Selasa, 08 Januari 2019

Makasar Permata dari Timur

Setidaknya dua atau tiga kali saya berkunjung ke kota Makasar. Kota ini pernah beralih nama menjadi Ujung Pandang dan kemudian kembali menjadi Makasar. Saya ingin bercerita mengenai kunjungan saya ke kota itu, yang pertama dan kedua. Pada kunjungan pertama sekitar tahun 2004 saya dan beberapa kawan menginap di Hotel H yang bagian bawahnya menyatu dengan sebuah super market dan restoran siap saji. Waktu itu kami memanfaatkan waktu akhir tahun untuk suatu keperluan dengan pemerintah provinsi Sulawesi Selatan. Kalau tidak salah itu untuk membahas perda mengenai hak daerah dalam pengelolaan listrik atau pertambangan atau soal tata ruang. Pengamanan agak ketat di situ karena ternyata beberapa hari sebelumnya ada ledakan bom di situ. Pelakunya teridentifikasi dan ditangkap. Pada malam hari hotel terasa lengang, mungkin karena adanya peristiwa pengeboman tapi mungkin juga karena itu adalah malam Natal. Suasana benar-bebar sepi. Dua orang teman kami yang beragama Kristen tidak bisa merayakan Natal di rumah karena kami belum bisa pulang. Seorang teman berinisiatif menghibur teman kami yang seharusnya merayakan Natal di rumah dengan membeli sebuah kue taart yang dipasangi lilin seperti kue ulang tahun. Bukankah Natal juga berarti perayaan kelahiran Yesus atau Nabi Isa al Masih. Kami pun memberi ucapan selamat kepada kedua teman kami itu. Kulihat kedua teman kami tadi berkaca-kaca pada kedua matanya karena rasa haru. Pada kunjungan yang pertamaku, kami punya waktu sedikit untuk melihat-lihat kota Makasar. Di sisi jalan tol kami masih melihat bangunan panggung terbuat dari kayu berarsitektur indah. Jika diperhatikan sungguh-sungguh terdapat sedikit perbedaan antara satu dan lainnya. Menurut informasi yang kami dapat memang ada perbedaan arsitektur bangunan untuk bangsawan dan rakyat biasa. Perbedaan terletak pada hiasan dan bentuk atapnya. Kota Makasar berada di tepi pantai. Ada proyek reklamasi yang sudah selesai dan menjadi hunian. Pelabuhan Sukarno Hatta nampak sibuk dengan keluar masuk kapal maupun perahu layar besar phinisi. Para pekerja membongkar muat barang tak henti-hentinya. Semua ini nampak kasat mata karena pelabuhan dan dermaganya tidak jauh dari jalan raya. Kota ini memang kota sekaligus bandar terbesar di kawasan timur Indonesia. Di jalan protokol terdapat kediaman keluarga Kalla (keluarga Jusuf Kalla) dan beberapa kantor perusahaannya. Ada juga monumen Mandala karena di sinilah tempat Markas Komando Operasi Mandala untuk merebut Irian Jaya. Panglimanya adalah Jendral Suharto. Selain nama Jusuf Kalla dan Suharto, Makasar identik dengan Jendral M. Yusuf yang pernah menjadi Panglima ABRI. Yusuf membangun sebuah masjid yang besar dan megah yang diberi nama Al Markaz Al Islami. Jika malam hari Pantai Losari ramai dengan warga setempat maupun wisatawan dari luar. Suasana menyambut tahun baru sudah terasa sejak sore di bibir pantai. Orang orang duduk di tanggul penahan gelombang sambil memandang laut lepas. Pada malam hari suasana lebih seronok. Cahaya dari lampu taman dan kapal-kapal di lepas pantai membuat suasana menjadi terasa romantik. Di tenda-tenda banyak dijumpai berbagai penganan dan kudapan khas. Yang terkenal adalah es pisang hijau dan pisang epek. Es pisang hijau adalah makanan yang terbuat dari semacam kue berbentuk pisang berwarna hijau yang diberi es. Sedang pisang epek adalah pisang yang dipipihkan kemudian dibakar dan diberi saus manis. Ada pula pisang goreng yang disusun seperti kipas. Kudapan seperti ini juga bisa dijumpai di kota lain seperti di Menado. Uniknya pisang goreng ini disertai saus pedas alias sambal. Untuk makan siang atau malam kita bisa menikmati coto makasar dan sop konro. Kedua makanan ini berbahan dasar daging yang diberi kuah. Pada sop konro dagingnya masih menempel pada tulang. Untuk menikmatinya bisa dengan ditemani nasi atau lontong. Jika ingin menikmati sop konro di sebuah kedai sop konro yang terkenal kadang kita harus antri untuk bisa pesan dan menikmatinya. Makasar memang kota yang menarik untuk dikunjungi. Ada benteng pertahanan peninggalan Kerajaan Makasar saat melawan Belanda yang tidak jauh dari pantai. Ada Pasar Somba Opu yang menjadi pusat suvenir yang menjual kerajinan dari berbagai tempat di Sulawesi Selatan seperti ukir-ukiran kayu dari Toraja. Ada makam Pangeran Diponegoro di tengah kota. Kamipun berkunjung ke tempat-tempat itu. Komplek benteng pertahanan kerajaan Makasar terdiri dari benteng dan bangunan-bangunan kokoh dan megah di dalamnya. Kami mengelilingi dan melihat satu persatu bangunan tua yang masih kokoh megah dan terpelihara peninggalan raja-raja Makasar saat melawan Belanda. Kami pun menyempatkan diri berziarah ke makam Pangeran Diponegoro sambil menyampaikan doa agar beliau ditempatkan di surga karena perjuangannya untuk bangsa dan tanah airnya. Saat pulang dari Makasar pada kunjungan yang pertama kami menggunakan Indonesia Airline. Waktu itu kami dalam penerbangan malam hari berhujan langsung dari Bandara Sultan Hasanuddin menuju Bandara Sukarno Hatta. Di tengah perjalanan kami merasakan ada guncangan-guncangan yang agak besar. Pramugari mengatakan pesawat mengalami gangguan dan harus mendarat di Surabaya. Pesawatpun mendarat di bandara Juanda. Ternyata pesawat yang kami tumpangi tidak bisa membawa kami ke Jakarta. Karena itu kami harus menunggu beberapa jam di bandara untuk mendapatkan pesawat pengganti ke Jakarta. Pada malam hari akhirnya kami bisa diterbangkan ke Jakarta. Dari info yang kami peroleh pesawat Indonesia Airline mengalami kerusakan pada salah satu mesinnya. Kami sempat terguncang saat mendengar infomasi dari mulut ke mulut tersebut. Kini pesawat dari maskapai Indonesia Airline sudah tidak terbang lagi. Maskapainyapun sudah tidak terdengar lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar