anak ketiga Kang Iman dan mbak Rita. Riska kuliah di UPI dan setelah lulus diterima bekerja sebagai guru pada Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor dan sehari-hari  bekerja di sebuah SLB di Cibinong. Riska menikah dengan orang Baleendah, Kabupaten Bandung. Akad nikah dan resepsi pernikahan diselenggarakan di rumah keluarga besar Une Hidayat di Banjaran.

6.       Ada beberapa pernikahan kemenakan lagi dari keluarga istriku yang kuhadiri. Yang kuingat adalah pernikahan cucu Kang Haji Engkom yang diselenggarakan dengan megah di kediaman orang tuanya di Desa Kiangroke. Kemudian pernikahan anak dari sepupu istriku di Pamengpeuk. Terakhir adalah pernikahan anak laki-laki ayi Haji Yuyus. Haji Yuyus adalah suami dari sepupu istriku. Anak mereka seorang prajurit TNI AD. Rupanya kemenakan ku ini mengikuti jejak uwa nya, Mayor Jendral Karmin, yang merupakan kakak sepupu istriku. Pernikahan anak dik Haji Yuyus diselenggarakan di garasi yang disulap menjadi tempat resepsi, milik kemenakan kami.