Sabtu, 31 Desember 2011

Makan Malam di Pantai Jimbaran

Untuk mengetahui kondisi perikanan di Bali dan khususnya kehidupan para nelayan, aku menyempatkan diri ke Kedonganan, sentra nelayan di selatan Denpasar yang menjadi pusat transaksi bisnis perikanan rakyat yang masih tradisional. Pada siang itu TPI (Tempat Pelelangan Ikan) hiruk pikuk dengan jual beli ikan yang baru saja diperoleh nelayan dari laut. Belakangan Kedonganan yang merupakan desa adat nelayan menjadi penting posisinya sebagai pemasok ikan laut segar bagi bisnis kuliner seafood di sepanjang pantai Jimbaran.

Nama Jimbaran mulai berkibar saat Presiden Soeharto melakukan temu wicara dengan para pengusaha dari suku Cina yang biasa disebut dengan istilah konglomerat. Soeharto meminta mereka untuk memberikan perhatian pada perekonomian rakyat. Pertemuan itu dilakukan di Jimbaran, tepatnya di belakang hotel Four Season dengan empat atau lima bintang dan dikemas dengan paket acara makan malam dengan menu makanan laut segar di tepi pantai.

Temu wicara itu tentu saja tidak menghasilkan apa-apa. Karena itu tidaklah penting untuk dibahas. Untungnya menu makanan laut segar dari pantai yang dikemas dalam acara makan malam di pantai di bawah langit terbuka yang diterangi obor disertai deburan ombak memberikan sensasi yang luar biasa. Sejak itu Jimbaran menjadi pusat keramaian baru di desa Kedonganan yang sunyi. Restoran yang semuanya menyajikan menu seafood bertebaran sepanjang pantai. Jika malam tiba maka suasana begitu ramai dengan para wisatawan nusantara maupun manca yang khusus datang ke Jimbaran untuk makan malam. Pemerintah desa adat (banjar) mengatur dengan baik lahan untuk restoran maupun parkir sehingga perekonomian desa pun ikut terangkat pelan-pelan.

Sejak saat pertama kali aku ke Kedonganan, setiap ke Bali hampir dapat dipastikan aku pergi ke Jimbaran, biasanya diundang oleh teman-teman atau diatur oleh pemandu. Upacara makan malam di Jimbaran dimulai dengan sambutan ala Bali, kemudian tamu disilakan duduk di kursi yang disediakan. Kursi dan meja diatur di pasir pantai memanjang dari arah pintu masuk restoran ke arah laut. Pelayan segera menyediakan makanan pembuka : kacang tanah digoreng. Setelah itu hidangan utama disajikan : masing-masing diberi satu piring makanan laut mulai dari ikan, kerang, cumi-cumi, udang atau bahkan kepiting plus sambal yang diberi minyak kelapa dan potongan bawang merah. Sementara kita menikmati makanan, para pengamen akan bernyanyi diringi musik akustik : gitar, biola, bas mapun alat perkusi seperti gendang. Sambil makan dan menikmati musik, kita bisa bebas memandang ke laut gelap yang memantulkan cahaya dari lampu-lampu kapal nelayan atau melihat langit yang bertaburan bintang. Sungguh mengesankan. Subhanallah.

Pernah suatu saat I Gusti Alit Kelakan yang ketika itu menjadi Wakil Gubernur Bali mengundang kawan-kawannya ke sana. Momentumnya adalah kongres PDI Perjuangan. Akupun ikut diundang karena sempat berteman beberapa hari dengannya dalam suatu diklat politik di Ciawi Bogor. Beberapa kawan-kawan itu adalah teman2 Alit sewaktu aktif di gerakan mahasiswa nasional dan kini beberapa dari mereka berkiprah di kepolitikan nasional dan daerah : Arif dan Ahmad Basarah menjadi anggota DPR RI, Ayi Vivananda menjadi wakil walikota Bandung, Frans Lebu Raya menjadi Gubernur NTT. Sayang belakangan kudengar Alit tidak “nyambung” dengan TK sehingga nampaknya dia harus keluar dari arus utama partai. Beberapa saat kemudian ketika aku berkunjung lagi ke Bali, kulihat Alit menjadi pimpinan sebuah organisasi bisnis pariwisata di Bali.

Jimbaran sampai saat ini masih memiliki daya tarik yang kuat bagi pariwisata di Bali. Pemerintah harus menjaga agar desa adat tetap memiliki otonomi dalam mengelola tempat tersebut sehingga rakyat menikmati hasil dari kemajuan Jimbaran sebagai ikon wisata di Kedonganan. Jika tidak maka pariwisata hanya akan menciptakan kantong-kantong kemewahan dan kantong-kantong kemiskinan di Bali. Hal lain yang harus diupayakan adalah peningkatan keamanan dan ketertiban di Bali, karena para teroris sudah pula masuk ke Jimbaran dan meledakkan bom di sana, tepat di restoran di mana Alit mengundang kami, hanya selang beberapa hari saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar