Selasa, 04 Juli 2023

Bandung Yogya Klaten



Minggu, 16 Juni 2013. Sekitar pukul 10.00 aku meninggalkan rumah menuju rumah Mas Dwi di Rancaekek untuk mengikuti acara konsolidasi pemenangan Ganjar Pranowo  bersama para relawan berbagai organ yang dikordinasi oleh Pospera. Aku pun menyampaikan sambutan baik sebagai Ketua DPC PDI Perjuangan maupun sebagai penasihat Pospera Kabupaten Bandung. Sorenya aku dan istriku diantar Mas Sidiq ke Stasiun Kiaracondong. Pukul 19.10 kami berdua berangkat dengan kereta api Lodaya menuju Yogyakarta. Pada pukul 02.00 keesokan harinya kami tiba di Stasiun Tugu dan Mas Sandy menjemput kami tepat waktu.

Setelah beristirahat sejenak, Mbak Dea mengajak sarapan pagi di di sebuah resto di Jalan Kubus, Condongcatur. Kami berjalan kaki dari rumah sambil menikmati suasana pagi. Restonya berupa sebuah rumah joglo dengan interior Jawa. Musik gamelan berselang-seling dengan campursari memberi sentuhan budaya. Kami duduk di dipan kayu tua menikmati soto, minuman panas dan kudapan ala pedesaan.

Pulang dari sarapan pagi aku segera bersiap mengikuti rapat daring persiapan puncak peringatan bulan Bung Karno yang diikuti oleh Ketua Sekretaris dan Bendahara seluruh Dewan Pimpinan Daerah PDI Perjuangan dari seluruh provinsi dan Dewan Pimpinan Cabang dari seluruh kota dan kabupaten. Saya mengikuti rapat melalui telpon genggam. Sambil rapat sekitar pukul 12.00 saya berangkat menuju Klaten bersama istri, Mas Sandy, Mbak Dea dan Kanaya. Sekitar pukul 13.00 kami tiba di Prambanan. Dari sana langsung ke kota Klaten dan setelah melewati  Museum Gondangwinangun kami berbelok ke kanan beberapa kilometer. Sekitar pukul 14.00 kami tiba di Ceper.

Beruntung acara resepsi pernikahan masih berlanjut. Kami segera menyalami dan mendoakan kedua mempelai dan kedua orang tuanya lalu berfoto bersama bersama Jeng Titik dari Bandung dan Mas Suyono dari Bengkulu. Setelah itu kami duduk bersama para tamu yang lain dan para “sinoman” menyuguhi kami nasi dengan lauk pauknya, koktail dan teh manis. Tidak lama kemudia pengantin meninggalkan pelaminan dan para tamu pulang ke rumah masing masing. Sekitar pukul 15.00 kami meninggalkan tempat resepsi dan kembali ke Yogyakarta.

Keesokan harinya Mbak Dea mengajak kami hang out  ke kafe Tepi Sawah tidak jauh dari rumah. Karena itu kami berempat berjalan kaki dari rumah. Aku, istriku, Mbak Dea dan Kanaya. Suasana Jalan Sidomukti Condongcatur di waktu senja seperti suasana di Kuta . Resto dan kafe mulai ramai dengan para pengunjung.  Tiba di kafe kami mencari tempat duduk tepat di sisi sawah dengan padi yang menguning sambil menikmati secangkir kopi dan kudapan. Suasana makin syahdu ketika malam tiba dan kegelapan mulai menyelimuti kafe dan resto. Lampu lampu mulai dinyalakan menerangi kegelapan. Pulang dari kafe Tepi Sawah kami masih berjalan jalan dan berkun jung ke sebuah kafe yang lain untuk sekedar mencari tempat duduk di tengah sawah dan menikmati malam.

Rabu malam, aku di antar Mbak Dea, nyonya dan Kanaya ke Stasiun Tugu. Suasana Jalan Mangkubumi dan Jalan Malioboro mulai ramai oleh pengunjung yang memenuhi tempat makan dan minum di kaki lima. Malam itu aku kembali ke Bandung dengan kereta api Lodaya. Sepanjang perjalanan nyaris aku tidak tidur apalagi ditemani secangkir kopi Aceh yang kupesan ke pelayan restorasi.  Sekitar pukul 03.00 aku tiba di Stasiun Kiaracondonga dan Mas Sidiq sudah menunggu di parkiran stasiun utara.

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar