Jumat, 19 Mei 2023

Solo - Ngawi - Yogyakarta


 

Sepulang dari menghadiri resepsi “ngunduh mantu” di Boyolali pada hari Minggu, 19 Juni 2022, aku dan istriku diajak anak anak dan cucu ke Solo untuk menginap dan istirahat di Hotel Swissbell tidak jauh dari terminal bus Tirtonadi. Kami mendapat kamar di lantai sembilan. Dari jendela kamar kami bisa melihat separuh kota Solo. Di sebelah kanan ada sungai tempat masa kecil Jokowi pernah tinggal pada masa kecil. Tempat itu kini ditata dengan  balik dan dijadikan taman kota. Dekat jembatan ada patung Keris yang menjadi landmark kota Solo. Di sebelah kiri terlihat terminal bus Tirtonadi dengan kesibukan bus-bus keluar masuk. Terminal ini dulu menjadi tempatku mencari bus jika hendak pulang ke Jakarta. Dari terminal bus Tirtonadi nampak ada jalan layang untuk lewat orang yang nampaknya terhubung ke Stasiun KA Solo Balapan.

Malam itu kami tidak ke luar hotel. Kami makan minum di kamar hotel saja. Anakku mengirim makanan lewat aplikasi gosend.  Kanaya tidur bersama kami. Karena kelelahan kami cepat tidur dan keesokan paginya bangun dengan badan segar.

Senin, 20 Juni 2022. Kami bertemu di restoran untuk sarapan pagi sekitar pukul 08.00 WIB.  Setelah sarapan pagi kami pergi ke swimming pool untuk berenang. Sambil berenang kami bisa melihat pemandangan ke seantero kota Solo. 


 

Setelah melakukan  check out , kami menikmati duduk duduk santai di lobby hotel yang luas dengan  interior yang bagus. Setelah selesai urusan dengan resepsionis kami keluar meninggalkan hotel untuk  menjelajahi jalan-jalan legendaris kota Solo. Mas Sandy yang menyetir mobil. Setelah melewati sungai Bengawan Solo kami pun sampai di Jurug yang masuk kabupaten Karanganyar.  Kami berbelok ke kiri memasuki jalan tol Solo Ngawi dan keluar di luar kota Sragen. Rencananya kami akan menengok keluarga di Tulakan, Sine, yang masuk wilayah Kabupaten Ngawi.  

Di sekitar simpang menuju Gondang saya berhenti membeli berbagai makanan untuk oleh oleh. Setelah itu perjalanan dilanjutkan melewati area persawahan yang luas dan setelah beberapa kilometer kami sampai di Gondang yang dikenal juga dengan  Kedung Banteng. 

Hujan turun dengan deras saat kami memasuki kota Gondang atau Kedung Banteng. Di sini ada stasiun kereta api yang menghubungkan Solo dengan Madiun. Nun jauh di masa yang lalu nenek dan bupuh-bupuhku berdagang hasil bumi dari Ngawi dengan menumpang kereta api dari Stasiun Kedung Banteng menuju Sragen atau Solo. Di sini pula tempat aku berlibur usai mendapat rapor, karena di sini ada Mas Suyono yang membuka kios jahit Adiguna Taylor.

Gondang ini adalah wilayah Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Ngawi Provinsi Jawa Timur, terpisah oleh Sungai Sawur. Namun kami tidak langsung menyebrangi Sungai Sawur dan memasuki wilayah Jawa Timur. Kami memilih melewati jalan bagus ke arah Winong yang masih di wilayah Jawa Tengah. Sebelum meninggalkan kota Gondang, aku singgah di sebuah toko dan membeli bermacam macam oleh oleh. Setelah itu perjalanan berlanjut tanpa henti hingga tiba di Pasar Winong. Di kiri dan kanan adalah sawah-sawah yang subur dengan diselingi pemukiman penduduk yang rapi dan bersih.

Setelah tiba di Pasar Winong, kami pun menyebrangi Sungai Sawur memasuki wilayah Jawa Timur dan meninggalkan wilayah Jawa Tengah. Dulu jika berkunjung ke rumah nenek, aku harus menyebrangi sungai ini dengan melewati arus sungai dan bebatuan.

Setelah menyebrangi sungai tibalah kami di Desa Ketanggung, Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur. Bangunan pos pemeriksaan orang lewat semasa PSBB dan PPKM masih nampak di sisi jalan. Tidak berapa lama kami sampai di Desa Tulakan, asal usul keluarga kakek dan nenekku dari pihak ayah.

Tujuan pertama kami adalah rumah Mbak Wagiyah sepupu kami. Suami mbak Wagiyah, Mas Bandi, adalah orang yang kami percaya mengurus kebun. Setelah itu kami mengunjungi Mas Harno untuk mencari solusi pemisahan sertifikat kepemilikan tanah. Dari rumah Mas Harno kami ke rumah Om Marsono sampai waktu menjelang magrib. Kamipun sempat singgah di rumah Om Martin sebelum meninggalkan Desa Tulakan.

Saat malam tiba kami meninggalkan Desa Tulakan menuju rumah Bupuh Karsohutomo di Gendingan iyang masuk Desa Kauman Kecamatan Widodaren, masih di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Jalan yang kami lewati adalah Jagir, Nglencong sampai Gedoro. Jalan jalan di sini tidak bagus sehingga kami berjalan dengan perlahan di tengah malam yang gelap. Gedoro dalah simpang empat yang menghubungkan Ngrambe dengan Walikukun.

Dari Gedoro kami berbelok ke kiri memasuki jalan kabupaten melewati Tempurejo dan saat isya kami sudah tiba di Walikukun. Walikukun adalah sebuah kota transit. Di sini ada stasiun kereta api yang menghubungkan Gondang di Sragen (Jawa Tengah )dan Paron di Ngawi (Jawa Timur). Saat kami tiba, kota Walikukun masih ramai. Walikukun di kenal secara nasional karena di sini tinggal tokoh nasional, bapak bangsa, Ketua BPUPK (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan) atau Dokuritsu Zyunbi Cosakai. Bung Karno pun pernah berkunjung ke kota Walikukun ini.

Dari Walikukun kami menuju rumah Bupuh Karsohutomo (Ngatirah) di Gendingan. Bupuh tinggal  berdua bersama menantu perempuannya,  istri Mas Margono. Mas Margono dan kedua adik laki-lakinya  sudah lama tiada. Kami sempat sekitar satu jam melepas kangen. Di Gendingan ini aku pernah tinggal semasa kecil sebelum ayah dan ibuku pindah ke Cirebon dan kemudian ke Jakarta.

Dari Gendingan, Ngawi, kami langsung menuju Solo melewati jalan tol. Di Solo kami sempat beristirahat sambil makan malam di Rumah Makan Mang Engking. Tempatnya cukup luas dan bagus dengan arsitektur Sunda yang khas. Setelah makan kami masih bisa berjalan-jalan di taman dan menemani Kanaya bermain. 


 

Dari Solo kami melewati Kartasura, Klaten, Prambanan dan tiba di Yogyakarta pada tengah malam.

Keesokan harinya kami  berlima berjalan-jalan di sepanjang jalan Malioboro. Setelah lelah berjalan-jalan kami pun naik kereta kuda  dan beristirahat di toko bakpia untuk membeli oleh oleh. Kami pun sempat diajak ke kota Sleman untuk melihat-lihat ibukota kabupaten sambil mencari cari lahan untuk anak-anak kami. 

 


Malamnya kami pulang dengan menggunakan kereta api Lodaya dan turun di Stasiun Kiaracondong pada pagi hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar