Kamis, 09 April 2020

Menyusuri Perjalanan Di Tepi Samudra Indonesia.

Setelah menginap semalam di Tanggamus, paginya saya menyampaikan niat saya pada dik Somad ingin naik bus ke Bengkulu menengok mas Yono di . Ia pun mencari informasi ke kakak kakaknya  mengenai kondisi jalan dan rute bus yang menuju Bengkulu. Setelah bertanya ke sana sini, dik Somad menyarankan agar kami berangkat bersama saja dengan mobil carteran yang kami bawa dari Bandung. Maka kami putuskan berangkat keesokan harinya.

Sekitar pukul 10.00 tanggal 30 Desember 2017 kami berangkat dari Wonosobo meninggalkan Tanggamus. Kebetulan hari itu hari Jumat. Di perjalanan kami berhenti di sebuah masjid untuk salat Jumat. Setelah salat kami makan siang berupa bekal nasi dan lauk pauk dari rumah di serambi. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan. Perjalanan terus menanjak dan meninggalkan pemukiman. Lalu kami pun memasuki hutan pegunungan Bukit Barisan. Turun dari punggung hutan Bukit Barisan kami sudah meninggalkan kabupaten Tanggamus.

Kini kami memasuki wilayah pantai sepanjang puluhan kilometer. Di sebelah kiri nampak pantai yang tiada putusnya. Suasananya mirip pulau Bali dengan rumah rumah penduduk bergaya Bali lengkap dengan puranya. Sapi sapi dilepas begitu saja. Ini adalah pemukiman para transmigran dari Bali.

Meninggalkan pemukiman orang orang Bali kami memasuki pemukiman transmigran dari Jawa dan penduduk asli Lampung. Lalu kami masuki kota Krui ibukota Kabupaten Pesisir Barat. Kotanya terletak di tepi pantai yang indah. Rumah rumah penduduk berbentuk panggung berjajar dengan rapi dan anggun di sepanjang jalan. Di daerah ini ada satu dari empat kerajaan Lampung.

Setelah meninggalkan kota kami kembali menyusuri pantai di kiri jalan serta hutan dan perbukitan di sebelah kanan. Pemandangan sangat indah. Dari dalam mobil kami melihat deburan ombak menghantam pantai berkarang terjal. Beberapa tegakan batu karang bediri dengan tegar seperti candi di tepian pantai menghadapi gelombang yang terus menerus menghempas ke pantai tiada henti-hentinya. Sungguh pemandangan yang mempesona mata dan perasaan.

Kami pun tak bisa mampu melawan godaan untuk sejenak meluangkan waktu bertamasya. Kami singgah di sebuah warung makan di tepi pantai untuk menikmati kopi panas dan sejenak berjalan-jalan di tepi pantai serta bermain main bersama tiga kemenakan ketika matahari mulai tergelincir ke arah barat. Lalu kami pun melanjutkan perjalanan.

Jalan ke kota Bengkulu masih panjang. Pemandangan indah menyertai kami sepanjang perjalanan. Kadang kami tepat berada di bibir pantai, kadang kami berada di ketinggian dan melihat perkampungan jauh di bawah kami, dengan deretan rumah rumah penduduk yang bagus dan teratur dan latar belajang lautan nan amat luas.

Setelah berjalan ratusan kilometer kami memasuki provinsi Bengkulu ditandai dengan transisi bentuk rumah ke dalam bentuk limasan meski pun sama sama berbentuk rumah panggung dari kayu yang kokoh. Sama sama megah dan indah di pandang mata. Semua itu membuktikan bahwa Sumatra adalah pulau yang kaya. Tidak salah jika disebut Swarnadwipa. Swarna emas. Dwipa pulau. Pulau emas. Baik secara harfiah maupun majas.

Malampun tiba dan hanya lampu mobil yang menerangi jalan. Hanya ada satu dua  kendaraan yang lewat dan berpapasan. Lebih banyak kami berpapasan dengan kawasan ternak di tengah jalan. Ada puluhan domba atau sapi. Begitu saja mereka berjalan dalam kawanannya dengan merdeka seperti tiada yang ditakuti. Kadang kami harus berhenti untuk membiarkan mereka berlalu atau kami harus membunyikan klakson agar mereka mau berbagi jalan. Luar biasa bukan ?

Setelah makan malam di kedai di sebuah kota kecamatan kami pun sampai di salah satu ibu kabupaten. Saya mengirim  pesan kepada kakak. Mas Yono berkata agar kami bersabar. "Masih 250 km lagi," katanya. Ternyata kami baru menyelesaikan separuh perjalanan. Kami pun mekanjutkan perjalanan.

Kini jalan yang kami tempuh lebih lebar meski berselang seling antara jalan yang mulus dan yang rusak. Dalam kegelapan kami melihat kebun kebun karet dan kelapa sawit. Kami pun melewati beberapa ibukota kabupaten. Saat ingin mengisi bensin ternyata SPBU sudah tutup. Namun di depan SPBU banyak kios pedagang bensin. Di situlah kami mengisi bahan bakar, dengan harga yang lebih mahal.

Lewat tengah malam, hari pun berganti. Kami telah memasuki kota Bengkulu dengan jalan protokol yang luas. Jalan di sepanjang bandara Fatmawati nampak lengang. Namun memasuki pusat kota masih nampak banyak keramaian di kafe kafe yang dipenuhi anak anak muda. Mobil mobil aneka bentuk dan merk berjajar sepanjang jalan seperti di kota kota besar di Jawa.

Akhirnya kami pun sampai di Jl. Kalimantan. Kakak dan istrinya masih menunggu kami yang terlantuk kantuk. Setelah melepas kangen kami pun bersiap untuk istirahat. Waktu menunjukkan pukul 02.00. Kami telah menempah perjalanan sepanjang 520 kilometer.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar